Chapter 27

799 83 2
                                    

Seungcheol tengah mencoba untuk menyelimuti tubuh sang adik, Seokmin yang tengah tertidur menyamping di atas sofa. Ia tutupi tubuh Seokmin dengan selimut hingga hampir sebagian dagunya. Tak ingin sedikitpun dingin itu menyentuh sang dongsaeng yang tengah rapuh kini.

"Dia mengatakan dia merindukan Seokmin. Ia terlalu cemas memikirkan Seokmin dan berniat akan menyusul Seokmin dan juga berniat menemuimu Seungcheol! Tapi mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan saat menuju bandara.."

Seungcheol mendesah kecewa kala mengingat cerita-cerita yang ia dengar dari nenek dan kakek di pihak sang ibu. Keduanya memang telah lama menetap di negara tersebut meski jarang pula sekedar menemui putri mereka atau cucu mereka.

Seungcheol menyingkap poni di kening Seokmin yang sedikit basah. Ia elus perlahan pipi Seokmin yang nampak pucat kini. Dapat pula dirasanya kulit Seokmin yang panas menyentuh kulitnya.

Anak itu terserang demam semalaman tadi. Meski Seungcheol heran karena Seokmin tak mengeluh sedikitpun. Tak mengigau resah dalam tidurnya. Jika saja Seungcheol tak melihat wajah Seokmin yang memucat ia mungkin tak akan tahu.

Setelah Seokmin aman dalam lindungan selimutnya, Seungcheol menapaki lantai lain di kediaman tersebut. Sebuah rumah sederhana yang baru ia injak untuk pertama kalinya. Ia tersenyum kala melihat sebuah foto berbingkai, terpajang di atas lemari yang berisikan sedikit barang antik disana.

Ada wajah sang ibu dan juga Seokmin yang tengah menekuk wajahnya disana.

"Apa selama ini ia tak pernah tersenyum bu?" gumam Seungcheol sendiri sambil mengusap wajah sang ibu, juga Seokmin yang terlihat bersedih disana.

Seungcheol terenyuh. Ia tersentuh saat melihat dengan kedua matanya sendiri, bagaimana tak bahagianya Seokmin disana.

"Seharusnya aku tak membiarkan kalian pergi!" sesalnya. "Aku tak akan biarkan jika Seokmin tak bahagia! Aku bodoh!" rutuknya sambil mengusap uraian air mata di wajahnya.

"Seharusnya ibu menceritakan semuanya sebelum kau pergi bu!" lirihnya.

"Sekarang aku harus bagaimana? Seokmin tak ingin kembali padaku, tapi ia tak mungkin ikut bersamamu kan?" ungkapnya panjang.

Satu helaan nafas mengakhiri percakapannya seorang diri. Ia tak bisa lagi melihat foto tersebut. Terlalu sakit baginya melihat Seokmin yang terlihat mengurung senyumnya. Maka ia putuskan untuk menyimpannya kembali, dan mulai menapaki tiap lekuk rumah tersebut. Mencoba membayangkan mungkin sang ibu pernah duduk di sofa berwarnakan coklat tua tersebut. Keduanya pernah bergerak bebas di dalam rumah tersebut. Hidup lama tanpa sepengetahuan dirinya.

Setelah ia puas melihat segalanya, iapun bergegas untuk kembali menemani Seokmin. Dongsaengnya yang kini telah sedikit membuka matanya.

"Kau sudah bangun?" tanya Seungcheol sambil mendekat.

Namun Seokmin tak bergeming meski matanya terbuka sempurna. Ia hanya pandangi sebuah meja di hadapannya dengan sebuah pot hias terisi setangkai bunga mawar merah yang telah layu. Bunga yang mana ia tahu, itu adalah kesukaan ibunya. Kedua matanya bahkan kembali berembun kala melihatnya.

"Jangan menangis lagi, Seok.." cemas Seungcheol yang malah membuat Seokmin kembali terisak.

Dengan cepat ia mengambil segelas air untuk Seokmin. Namun saat dirinya kembali, Seokmin sudah terduduk dengan kepala yang terkulai pada sandaran sofa. Ia kembali melamun.

"Ibu akan bersedih melihatmu seperti ini," bujuk Seungcheol. "Minumlah. Kau harus tenangkan dirimu.."

Seokmin segera memalingkan wajahnya dari hadapan sang hyung. "Kenapa kau belum pulang? Wonwoo akan membutuhkanmu!" cetusnya dalam nada yang dingin.

AGEUSIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang