Hari cepat berlalu. Berbagai peristiwapun terjadi, seperti seharusnya.
Burung-burung yang beterbangan di langit. Matahari yang memancarkan sinarnya di antara awan dan langit yang cerah. Manusiapun, masih mampu menghirup udara di sekitarnya. Semua berjalan seperti biasa..
Bel sekolah berbunyi..
Sekitar pukul 10 dan sudah waktunya istirahat bagi sekolah yang kini dihuni Seokmin.
Dirinyapun begitu, keluar dari kelasnya dengan gerakan menggeliat pelan. Ia terlihat mengantuk setelah melalui pelajaran yang membosankan. Kakinya melangkah untuk mencari tempat yang nyaman baginya untuk beristirahat namun..
Satu pemandangan nampak mengganjal. Tepatnya di lorong sepi menuju gudang belakang sekolah. Ia menyipitkan matanya, kala melihat beberapa siswa tengah menekan serta satu di antaranya tengah menghimpit satu siswa lain yang nampak kalah.
"Aku tak akan membiarkan kalian mengatakannya lagi!"
Suara yang Seokmin hafal. Itu suara Wonwoo. Berteriak dengan lantang padahal dirinya tengah terjepit. Juga, siswa yang tengah mengerubunginya?
Seokmin pun masih ingat. Sama, dengan mereka yang waktu itu, dimana salah satunya membuat kepalanya terluka saat itu. Mereka masih orang yang sama..
"Kami membencimu! Ibumu menyebalkan!"
"Hentikan!"
Suasana mulai menjadi tak tenang. Seokmin terlihat mulai melangkah mendekati perlahan, namun mereka tak menyadari kedatangannya hingga, "akh!" satu teriakan keluar dari bibir Wonwoo sambil menundukkan wajahnya.
Seokmin melihatnya. Wonwoo mulai berjengit sakit, sementara kedua tangannya terkunci. Rasa ragu mulai menyerang. Ia membatin. 'Dia bukan siapa-siapa!'
'Dia saudara tiriku?'
'Dia merebut hyung?'
Seokmin memejamkan erat matanya dengan tangan mengepal. Iapun berbisik, terus bergumam hingga satu kata terlintas. Kata yang pernah Wonwoo ucapkan untuknya..
"Kita teman!"
Ya. Mereka sudah menjadi teman hingga Seokmin fikir, membantu teman? Tidaklah buruk..
Selang beberapa waktu, hanya butuh beberapa langkah bagi Seokmin untuk menghampiri mereka. Kali ini ia tak lagi ragu.
Persetan dengan janjinya pada sang ibu. Ia tarik kerah baju salah satu di antara mereka, lantas memberikan satu pukulan yang pasti. Ibunya tak akan melihatnya lagipula, ia sedang menolong temannya. Ya. Teman! Hanya teman..
...
Nampak Mingyu tengah berjalan tergesa-gesa. Ia lupa, meninggalkan Wonwoo hingga sekarang, tersiar kabar mengenai Wonwoo yang kembali memasuki ruang kesehatan di sekolah tersebut. Ia merasa, dirinya wajib menyesali kelalaiannya kali ini.
Di tangannya, satu botol kecil berisi pil-pil dibawanya. Milik Wonwoo! Ia membawa obat pribadi milik Wonwoo. Ia tahu Wonwoo membutuhkannya.
Brak.
Dengan tak sabar ia membuka pintu ruang kesehatan, dan melihat Wonwoo tengah terbaring lemah dengan bibir yang memucat. Namun matanya, masih mampu menatap tajam ke arah Mingyu yang hanya mematung di ambang pintu.
"Sekali lagi kau membuka pintu sekeras itu, aku akan benar-benar mati!" ocehnya terdengar sebal. Nampak sekali, ia kesulitan saat harus menarik tiap nafasnya.
Mingyu menghirup dalam nafasnya. Sungguh Wonwoo telah membuatnya ketakutan tadi. Namun, dengan sikapnya baru saja, ia menjadi tersadar bahwa Wonwoo sudah membaik meski tetap, Wonwoo membutuhkan obat yang kini berada di tangannya.
"Kau kemana saja Mingyu! Tadi mereka mengusiliku lagi!" adu Wonwoo, sambil mulai terduduk setelah Mingyu mendekat padanya dan membantunya.
"Aku.." ucap Mingyu terhenti. Ia ragu untuk mengatakan, meski akhirnya ia katakan juga. "Aku sedang ke ruang guru tadi, mencari data temanmu!"
"Huh?" Wonwoo heran dibuatnya.
Mingyu menjadi gusar melihat raut di wajah Wonwoo.
"Bukankah kau ingin tahu namanya?!" decaknya saat melihat Wonwoo mulai menahan tawanya. Ia tak suka, jika Wonwoo mentertawakannya bagai orang bodoh.
"Masih sakitpun, kau mampu tertawa seriang itu, Won! Hentikan!"
"Kau membuatku tertawa! Padahal aku kan bisa tanyakan langsung padanya nanti.." timpal Wonwoo.
Mingyu menggelengkan kepalanya. Ia mencoba mengalihkan perhatian Wonwoo, lantas mengambil segelas air di meja di samping ranjang, juga menyerahkan obat pada Wonwoo.
"Cepat minum obatmu!" perintahnya namun, ia menjadi membuka lebar matanya ke arah Wonwoo, memelototi Wonwoo yang menutup rapat mulutnya dengan kedua tangannya.
"Wonwoo!" desak Mingyu.
Wonwoo mengerucutkan bibirnya. "Tapi janji, jangan mengatakan pada ibu soal kejadian siang ini, ya?" pintanya.
"Kenapa?"
"Tadi mereka menyerangku karena kemarin, ibu melaporkan perbuatan mereka pada pihak sekolah!" dengus Wonwoo.
Mingyu tak lagi menimpali. Dengan sedikit paksaan akhirnya ia berhasil membujuk Wonwoo menelan pilnya. Ia sedikit lega, lantas menyuruh Wonwoo untuk segera beristirahat kembali.
Wonwoo pun hanya menurut saja selain, ia memang kelelahan. Nafasnyapun belum seutuhnya terasa ringan. Namun sebelum menutup matanya, ia bertanya, "jadi kau sudah tahu namanya?"
Mingyu diam..
"Siapa namanya?"
"Dia.."
"Siapa?"
Nafas Mingyu berhembus pelan. Raut wajahnya begitu rumit Wonwoo lihat. "Namanya Lee Seokmin, Won. Lee Seokmin.."
Ya. Wonwoo hanya mengangguk. Ia terlihat senang mengetahui nama dari kawan barunya. Ia baik-baik saja. Ia tak tahu bukan, siapa itu Lee Seokmin. Hanya teman barunya. Hanya. Hanya ini yang ia tahu..
"Mingyu! Dia menolongku tadi. Ucapkan terima kasihku padanya ya?" ucap Wonwoo mulai melemah, karena ia mulai jatuh dalam tidurnya.
Mingyu tersenyum tipis, diiringi sebuah lirih yang terukir dari wajahnya. Perlahan dibenahi selimut tipis untuk menutupi tubuh Wonwoo.
Entah apa yang harus dikatakannya kini. Ia masih terkejut. Masih mencoba memahami. Kemana arah cerita ini? Mengapa semua seperti sekarang? Mengapa Seokmin seperti sekarang? Mengapa dan mengapa? Mungkin..
"Ini takdir! Tuhan menyayangi kalian. Tuhan ingin kalian bersama.."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
AGEUSIA ✔
Teen FictionBROTHERSHIP AREA Akan seperti apa di penghujung cerita nanti? Original Story by ®MinaHhaeElf