Suasana pagi di minggu yang cerah..
Mingyu tengah melangkah ragu saat dirinya sudah tiba di antara sebuah pintu. Di dalam ruangan yang akan ia kunjungi itu, ia melihat pemandangan kecil yang mampu mengangkat kedua sudut bibirnya. Ia tersenyum.
Ia tersenyum melihat Seokmin yang duduk bersila di atas ranjangnya sambil memeluk bantal miliknya. Memperhatikan Seungcheol yang duduk di sisi ranjang Seokmin sambil mengupas satu buah apel. Sesaat ia menjadi diam. Ragu dalam langkahnya karena kehadiran Seungcheol disana.
"Ijinkan untuk kali ini saja, hyung membencimu.."
Perkataan Seungcheol terakhir kali padanya membuat nyalinya menciut seketika.
Bukan takut! Ia hanya menjadi segan karena sejak dulu, dirinya terlalu menyayangi dan menghormati Seungcheol. Perihal kemarin adalah satu-satunya hal yang ia sembunyikan dari Seungcheol. Membuatnya menjadi terlihat buruk.
Mata Seokmin tiba-tiba memutar. Merasa bosan hanya memandangi Seungcheol, iapun akhirnya menangkap pergerakan seorang Mingyu di ambang pintu.
Tanpa satu kata yang keluar dari mulutnya, Seungcheol pun akhirnya mengerti bahwa Seokmin tak lagi memandangnya dan memandang ke arah lain. Ia mengikuti arah pandang Seokmin dan dapat melihat Mingyu.
Mingyu yang tersenyum kaku seketika. Menyimpan harapan dalam gurat cemas. Menunggu dua sosok itu untuk menyambutnya.
Namun Seungcheol segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Membuat Mingyu kecewa lantas mengurung senyumnya dan menundukkan wajahnya. Seokmin pun masih belum menyambutnya.
Trek.
Sebuah suara hadir tiba-tiba membuat Mingyu mendongak kembali. Dilihatnya Seungcheol yang menyimpan pisau yang tadi dipakainya, juga buah apel yang hampir selesai di kupasnya di atas nakas di samping ranjang Seokmin. Ternyata Seungcheol berpaling darinya hanya untuk menyimpan itu. Terbukti saat sosok tertua itu akhirnya kembali memandang Mingyu.
"Kenapa kau hanya diam disana? Masuklah.."
Senyuman Mingyu terkembang seketika. Seungcheol menyapanya. Begitupun Seokmin yang tersenyum untuknya dan juga melambaikan tangan ke arahnya. Maka langkah itupun tak lagi ragu. Melangkah ringan dengan satu jinjingan berupa kantung kertas cukup besar di tangannya, yang juga menyimpan sesuatu di dalamnya.
"Senang sekali," komentar Mingyu tiba-tiba. Mungkin tanggapan atas hubungan hangat dua saudara yang kini dilihatnya kembali.
"Senang untuk apa?" tanya Seokmin sedikit heran dengan mata yang mengekori gerak tubuh Mingyu, sementara Seungcheol kembali mengupas sisa kulit di tubuh sang apel.
"Senang melihat kalian," jawab Mingyu santai. Ia lalu meletakkan kantung di tangannya di sisi Seokmin yang masih bersila di atas ranjang tersebut.
"Untukku? Apa ini?" tanya Seokmin.
"Untukmu. Buka saja sendiri.."
Seungcheol selesai mengupas seluruh kulit apelnya. Ia belum mengatakan apapun lagi. Iapun membagi apel tersebut menjadi beberapa bagian. Satu untuk Seokmin. Satu ia berikan pada Mingyu. Sisanya ia simpan kembali di meja.
"Mingyu-ya! Tidakkah kau lihat Seokmin kita sekarang sudah besar?" canda Seungcheol tiba-tiba.
"Ish hyung!" protes Seokmin. "Hentikan ucapan itu! Iya aku sudah besar sekarang! Apa bedanya dengan Mingyu?" decaknya sebal.
Namun Seungcheol seperti tak mengerti dan hanya memandang Seokmin dalam harunya. Sebuah rasa haru yang sepertinya enggan meninggalkan hatinya.
"Kau tidak tahu betapa senangnya hyung dapat melihatmu lagi sekarang, huh?"
Seokmin dan Mingyu hanya diam. Hanya menyimak ungkapan Seungcheol. Membiarkan Seungcheol menumpahkan segala yang dirasanya. Ungkapan kata yang teruji akan kebenarannya. Dapat terlihat dari sepasang mata miliknya.
"Bedanya kalian adalah," lanjut Seungcheol sambil menatap Seokmin dan Mingyu bergantian. "Hyung sangat tahu perkembangan Mingyu selama ini. Sedang kau? Hyung tak tahu. Terakhir kali kulihat tinggimu masih sepinggangku! Sekarang? Aku terkejut melihat perubahanmu.."
Mingyu memandang aneh pada Seungcheol yang nampak berlebihan. Ia lirik Seokmin sejenak. "Tapi tingginya tidak melebihi tinggiku!" simpulnya.
Bibir Seokmin mengerucut seketika. Tak suka akan lontaran Mingyu yang tak mungkin pula dibantahnya. Tingginya memanglah tak melebihi tinggi Mingyu. Terlalu sebal akan hal itu, ia meninggalkan percakapan tersebut dan mencoba melihat apa yang dibawa Mingyu.
"Wah!"
Seketika Seokmin memekik senang. Matanya berbinar pada sebuah benda kotak berukuran sedang, terbalut bulu yang halus berwarna dasar biru dengan motif anjing. Ditatapnya Mingyu dengan senyum lebar di bibirnya. "Kau masih ingat aku suka puppy?!" pekiknya.
Mingyu mengangkat bahunya. "Aku tak sengaja membelinya," bantahnya.
"Bohong!" sela Seokmin. "Kau ingat apa yang kusuka dan tidak kusuka! Kau masih ingat segala kebiasaanku!" ungkapnya percaya diri.
Seungcheol menganggukkan kepalanya. "Hyung pun masih ingat tentu saja!" imbuhnya lantas bangkit dan menyentil ujung hidung Seokmin. "Satu bukti bahwa kami tak pernah melupakanmu!" tegasnya membuat Seokmin mengangguk kecil.
Mingyu menggaruk kepalanya. Ia merasa sedang melihat jiwa Seokmin yang lain. Jiwa yang berbeda dengan Seokmin di hari-hari kemarin. "Gantilah bantal itu dengan bantal barumu," titahnya pada Seokmin sambil menunjuk pada bantal rumah sakit berwarna putih polos.
"Kau pikir aku akan berlama disini?" tanya Seokmin.
"Kupikir kau masih harus beristirahat?" ucap Mingyu kembali melempar tanya. Pada Seokmin atau pada Seungcheol yang sekiranya tahu akan jawabannya.
"Tidak Mingyu! Aku baik-baik saja! Aku sudah sangat sehat!"
Mingyu menoleh pada Seungcheol dan lalu mendapat anggukan kecil dari Seungcheol. "Kurasa Seokmin sudah bisa pulang hari ini.."
"Pulang kemana?"
Semuanya diam untuk urusan yang satu itu. Memang masih menjadi hal yang patut diperhatikan saat ini. Mengingat Wonwoo akan bertanya-tanya jika Seokmin langsung dibawa pulang ke rumahnya. Namun Seungcheol seperti belum ingin berpisah dengan Seokmin.
Seokmin memeluk bantal barunya. Ia telah selesai dengan pertimbangannya sendiri. "Aku akan pulang ke asrama tentu saja!"
"Tapi.." sahut Mingyu dan Seungcheol bersamaan.
"Tidak apa-apa hyung," sanggah Seokmin. "Aku hanya sedang memahami kondisi Wonwoo. Bukankah ini yang kalian jaga? Bukankah kalian ingin memberitahu Wonwoo perlahan? Lagipula besok sekolah dimulai seperti biasa bukan?"
Seungcheol memandang sendu pada Seokmin. "setidaknya hyung ingin membawamu pulang terlebih dahulu. Ayahpun meminta padaku untuk membawamu pulang meski sebentar.."
Seokmin tersenyum dibuatnya. "Jangan buat aku berubah pikiran hyung! Aku bisa kembali menjadi diriku yang egois jika kalian terus memaksa.."
"..."
Melihat Seungcheol dan Mingyu diam, Seokmin menganggap mereka telah menyetujuinya. "Tapi sekarang aku ingin tidur! Aku ingin sendiri. Maaf, tapi bisakah kalian tinggalkan aku sendirian?"
Mingyu dan Seungcheol mengangguk mengerti. Nyatanya Seokmin sudah kembali membaringkan tubuhnya. Tertidur di atas bantal barunya, namun ia tertidur menyamping ke arah jendela. Menyembunyikan wajahnya dari Seungcheol dan Mingyu seperti tak ingin lagi memandang keduanya.
Seungcheol mengerti. Sangat mengerti mengenai perasaan Seokmin. Namun iapun harus menempuh jalan tersebut. Menyembunyikan identitas Seokmin sementara demi kebaikan satu nyawa. Tidakkah ini mulia?
Satu gerakan. Seungcheol membenahi selimut Seokmin lalu mengelus kepala Seokmin dan mengecup pucuk kepala dongsaengnya tersebut. "Selamat beristirahat.."
"Hm.."
Tak diketahui baik itu oleh Mingyu dan oleh Seungcheol, bahwa Seokmin tengah menyembunyikan wajah murungnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
AGEUSIA ✔
Teen FictionBROTHERSHIP AREA Akan seperti apa di penghujung cerita nanti? Original Story by ®MinaHhaeElf