Chapter 35 -No Need To Comment-

128 4 0
                                    

''Terkadang berbagai komentar setiap orang bukan menjadi solusi dalam hidup seseorang, terkadang itu akan menjadi permasalahnya.''

Gerald melajukan mobil keluar dari gerbang Rumah Darren. Vanka terlihat pandangan matanya menoleh ke belakang masih dengan memperhatikan Rumah Darren dari kejauhan sampai tidak lagi kelihatan.
"Jangan-jangan Vanka sama Darren udah saling jatuh cinta dong!" pungkas Rafael melirik Gerald yang sedang fokus menyetir mobil.
"Kalo mau ngomong dipikir dulu! Kalo nggak punya bukti mending nggak usah ngomong yang belum tau itu benar atau salah!" jelas Vanka melirik ke arah Rafael.
Ucapan Rafael membuat Vanka tidak terima dan berlangsung memperlihat wajah kesalnya.

Vanka selalu begitu kesal, mendengar ucapan orang lain yang mengatakan jika dia jatuh cinta pada Darren.
"Bercanda Van. Jangan serius-serius dong! Btw Shepora jomblo?" lanjut Rafael bertanya pada Vanka.
"Alhamdulillah jomblo. Tapi kalo lo mau deketin Shepora, saran gue lo harus siap mental banyak-banyak karena kalo mental lo cuma beberapa persen aja takutnya langsung dihempasin! Soalnya Shepora galak banget apalagi sama buaya darat yang mulutnya suka ngomong manis tapi kenyataannya pahit bener kayak jus pare." terang Vanka tersenyum pada Rafael.
Urai Vanka membuat Rafael hanya terdiam dan menegukkan salivanya.

Gerald menghentikan mobil di depan gerbang Rumah Vanka.
"Thank ya! Gue pulang dulu!" ucap Vanka membuka pintu untuk keluar.
"Bye-bye!" Vanka melambaikan tangan kepada Gerald dan Rafael.

Vanka berlangsung melangkahkan kedua kakinya memasuki pintu rumahnya yang masih terbuka lebar. Mungkin Mamanya belum tidur, itu yang dipikirkan Vanka.
"Cie-cie!" sahut Mamanya dari belakang jendela.
"Ih Mama ngapain sih malem-malem ngagetin orang aja!" gerutu Vanka berjalan masuk.
"Gimana keadaan Darren?" tanya Mamanya menutup pintu rumah.
"Langsung sembuh!" tegas Vanka masuk ke dalam kamar.
Sama saja membuat Vanka semakin kesal, Darren terus yang ada dipikiran Mamanya.

Vanka langsung membaringkan badannya pada kasur. Secara tiba-tiba handphone Vanka bergetar, dia meraihnya di dekat bantal. Ternyata itu panggilan telepon dari Darren. Tanpa berpikir panjang, Vanka menggeser tombol hijau untuk menyambungkan panggilan tersebut.
"Hallo?" ucap Vanka pada Darren.
Kemudian Darren mengalihkan panggilan telepon menjadi video call. Vanka segera menutupi wajahnya menggunakan selimut kecuali bagian kedua mata.
"Lo ngapain kek kura-kura ninja?" tawa Darren melihat kelakuan Vanka.
"Lo yang ngapain telponin gue? Orang masih sakit." sahut Vanka mengerutkan alisnya.
"Langsung sembuh habis lo jenguk! Besok gue jemput ya!." tukas Darren pada Vanka.
"Lo aja masih sakit nggak usah pake jemput gue deh. Lagian lo nggak boleh naik motor dulu! Bahaya." geram Vanka
"Makin hari makin perhatian aja!" canda Darren yang membuat wajah Vanka tersipu mulu.
"Ah udahlah gue mau tidur!" pungkas Vanka kembali membaringkan badannya pada kasur.
"Yaudah deh. Selamat malam buat Nona Vanka!" ucap Darren tersenyum pada Vanka.
"Semoga lo mimpi buruk!" cetus Vanka langsung mengakhiri video call.
Tidur, mungkin akan mengatasi segala keluh kesalnya dari kenyataan hidupnya yang begitu rumyam.

Pagi ini Vanka sudah bersiap duduk di kursi depan teras rumahnya. Dengan kedua tangannya memegang handphone sambil kedua matanya yang menatap ke arah layar handphone.

Brem!

Motor Darren berhenti tepat di halaman rumah. Vanka bergegas berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati motor Darren.
"Semangat bener, Den!" sambut Vanka seraya memakai helm di kepala.
Aneh tapi memang hari ini Vanka menunggu kehadiran Darren untuk menjemputnya.
"Ada kemajuan ni, walaupun nggak dipanggil sayang tapi ada panggilan spesial!" ungkap Darren melirik Darren.
"Oh gue ada panggilan spesial banget khusus buat lo. Babi ngepet!" sahut Vanka langsung naik ke atas motor.
"Yang cakep kek gini dikatain babi. Gimana kalo jelek?" ujar Darren mengegas motor.
Apa saja ejekan dan hinaan dari Vanka tetap Darren terima dengan senyumannya. Yang terpenting baginya, Vanka ada di sampingnya.

Suasana Kelas Xll IPS 2 sangat sunyi hanya terdengar suara penjelasan angka bilangan dari Bu Clara selaku Guru Matematika, terlihat semua sangat memperlihatkan apa yang diucapkan olehnya. Tetapi berbeda dengan Darren sedang tersenyum sendiri dengan pandangan kosong yang menghiraukan sekelilingnya.
"Jadi hasil penyelesaiannya berapa Darren?" sahut Bu Clara mengarahkan spidol ke arah Darren.

Darren tetap saja masih terdiam dalam lamunannya.
"Darren! Darren!" lirih Rafael menepuk salah satu lengan tangan Darren dari samping bangku.
"Eh maaf-maaf, Bu!" ucap Darren menyipitkan mata.
"Kamu lagi ngelamunin apa sih? Pasti pacar!" pungkas Bu Clara mendekati tempat bangku duduk Darren pada sudut tengah.
"Biasalah, Bu! Anak muda lagi dimabuk cinta." canda Rafael menaikkan alisnya melirik Darren.
Darren merunduk dengan tersenyum kecil.
Benar apa yang diaktakan Rafael, dia sedang melamunkan Vanka.

Vanka dan Shepora saling bergandengan tangan melangkahkan kakinya bersamaan keluar menuju pintu kelas untuk pergi ke kantin. Ketika mereka sudah hampir keluar dari pintu, terdapat seorang cewek bertubuh sedang dengan rambut sepundak menghampiri mereka berdua.
"Vanka lo disuruh ke Ruang TU sekarang!" ucap cewek tersebut kepada Vanka.
"Oh iya. Makasih!" balas Vanka kepada cewek tersebut langsung beranjak pergi.
"Yah nggak jadi ke kantin bareng dong." keluh Shepora mengerutkan bibir.
"Hmm lo ke kantin sendiri aja ya? Oh ya, nanti kalo Darren nanya bilang aja gue lagi ke toilet!" papar Vanka segera melangkahkan kakinya keluar kelas.
Vanka benar-benar tidak mau keberadaannya diketahui oleh Darren.

Tok tok!

"Masuk!" perintah dari seseorang yang ada didalam yaitu Bu Amara.
Vanka bergegas melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan yang terdapat beberapa guru yang sedang sibuk terhadap kegiatannya. Kemudian dia berjalan mendekati meja Bu Amara pada bagian sudut samping sebuah lemari rak.

"Permisi Bu! Saya Vanka." sapa Vanka tersenyum pada Bu Amara yang sedang menulis sesuatu pada lembaran kertas.
"Oh iya. Silahkan duduk!" perintah Bu Amara menunjukkan sebuah kursi yang ada di depan mejanya.
"Kamu tau kenapa saya panggil?" tanya Bu Amara menatap Vanka penuh makna.
"Karena tanggungan pembayaran." balas Vanka menundukkan kepala ke arah bawah.
"Kamu sama sekali belum membayar biaya sekolah bulanan semester dua di kelas XI ini. Mau dilunasi kapan?" lanjut Bu Amara menatap Vanka dengan menaikkan alisnya.
"Insya Allah secepatnya, Bu." ucap Vanka mengangkat kepalanya ke atas perlahan.
"Ibu mohon segera ya! Karena sebentar lagi mau penilaian kenaikan kelas." pinta Bu Amara tersenyum kepada Vanka.

Seusai menemui pihak TU, Vanka bergegas melangkahkan kakinya kembali ke arah kelas. Tanpa berpikir untuk menemui Shepora yang masih berada di kantin, Vanka duduk di bangkunya seraya tangan kanannya mengambil handphone miliknya yang berada di dalam tas. Suasana kelas begitu sepi, hanya tersisa Vanka saja. Karena semua sedang melakukan aktivitas di luar kelas, kebanyakan sedang menikmati menu makanan dan minuman di kantin sekolah.

Lika-liku hidup Vanka banyak juga yaa ternyata. Ada banyak tawa karena kehadiran Darren dan ternyata ada juga kesulitan yang dialaminya. Rasanya sedih yaa gimana cara dia mengatasi masalah tersebut?

Penasaran sama kelanjutan cerita Darren & Vanka? Yuk ikutin terus yaa dengan setia menunggu update setiap chapternya, karena bakal banyak kejutan di setiap ceritanya.

Jangan lupa buat vote dan comment yaa guys!! Terimakasiii aku ucapkan buat yang udah dukung karya aku. I love u my lovers. See u next chapter my readers.<3

arenka -on going-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang