"Suara seperti ini yang kau perdengarkan pada pria itu? Pantas dia menolongmu sebegitu gigihnya, dia sudah membayangkan suaramu saat sedang bercinta. Atau kalian sudah melakukannya? Kau sudah membuka kedua kakimu untuk pria lain? Jawabannya bisa aku temukan setelah aku memeriksanya sendiri, begitukan?"
Tidak ada yang lebih menyaktitkan daripada tuduhan mengerikan itu. Hera yang tidak pernah berinteraksi dengan orang lain sedari kecil kecuali bibinya, tidak tahu harus bagaimana.
Ingin marah tapi apakah pantas dia melakukannya?
"Harga dirimu tidak sebanding dengan harga karpet ini, bersihkan. Tidak perduli bagaimana caranya, aku tidak mau melihat karpet ini kotor terlebih karenamu."
Edmund menarik tangan Hera lalu menekannya kuat, "saat aku bicara, kau harus menatapku. Kau harus melihat bagaimana caraku melihatmu, pelacur kecil. Betapa menyedihkannya nasib Camelia, menyayangi gadis sepertimu. Tidak hanya pembawa sial tapi juga murahan."
"Aku tidak ..."
"Tidak apa?! Lari dengan pria lain lebih dari sebulan, kau pikir aku percaya kalian tidak tidur bersama? Ah ... belum lagi disaat kau tinggal dikediamannya, kalian pasti berbagi selimut yang sama tanpa sehelai benangpun di baliknya, benar?" Hera menggeleng.
Dia menatap Edmund sebagai mana pria itu memintanya, pria itu melihat kehancurannya dan dia melihat kebengisan dan kekejaman serta pelecehan di tatapan pria itu.
Dada Hera naik turun dengan tubuh gemetar, "aku tidak serendah itu." Susah payah dia mengatakan yang sebenarnya.
"Lalu serendah apa? Wanita mana yang mau pergi dengan pria lain tanpa pendamping terlebih statusmu bukan lagi lajang!" Edmund semakin mencengkram tangan Hera, emosinya sudah sampai di ubun-ubun.
"Saat itu dengan keberanian besar kau lari sekencang mungkin, sekarang dimana keberanian itu saat aku melibatkannya? Takut? Takut pria yang telah menidurimu itu mati di tanganku?"
"Tidak ada hal semacam itu." Hera mulai terisak.
Rahang Edmund mengeras, urat wajahnya terlihat, deru napasnya memanas, gemeletak giginya terdengar, "lalu hal semacam apa yang terjadi di antara kalian? Dengar pelacur kecil, kau tidak pantas mendapat penghormatan apapun, berhenti merasa dirimu paling menderita. Karena semua yang terjadi saat ini, kau-lah penyebabnya."
Hera tersentak lalu meringis kesakitan karena Edmund mendorongnya kuat, punggungnya membentur dinding kereta.
"Bersihkan kereta ini, jangan ada noda sedikitpun." Setelah itu Edmund keluar meninggalkan Hera sendiri.
***
Dilain tempat Zavion dengan khawatir menunggu kabar dari ibunya yang tak kunjung datang. Dia tidak tahu apa yang terjadi dirumahnya karena rombongan kerajaan berada disana."Berhentilah khawatir! Tidak ada kabar dari bibi artinya tidak ada yang terjadi. Dia tidak mungkin menemukan gadis itu, tenang saja." Norman menenangkan.
"Kau tidak tahu seperti apa pria itu, aku tidak akan tenang sebelum mendapat kabar yang jelas." Sejak Edmund pergi, Zavion tidak bisa tidur nyenyak.
Hari-harinya seperti sedang di hantui, perasaan kalutnya semakin menjadi saat membayangkan wajah ketakutan dan putus asa Hera. Tidak, gadis itu tidak boleh kembali pada pria itu.
Selain rasa empatinya, ada rasa lain yang tidak menginginkan Hera kembali ketangan Edmund.
"Kalau sesuai rencana mereka seharusnya sudah meninggalkan desa. Mungkin sekitar satu minggu lagi sampai disini."
"Satu minggu?"
"Raja ingin menikmati waktu selama berada diluar istana, perjalanan mereka tidak menargetkan waktu." Zavion tidak tahu tentang hal itu.
Dia ingin segera bertemu Edmund dan memastikan pria itu tidak bertemu dengan Hera lalu membawanya. Ya Tuhan, dia yang biasanya sabar menunggu kini seperti cacing kepanasan.
Satu minggu terlalu lama menurutnya.
"Aku mau kebar, tidak ikut?" Zavion menggeleng.
Norman berdecik, "lihatlah dirimu, sudah seperti hamba sahaya yang menunggu jadwal kematian. Kalau kau tidak menikmati hidup, gadis itu pasti merasa bersalah. Berhenti mengkhawatirkannya secara berlebihan."
Tanpa menunggu reaksi Zavion, Norman langsung meninggalkannya.
"Kau harus menepati janjimu, Zephyra." Gumam Zavion putus asa.
Dia sangat ingin memacu kudanya menuju Widbury sekarang juga, tapi tidak bisa karena Edmund pasti mengetahui pergerakkannya.
Yang bisa pria itu lakukan sekarang adalah menunggu, menunggu dengan harapan semua berjalan sesuai keinginannya. Sambil menunggu dia harus memantau perkembangan kerjasamanya, dan untuk pertama kalinya dia tidak bisa sefokus biasa.
***
Hari hari berlalu, setelah malam itu Edmund tidak mengatakan sepatah katapun pada Hera. Dia biarkan gadis itu meringkuk di sudut kereta.Tiap berhenti di jalan atau penginapan, dia memberikan waktu sepuluh menit untuk Hera membersihkan diri. Tentu tidak ada yang tahu pria itu membawa orang lain didalam keretanya kecuali raja dan kusirnya.
Kedudukannya yang tinggi membuatnya memiliki kuasa sama seperti raja terlebih raja adalah sepupunya.
Tidak hanya itu, raja juga sangat mempercayainya, menjadikannya kaki tangan yang bisa duduk bersama raja tanpa ada larangan apapun.
Raja menghela napas sambil memainkan bidak caturnya, "aku ingin menghilangkan kepercayaan kepercayaan masyarakat kita pada hal-hal berbau mistis atau sihir."
"Kau tidak bisa menghilangkan keyakinan yang sudah di anut berabad-abad lamanya."
"Aku raja, tentu saja bisa. Setelah mengunjungi Widbury, Redburry, aku paham Cadburry sedikit tertinggal jauh. Aku tinggal ditempat itu bagaimana bisa desa itu tertinggal? Aku terlalu mengabaikan tempat yang dekat denganku."
"Ingin di kenal sebagai raja yang tidak percaya pada ramalan? Bukannya di puja, kau akan di kecam. Meskipun beberapa wilayah tidak percaya pada beberapa hal, bukan berarti mereka tidak percaya ramalan."
"Kita bisa memulainya dengan tidak percaya pada kutukkan." Tangan Edmund berhenti di udara.
"Setahuku kau juga tidak percaya, kau bisa membantuku. Pengaruhmu sangat besar, masyarakat akan mendengarkanmu."
"Aku tidak tertarik pada dunia politik dan pemerintahan. Ingat perjanjian kita, kau tidak akan melibatkanku dalam urusan pemerintahanmu." Edmund kembali melanjutkan permainan.
Raja menyandarkan tubuhnya, "aku sudah tidak minat bertanding denganmu. Ini kekalahanku yang kelima, entah usia yang mempengaruhi atau memang kau yang mahir. Aku punya pandangan, kau lebih pantas menjadi raja daripada Duke." Raja terkekeh pelan setelah mengatakan itu.
Raja melanjutkan, "dua hari lagi kita sampai. Setelah itu seringlah datang keistana, aku tidak punya lawan seimbang disana. Sangat menbosankan kalau terus menjadi pemenang."
"Istana bukan tempat bermain yang menarik."
Raja menatap lamat sepupunya lalu berkata dengan nada yang sangat serius, "apa yang akan kau lakukan padanya? Jangan menjadi iblis, Eddy."
Eddy dalah panggilan kecil Edmund, hanya orang-orang terdekat yang bisa memanggilnya dengan nama itu. Raja juga baru di perbolehkan memanggil nama itu setelah kesalah pahaman di antara mereka selesai.
"Raja mana yang mencampuri urusan pribadi rakyatnya?"
Raja terbahak lalu berkata, "kebetulan kau satu-satunya rakyatku yang unik. Aku tertarik dengan kehidupan pribadimu."
Edmund mendengus kasr sambil bangkit dan pergi.
"Kalau sekarang kau percaya pada kutukkan maka kau harus percaya juga pada karma." Edmund tidak menghentikan langkahnya tapi tetap bisa mendengar kalimat yang raja ucapkan.
Tentu dia percaya pada karma karena sekarang sedang menciptkan karma untuk sipembawa sial.
Saat masuk kedalam kereta untuk mengambil cerutu, Edmund menemukan Hera tergeletak dilantai, tidak sadarkan diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Samar
RomanceNovel sedang proses cetak. Kunjungi Ig: Ado_9027 atau Novelis_ado9027 untuk info lebih lanjut. Edisi exlusive, terbatas. Hanya untuk 22 orang tercepat. Terdapat extra bab yang tidak ada di PLATFORM. *** Jangan coba-coba berani plagiat cerita ini kal...