Chapter 5 -Do Not Know What To Do-

95 20 6
                                    

''Perihal soal perasaan itu adalah sebuah pilihan hati, sulit jika terburu-buru apalagi diburu-buru untuk memilihnya.''

Di dalam cafe modern dengan desain kekinian yang dihiasi dengan cahaya lampu warna-warni yang lebih memberikan suasana indah di malam hari, dilengkapi fasilitas AC dan diiringi dengan musik menambah kenyamanan ramai dipadati para pengunjung yang mayoritas adalah kalangan anak muda, dari perkumpulan anak cowok ataupun perkumpulan anak cewek sampai dengan orang berpacaran.
Terlihat ketiga cowok sedang menikmati minuman serta saling bercakapan, Darren, Gerald dan Rafael.
"Gimana aman nggak?" tanya Rafael secara tiba-tiba.
"Darurat!" sahut Darren menelan minumannya.
"Maksud lo berdua aman darurat apaan? Perasaan aman-aman aja nggak ada yang darurat" sahut Rafael sambil jari tangannya menaikkan sedotan minumannya.
"Vanka bukan cewek sembarangan, yang ketemu gue langsung baper. Dia ketemu gue cuek banget. Gue ajak ngobrol aja nggak dijawab, jawabnya irit banget." cetus Darren menatap kedua temannya.
"Yaelah! Jual mahal tuh! Namanya cewek. Biar lo berusaha ngejar-ngejar dia gitu! Kayak nggak tau aja cara mainnya." timpal Gerald menatap Darren.

Darren tidak tahu sifat asli Vanka, tetapi diawal pertemuannya sifatnya begitu dingin dan tidak menghiraukan keberadaan Darren yang ada di sampingnya. Percakapannya saja hanya terbalaskan oleh sesingkat kata yang keluar dari mulutnya. Darren tidak berpikir jika sifat Vanka akan terlihat berpura-pura di depannya, tetapi baginya Vanka sulit ditaklukan saat ini.
"Tapi dari wajah-wajahnya sih kayaknya emang cuek tuh cewek." sahut Gerald berkata ragu.
"Cover bukan segalanya! Jaman sekarang beda tempat beda wajah kali!" balas Rafael sembari mengambil makanan untuk dimakannya.
"Perasaan lo di manapun berada tetep aja wajah lo. Nggak berubah buriknya!" sambung Gerald mengunyah makanannya.
"Perasaan lo aja kali. Orang gue makin hari makin mempesona." timbal Rafael menegakkan tubuhnya.
"Siapa yang bilang?" tanya Darren pada Rafael.
"Pastinya my mother dong!" jawab Rafael terkekeh bangga.
Seperti biasa, disaat permasalahan sedang melanda. Segala upaya candaan Rafael selalu berusaha dia lakukan, agar dapat mencairkan suasana yang terlihat sangat serius ini. Tetapi balasan Darren hanya dihiraukan dan Gerald terlihat begitu muak dengan semua kelakuan, tapi semua sikap mereka saling melengkapi dalam pertemanannya.

Cahaya sinar matahari yang terpantulakan dari luar jendela masuk ke dalam kamar yang berdominan warna hitam dan putih, tergantung beberapa dekorasi unik yang menempel di dinding, tersusun rapi foto berbaris di atas meja, di dalamnya terdapat Darren yang sedang memakai dasi di depan cermin kamarnya untuk bersiap berangkat pergi ke sekolah pagi ini.

"Darren sarapannya udah siap. Buruan turun!"
Terdengar suara perempuan yang memanggil Darren agar segera turun menyuruh sarapan pagi.
Darren bergegas mengambil tasnya dan memakai sepatunya lalu melangkahkan kakinya turun satu persatu melewati anak tangga menuju ruang makan.

"Ayo sarapan dulu!" ucap perempuan yang tadi memanggilnya.
Berparas cantik memiliki rambut yang lurus hitam terurai panjang sepunggungnya, berhidung mancung bak artis terkenal, kulitnya putih bersih bagaikan warna buah bengkoang. Nama lengkapnya Maya Karlina yang biasa Darren panggil dengan sebutan Mama Maya.
"Ganteng banget sih. Tapi sayang, masih jomblo" ujar mamanya sembari mengambil nasi dan diletakkan di piring.
"Katanya kalo sekolah fokus belajarnya bukan fokus cari pacarnya." jawab Darren menarik kursi dan didudukinya.
"Kena sekakmat deh." lanjut mamanya tersenyum melirik Darren.
''Emangnya Mama maunya Darren punya pacar yang kayak gimana?'' tanya Darren dengan salah satu tangannya menyedok nasi.
''Pokoknya anak yang baik, nggak macem-macem dan pastinya tulus ke kamu. Jangan lupa ya mau nerima Mama Mantunya juga!'' terang Mama Darren yang berusaha menjelaskan kriteria Calon Menantu yang dia idamankan.
''Berarti bukan pacar ya, Ma? Lebih tepatnya Menantu.'' jawab Darren menghembuskan napasnya perlahan.
''Ya itu senyaman kamu aja. Yang terpenting kamu bahagia.'' balas Mamanya tersenyum mendekati Darren yang sedang makan.
''Iya, Mamaku Sayang.'' ucap Darren membalas senyum Mamanya yang terlihat begitu tulus.
Bagi Mamanya Darren membutuhkan sosok perempuan yang baik dan tulus mencintainya dan dapat menerima segala yang dimiliki oleh Darren tanpa kata tetapi. Baginya siapapun kelak perempuan yabg ditakdirkan untuk Darren adalah sosok perempuan yang baik.

arenka -on going-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang