Bentakkan dan hinaan Edmund seperti tusukkan dan cambukkan yang datang bersamaan. Hera bangkit dengan susah payah, tertatih meninggalkan ruangan Edmund.
Sedangkan pria itu menatapnya tajam dengan rahang mengeras. Setiap kali melihat Hera bayangan kematian kekasih hatinya kembali terekam dalam benaknya.
Membunuh Hera adalah keinginan terbesarnya tapi dia tidak bisa melakukannya. Gadis itu akan mengadukan semua perbuatannya pada Camelia, kekasihnya akan membencinya.
Dia tidak mau itu.
Karenanya dia akan menyiksa Hera, membunuh jiwanya tanpa harus meninggalkan raga. Hera akan menderita sepanjang hidupnya, itulah tekadnya.
Hera tersungkur saat seseorang menolaknya dari belakang. Orang itu menarik kuat rambut Hera lalu berkata, "berani sekali kau datang menemui tuan. Ingin membuatnya sial ya?!" Hardik wanita itu yang tak lain adalah Bacil.
Hera menggeleng tanpa mengatakan apapun, Bacil tersenyum licik lalu meminta sesuatu dari temannya yang juga seorang pelayan. Melihat itu Hera menggeleng kuat.
"Harusnya aku meletakkan benda ini diwajahmu tapi sebelum tuan merusaknya, aku tidak akan melakukannya. Jadi, aku letakkan ditelapak kakimu saja agar kau ingat untuk tidak menemui tuan."
Hera menutup mata sekuat mungkin, menggigit bibirnya hingga berdarah hanya untuk meredam teriakkannya. Besi panas melepuhkan telapak kakinya.
Sekujur tubuhnya menggigil.
"Sudah! dia bisa mati." Teman Bacil tiba-tiba ketakutan. Ada rasa kasihan yang terpancar di sorot matanya.
"Dia tidak akan mati dengan mudah, nyawanya ada ditangan tuan," ucap Bacil kejam. Lalu dia bangkit sambil menghempaskan Hera begitu saja.
Bacil pergi meninggalkan Hera yang tergeletak tak berdaya, menatap langit dengan airmata terus mengalir. Langit kabut berawan yang tiba-tiba menurunkan hujan.
Hera mencoba bangkit dengan sisa tenaganya lalu merangkak menuju gubuknya karena tidak bisa berdiri akibat rasa sakit pada telapak kakinya.
"Aku sudah tidak kuat." Gumamnya. Dia tidak masuk kedalam gubuk. Dengan telapak kaki melepuh dia berjalan menuju sungai, seluruh tubuhnya basah kuyup.
Dibibir hutan dia berhenti, menatap jalan yang ada disebrang sungai. Niat dan langkahnya sudah pasti, dia akan mengakhiri hidupnya, dan kali ini harus berhasil.
Tapi saat dirinya akan melangkah suara pintu berdentam kuat. Hera menoleh, menatap pintu belakang yang pasti sebentar lagi akan terbuka. Entah siapa yang mendobrak pintunya, dia tidak akan membuat orang lain membunuhnya kecuali pria itu.
Wajah Hera memucat saat pintu belakang terbuka, pria itu berdiri dengan wajah bengisnya.
"Mau kemana? Melarikan diri? Enam bulan tidak merasakan siksaanku, kau merasa penderitaanmu telah berakhir?" Hera menggeleng.
Edmund mendekati Hera lalu berdiri dihadapannya, gadis itu bisa merasakan aroma alkohol menguar kuat dari mulut Edmund. Pria itu mabuk.
Edmund menangkup wajah Hera, "bukankah kau ingin mengunjunginya?" Hera menggeleng takut. Dia tidak bisa merasakan sakit, seluruh tubuhnya kebas.
Senyum licik Edmund membuat Hera semakin takut, tanpa sadar meronta sekuat tenaga. Edmund semakin mengeraskan cengkramannya.
"Aku akan menyiksa jiwa ragamu, membuatmu merasakan kalau mati bukan lagi tujuan dan hidup bukan impian."
'Aku tidak pernah bermimpi untuk hidup!' Teriak Hera dalam hati.
Edmund menarik pinggul Hera sampai menempel ditubuhny. Hera kelagapan lalu meronta sejadi-jadinya. Rasa sakit ditelapak kakinya tidak lagi terasa.
"Lepas!" Teriak Hera. Untuk pertama kalinya Hera berteriak keras. Edmund semakin tersenyum iblis. Sorot mata Edmund yang mengerikan membuat Hera merasa bahaya besar sedang mengancamnya.
"Paman! Aku ..."
"Panggilan itu tidak akan membuatku berhenti." Desis Edmund, sedikit lagi dia mengeratkan remasannya rahang Hera pasti retak.
Edmund melanjutkan dengan suara yang sangat dingin, lebih dingin dari udara saat ini, "jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu. Tidak pantas, kau tidak ubah seperti peliharaanku. Peliharaan tidak ada hubungan dengan tuannya. Mengerti?"
Hera mengangguk, panggilan tadi hanya untuk menayadarkan Edmund. Hera takut kalau Edmund melakukan sesuatu yang mengerikan.
Edmund dengan kasar menarik Hera masuk kedalam gubuk yang pintunya sudah rusak. Angin dan percikan air hujan menghantam masuk, tubuh Hera menggigil dalam kungkungan Edmund.
Terdengar suara robekkan keras disertai teriakkan Hera. Dengan sisa tenaganya Hera mencoba melindungi diri. Edmund yang menggila langsung menghempaskan tubuh Hera diatas kasur tipis yang selama ini menjadi alas tidur Hera.
"Tuan! Jangan lakukan ini padaku! Kumohon!" Hera menangis keras dengan tubuh menggigil sempurna.
Tapi Edmund tidak menghiraukannya, seperti hewan buas dia melucuti pakaian Hera. Aroma tubuh Hera tiba-tiba membuatnya kehilangan akal.
Tadinya dia hanya ingin melecehkan Hera tapi entah aroma tubuh Hera membuat otaknya tidak bisa bekerja dengan baik. Untuk hari ini dia tidak akan perduli siapa Hera.
Hera mewarisi bentuk tubuh ibunya, meski tidak tinggi tapi ukuran dada dan bokongnya sangat sintal dan kenyal. Tidak akan ada yang bisa menolaknya, termasuk pria dengan pengendalian diri yang kuat seperti Edmund.
"DIAM!" Bentak Edmund yang tak dihiraukan Hera.
"Kau boleh melakukan apa saja tapi jangan yang ini, kumohon!" Hera hampir kehabisan tenaga. Tubuh mungilnya berada dibawah Edmund yang sangat kuat dan kokoh.
Edmund meremas payudara Hera dengan kuat, gadis itu menjerit dengan tangisan yang memilukan. Dirinya dilecehkan dan dihancurkan oleh pria yang sangat dicintai bibinya.
'Bibi! Tolong aku!' Hera hanya percaya pada bibinya. Dia enggan meminta bantuan Tuhan karena tahu tidak akan didengarkan.
Tubuhnya di nodai dengan sangat rendah.
Edmund membungkam bibir Hera dengan bibirnya, mata Hera membelalak kaget. Pria itu melumat bibirnya dengan kasar, seolah ingin menghancurkannya.
Hera kian meronta.
Tangan Edmund tidak tinggal diam, sekujur tubuh Hera dibelainya sampai kepada titik sensitif yang sedari tadi ditekannya. Kemurnian Hera membuat Edmund makin gelap mata, ditambah lagi suasana yang sangat mendukung.
Hera menoleh kesamping, mendapati kota besi bekas yang menjadi tempat arang buatannya. Dengan sekuat tenaga Hera mencoba meraihnya lalu dengan keras memukul kepala bagian belakang Edmund.
Edmund menatapnya penuh amarah, "berani sekali kau ...." Tiba-tiba pria itu ambruk diatas tubuh Hera.
Hera langsung menyingkirkan pria itu, tanpa berpikir panjang mengganti pakaian. Dengan membawa kotak sulamnya dia melarikan diri dari gubuk itu.
Tanpa melihat kebelakang, langkah kaki menyebrangi bebatuan. Begitu sampai disebrang sungai langsung memasuki hutan tanpa perduli ada hewan buas yang bisa menerkamnya.
Hera berlari dengan sangat kencang sambil memeluk kotak sulam yang merupakan harta berharganya. Didalam kotak itu terdapat benang dan jarum pemberian almarhum bibinya.
Benda itu sama pentingnya seperti nyawanya.
Berlari dengan penuh ketakutan Hera tidak memperhatikan jalan, beberapa kali dia terjatuh dan berguling, sekujur tubuhnya lecet.
Hera yang takut tertangkap oleh orang-orangnya Edmund, langsung berlari kearah tebing.
Begitu sampai ditebing tanpa ragu Hera melompat tapi pinggulnya ditarik seseorang sampai jatuh berguling-guling kesisi yang lain.
"Jangan sentuh aku! Biarkan aku matiiiiiiiiii!" Setelah mengatakan itu Hera pingsang tak sadarkan diri.
Tapi di alam bawah sadarnya dia sadar kalau dirinya tertangkap pria itu, ketakutan akan dinodai membuat jiwanya memenjarakan diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Samar
RomanceJangan coba-coba berani plagiat cerita ini kalau gak mau malu dan nanggung akibatnya. Cerita ini sudah lindungi hukum yang jelas. *** Terlahir dengan julukkan 'pembawa sial' sama sekali tidak pernah diinginkan siapapun, termasuk Zhepyra Hermia (Hera...