Suasana makan malam dikediaman Edmund lebih mirip acara berkabung kematian ditengah perang yang tak henti terjadi. Suram dan mencekam.
Tidak satupun diantara mereka bicara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Emy sibuk menenangkan hati sedangkan Zavion sibuk meyakinkan hati kalau ucapan Edmund hanya bertujuan untuk memprovokasinya.
Lalu bagaimana dengan Edmund? Tentu menjadi penikmat sejati. Dia seperti pemburu yang puas karena berhasil mendapat dua buruan dalam satu lesakkan anak panah.
Edmund tidak akan berhenti bermain sampai lawannya tumbang tak berdaya, harus mengakui kekalahan kalau tidak jangan harap lingkaran ini berakhir.
"Bagaimana hidangannya, nona Nohan?" Tanya Edmund selesai menyeka mulutnya dengan serbet.
"Hidangan yang lezat," jawab Emy, napasnya tercekat. Edmund menatapnya penuh makna, jantungnya berdebar tapi saat mengingat tentang istri pria itu, kembali jantungnya berdenyut nyeri.
Rasa sukanya pada Edmund semakin menjadi walau rasanya sangat sakit mencintai pria beristri. Mau berhenti juga tidak bisa, seperti ada magnet yang terus menariknya kearah pria dominant itu.
Emy menoleh kearah Zavion sambil berdehem, "Zavi." Panggilnya pelan.
Zavion menole lalu tersadar kalau dirinya sedari tadi melamun. Edmund tentu tahu tapi membiarkannya, lebih tepatnya menikmati kegelisahan lawan.
"Kau pernah bertemu dengan duchesse?" Tanya Emy mencoba mencairkan suasana.
"Tentu belum, aku tidak mengenalkan mereka. Wanita yang aku nikahi tidak terlibat dalam bisnis, tidak ada untungnya mengenalkan mereka berdua." Edmund yang menjawab pertanyaan Emy.
Zavion mencoba tenang, menunjukkan sikap tidak terprovokasi.
Emy menoleh pada Edmund, "begitukah? Kalau ditempat kami, istri tetap di perkenalkan pada rekan bisnis suami, tujuannya tentu karena siistri nyonya rumah yang bertanggung jawab atas jamuan dan lain sebagainya."
"Beda tanah yang kau pijak maka aturannya juga berbeda. Ditempatmu masyarakat tidak percaya adat istiadat yang merugikan tapi disini sangat mempercayainya."
"Adat istiadat apa yang merugikan?"
"Banyak, salah satunya terlahir dengan kutukkan. Kelahirannya membawa kematian untuk orang lain, dan biasanya orang terdekatlah yang menjadi korban."
Tangan Zavion mengepal kuat.
Terdengar derit kursi, Edmund bangkit dari duduknya lalu memerintahkan Polo mengiring dua tamunya keruang tamu.
"Kastilmu sangat luar biasa, your grace. Selera senimu bagus." Edmund hanya menyunggingkan senyumnya singkat.
Emy melanjutkan, "dan aku penasaran dengan budaya Cadburyy."
"Aku pikir kakakmu cukup tahu tentang desa ini. Kalau dia tidak bersedia menceritakannya padamu, aku akan memanggil ahli sejarah untukmu."
Emy tersenyum kikuk.
"Terima kasih atas undangan makam malammu, sir. Kami harus kembali."
"Kau terkesan sangat buru-buru, bukankah bisnis kita berjalan lancar? Semua memenuhi target, harusnya kau banyak waktu bersantai."
Emy merasakan atmosfer permusuhan antara Edmund dan kakaknya. Sedari tadi Edmund berusaha menekan kakaknya, apa yang terjadi?
Emy semakin penasaran.
"Bagaimana kalau kita bermain anggar?" Tawar Edmund, "aku dengar kau memiliki keterampilan yang bagus untuk permainan itu."
"Benar, Zavi sangat ahli bermain anggar, hampir tidak ada yang bisa mengalahkannya." Emy membenarkan apa yang Edmund katakan.
![](https://img.wattpad.com/cover/335760961-288-k28809.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Samar
RomanceJangan coba-coba berani plagiat cerita ini kalau gak mau malu dan nanggung akibatnya. Cerita ini sudah lindungi hukum yang jelas. *** Terlahir dengan julukkan 'pembawa sial' sama sekali tidak pernah diinginkan siapapun, termasuk Zhepyra Hermia (Hera...