Chapter 1

5.2K 190 6
                                    

Tentang mereka semua. Hidup mereka yang berliku. Entah apa yang menjadi permasalahan. Egokah?















~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~












Di awal tahun baru tepatnya, menjelang 1 januari.

Hari yang dinantikan banyak orang dengan segala kemeriahan yang ada. Disambut oleh beribu tawa di antara pesta, pesta kembang api? Pesta minuman?

Ada berbagai banyak hal yang dapat dilakukan di hari itu. Termasuk, sebuah pesta pernikahan yang berlangsung di malam menjelang tahun baru tersebut. Di malam hari, sebuah pesta pernikahan yang mewah berlangsung di sebuah hotel mewah di Seoul.

Ada banyak pasang mata yang menyaksikan, bagaimana saat kedua mempelai itu nampak serasi, lantas menebar cinta mereka.

Dari tiap tatapan mata yang begitu penuh cinta, juga dari sebuah ciuman singkat di bibir, yang mengundang ada begitu banyak riuh tepuk tangan. Namun, tak disangka bahwa, ada yang tak bahagia dengan itu! Ada yang menyambut bingung, dari kebahagiaan tersebut.

Mengapa?

Tepatnya seorang bocah yang mengenakan pakaian resminya. Layaknya yang lain, iapun hadir dan menyaksikan. Namun tak ada raut bahagia di wajahnya. Tak ada tepukan tangan darinya. Ia terlalu sibuk dengan bisikan-bisikan yang menerpa ingatannya.

"Seokmin akan tinggal denganku!"

"Tidak! Dia akan tinggal denganku, titik!"

"Hmh, baiklah! Kita atur jadwal yang adil bagi kita untuk bersama dengan Seokmin. Atau, bagaimana jika liburan sekolah dia bersamaku? Kurasa ini cukup menguntungkan untukmu!"

Jemari-jemari mungil itu mengepal erat, dengan mata yang begitu sendu. Perlahan kepalanya bergerak, membawa serta wajahnya agar menunduk dalam. Suara ribut itu tak ia hiraukan, karena suara dalam batinnya sendiri begitu mengganggu dirinya.

"Besok, Seokmin harus menghadiri pernikahanku. Ia harus menemui ibu barunya!"

"KAU SUDAH GILA!"

Akhirnya, sepasang mata miliknya terkatup rapat, menahan buliran air yang menyeruak, seolah memaksanya untuk menumpahkan mereka. Namun ia bertahan semampunya. Ia tarik nafasnya dalam, lantas tanpa sepengetahuan siapapun, kakinya mulai beranjak meninggalkan keramaian.







...








Sunyi.

Mungkin ini yang diinginkan olehnya? Setelah sebelumnya, ia menaiki sebuah taksi sedang sang supir menatap bingung ke arahnya. Wajar mengingat, "Mengapa kau keluyuran sendirian anak manis?" begitulah tanya sang supir padanya.

Ia memang sendirian, mengundang rasa heran bagi siapapun orang dewasa yang melihatnya. Melihat seorang bocah yang pergi sendirian di malam hari tanpa siapapun di sampingnya. Namun dengan tegas ia berkata, "Antar aku ke rumah ibu! Jangan heran paman, aku punya uang meski usiaku masih delapan tahun," dan berakhir dengan sang supir yang mengangguk mengerti.

AGEUSIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang