Chapter 38

762 91 9
                                    

SRET.

Sesaat setelah membuka matanya, Seungcheol bangkit dengan sedikit tak sabar. Wajahnya terangkat. Kepalanya bergerak gelisah dengan mata yang menjarah keadaan di sekelilingnya. Ada segurat cemas yang sepertinya belum beranjak dari wajah pucatnya saat ini.

Tak ada siapapun di sekitarnya kini. Ia bahkan sedikit terkejut saat tersadar dimana dirinya kini. Diliriknya tirai yang menahan cahaya benderang dari luar sana.

'Siang!' pekiknya dalam hati.

Ia melirik jam dinding yang ada dalam ruangan berdinding putih tersebut.

"Pukul sebelas.. siang?" ucapnya mencoba menebak-nebak, mengulang kembali kejadian terakhir yang dialaminya. Hingga ia elus permukaan kasur yang kini ditempatinya.

"Bagaimana aku bisa ada disini?" gumamnya heran. "Apa yang terjadi, dan Seokmin?!"

Ia memekik seketika ketika diingatnya; dirinya yang tak sadarkan diri sesaat setelah bunyi lengkingan keras menusuk pendengarannya semalam. Lengkingan panjang yang menandakan berakhirnya kehidupan sang dongsaeng. Lengkingan yang kini terngiang kembali di otaknya. Membuatnya turun dari ranjangnya dengan tergesa-gesa.

"Seokmin!" lirihnya dalam tangis yang sepertinya akan segera tertumpah kembali. Ia berjalan walau lunglai di tengah tenaganya yang belum terlihat pulih. Lalu kemana ia akan pergi?

Ruang rawat yang baru saja dihuninya saja, ia tak tahu ada di bagian mana dari rumah sakit yang mana ia tahu, itu masihlah satu atap dengan Seokmin yang kini dicarinya. Dicarinya tanpa arah. Mulutnya gemetar dengan mata menyala, tak henti untuk menyisir tiap sudut ruangan yang ia temui.

"Dimana dia!" paniknya. "Aku harus menemukannya!"

Terus dan terus dicarinya. Ruangan yang ia tempati semalaman kemarin. Dimana Seokmin ada disana, terbaring.

Ketakutan terbesar baginya adalah, 'bagaimana bila mereka melakukannya pada Seokmin?' atau sebersit penyeselan, 'mengapa aku harus kehilangan kesadaranku!' sesalnya sambil memegangi kepalanya yang terus terasa berdenyut.

Satu lorong ia hafal. Ada beberapa kursi tunggu dengan warna yang ia hafal juga.

Di salah satu belokan tiba-tiba langkahnya menjadi mantap. Ia berjalan pada arah yang menurutnya benar. Ia tersenyum di antara lelahnya. Di antara keringat dingin yang terus mengucur dari dahinya dan juga permukaan wajah yang lain.

Semoga! Hanya kata semoga yang menjadi harapan satu-satunya. Harapan atas segala gundahnya. Hingga..

Sampai!

Dengan gemetar yang belum mampu ditanganinya, Seungcheol meraba sebuah pintu di hadapannya kini dengan rasa takut bercampur cemas. Dengan ragu ia dorong pintu tersebut. Ia dorong hingga dapat membuatnya dapat melihat seisi ruangan tersebut.

Namun seketika Seungchrol mengernyit, menautkan kedua alisnya. Ia heran!

"Dimana dia?" tanyanya dengan suara kecil yang menggema di ruangan tersebut. Seperti terpukul, raut wajahnya begitu sakit mendapati ruangan yang kini telah bersih.

"Seokmin-ah..." lirihnya sambil mengusap permukaan ranjang yang kini telah kosong dan rapih.

"Maaf, hyung terlambat!" sesal Seungcheol, sambil mulai meremas sprei putih di ranjang tersebut. Ia remas dengan kuat, bahkan meneteskan beberapa bulir air matanya disana.

AGEUSIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang