Jung Hyemin..
Sebuah nama yang kini tertera pada sebuah nisan. Nisan yang tertancap pada tanah baru di tengah rerumputan hijau.
Sebuah gambaranpun nampak tengah di dekap oleh seorang pemuda tampan meski wajahnya dipenuhi tangis. Wajah yang memerah dengan mata yang sembab. Isak tangispun masih pilu terdengar di antara riuhnya angin disana.
Ia elus wajah tak hidup dalam foto yang kini ia dekap di dadanya. Ia bergumam "ibu.." dalam satu bisikan disusul rintihan tangis yang lain.
"Aku mencintaimu bu," ucapnya lagi dengan bulir air mata yang kian bertambah membasahi wajahnya.
Cukup lama ia berdiri disamping gundukkan tanah tersebut. Di tengah teriknya matahari. Hingga sebuah payung hitam tiba-tiba hadir dari tangan lain. Melindungi dirinya dari terik tersebut.
"Cukup Seok. Sampai kapan kau berdiri disini?"
Seokmin tak bergeming. Ia terus saja memanggil sang ibu dalam tangisnya. Memandang gundukan tanah itu meski pandangannya mengabur karena tangisnya.
"Bu, jangan tinggalkan aku! Jangan!"
"Hyung juga tak ingin ia pergi seperti ini," timpal Seungcheol pada akhirnya.
"Dia pergi tanpa mengatakan apapun pada kita. Padahal hyung ingin berbicara banyak dengannya," imbuhnya dalam suara yang sebenarnya hampir bersaingan dengan suara isak Seokmin.
"Kau tahu bahkan hyung belum melihat lagi wajahnya semenjak kalian pergi waktu itu.."
Suara angin yang riuh turut meramaikan suasana. Angin berhembus cukup kencang.
Sekian menit akhirnya Seokmin dapat meredam tangisnya. Namun ia hanya diam dan mematung. Pandangannya entah tertuju kemana. Hanya kosong yang ada disana.
"Seok! Seokmin jangan berkelahi lagi!"
"Ibu ingin yang terbaik untukmu.."
"Tiga tahun, apa itu cukup? Ibu menunggumu Seok.."
Seokmin memejamkan matanya dengan rapat. Meskipun hanya terdapat kesan buruk selama ia tinggal bersama sang ibu, namun wajah ibunyalah yang selalu hadir untuknya. Menemaninya dan selalu mengkhawatirkannya. Sekarang jika sosok itu menghilang begitu saja bagaimana jadinya?
"Kami harap kau mengerti keadaan Wonwoo! Kami akan memberitahukan ini semua dengan perlahan.."
"Aku tak sanggup jika harus terus berpura-pura menjadi orang lain! Aku butuh kalian.."
Seokmin mengepalkan tangannya. Ia sempat berfikir untuk pulang dan kembali bersama sang ibu karena beberapa hal. Tapi apakah sekarang bisa? Membuatnya putus asa..
"Seokmin! Jika kau memukul orang lain disana, maka ibu akan membawamu pulang!"
Nafas Seokmin tercekat seketika. Ia menelan paksa ludahnya. Dan tanpa disadarinya, foto dalam dekapannya terjatuh. Ia bertekuk lutut di samping makam sang ibu.
"Bu! Maafkan aku," ujarnya. "Aku melanggar janjiku! Aku telah memukul orang lain.."
Seungcheol yang sedikit terkejut dengan pergerakan Seokmin baru saja, menjadi menautkan kedua halisnya. Ia tengah menatap Seokmin heran.
Apa yang dikatakan bocah tersebut sebenarnya?
"Bukankah jika aku memukul orang lain, kau akan membawaku pulang?" tanya Seokmin bagai orang yang kehilangan akalnya. "Maka bawalah aku bu! Bawa aku sekarang!" raungnya.
Tentu saja Seungcheol terkejut mendengarnya. Pulang kemana? Apa Seokmin tengah mengatakan tentang kematian sekarang?
Membuat Seungcheol terkesiap dan bahkan melempar payung hitam di tangannya. Dilihatnya Seokmin yang tengah menggaruk tanah, menggali tempat peristirahatan terakhir sang ibu dengan brutal.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGEUSIA ✔
Teen FictionBROTHERSHIP AREA Akan seperti apa di penghujung cerita nanti? Original Story by ®MinaHhaeElf