Chapter 31 -Seriousness In Joking-

98 4 0
                                    

''Bercanda bisa menjadi awal dari keseriusan hati. Tetapi jika sudah serius, candaan tidak dapat terlihat dalam keseriusan ini.''

Mereka menyelusuri jalan dengan kedua kaki Darren yang masih mengayuh sepeda. Sesampainya Darren menghentikan sepeda di sebuah taman kota. Kebetulan Rumah Vanka tidak jauh dari pusat kota apalagi jika melewati jalan pintas.

Tit!

Suara rem dari sepeda Vanka.
"Lama banget nggak main kesini." ucap Vanka tersenyum melihat sekeliling.
Memang Vanka yang selalu berada di rumah, jarang sekali dia dari kata keluar apalagi main ke suatu tempat, termasuk bersama seorang cowok. Ini baru pertama kalinya dia bersama Darren.

"Makanya ini kesini." balas Darren langsung duduk di kursi besi sebelah sepeda.
"Darren! Mau es krim!" pinta Vanka berarah pada seorang bapak penjual es krim.
"Yaudah! Ayo!" ajak Darren mengandeng tangan Vanka.
Mereka berdua berjalan menghampiri penjual es krim tersebut terdapat tiga anak kecil yang juga membeli saling bergantian.

"Pak mau beli es krim!"
"Aku mau rasa coklat!"
"Aku beli satu, Pak!"
Sahutan dari ucapan ketiga anak kecil yang berada disana.
"Adik-adik pelan-pelan ya! Satu-satu biar bapaknya nggak bingung!" pelan Vanka kepada semua anak kecil.
"Iya, Kak! Soalnya nggak sabar mau main." balas seorang anak kecil laki-laki.
"Kakak ini pacaran ya?" tanya seorang anak kecil laki-laki lainnya.
"Hmm ini teman sekolah aku, Dek." jelas Vanka tersenyum pada anak kecil tersebut.

"Teman tapi mesra ya, Kak?" pungkas anak kecil dengan tertawa.
Ketiga anak kecil yang berada di situ ikut tertawa mendengar pernyataan tersebut. Vanka hanya tersenyum dengan menyipitkan matanya dan melirik Darren. Vanka membatin, memang anak jaman sekarang udah kenal namanya cinta, nggak pandang usia.

"Ini rasa coklat! Ini rasa vanilla sama ini rasa stoberi!" sahut bapak penjual memberikan ketiga es krim kepada anak kecil.
"Yeah!"
"Hmm enak!"
"Makasih ya, Pak!"
"Kita main dulu ya, Kak!"
"Da da da"
Ucapan dari ketiga anak kecil segera berlari sambil melambaikan tangan kepada Vanka dan Darren. Mereka berdua tersenyum juga membalas lambaiannya.

"Pak, aku mau rasa stoberi!" ucap Vanka menunjukkan wadah kotak berisi es krim pink.
"Sama rasa coklat satu, Pak!" lanjut Darren mengeluarkan dompet dari saku celana.
Dengan cepat bapak penjual mengambil es krim diletakkan pada wadah kerucut.
"Ini Mbak! Ini Mas!" ujar penjual memberikan kedua es krim kepada Darren dan Vanka.
"Berapa Pak?" tanya Darren mengeluarkan uang dari dompet.
"10 ribu, Mas." balas penjual tersenyum pada Darren. 

Mereka berdua menikmati es krim sembari duduk di kursi samping terparkirannya sepeda Vanka. Terlihat Vanka yang begitu menikmati es krim tersebut.
"Seneng nggak?" sahut Darren menatap Vanka.
"Seneng banget dong. Udah diboncengin, udah diajak jalan-jalan, udah dibeliin es krim gratis. Makasih banyak!" terang Vanka melirik Darren dengan senyuman tipis.
"Eh tapi lo ikhlas nggak?" lanjut Vanka menaikkan alisnya.
"Emang tampang gue nggak kelihatan ikhlas?" sambung Darren menatap Vanka.
"Kalo gue lihat-lihat tampang lo mirip banget sama monster." celetuk Vanka tertawa terbahak.
"Enak aja!" tegas Darren langsung mencolek es krim pada jari telunjuknya dan dioleskan pada hidung Vanka.
"Eh kurang ajar!" geram Vanka membalas memberikan es krim di salah satu pipi Darren.

"Cie-cie teman tapi mesra!" ledek ketiga anak kecil tadi yang berlarian di depan mereka duduk.
Yang bikin kesal, anak-anak kecil tadi melihat apa yang mereka berdua lakukan sehingga membuatnya diledeki.
''Ih diketawain tuh.'' celetuk Vanka sambil mengusap hidungnya yang terkena es krim dari Darren.
''Mereka aja bahagia liat kita. Masak lo nggak bahagia?'' ucap Darren melirik ke arah Vanka dengan sedikit senyuman.
''Emang wajah gue nggak pernah kelihatan bahagia di mata lo?'' tanya Vanka yang mulai menatap wajah Darren.
''Berarti selama ini lo bahagia kalo sama gue?'' balas Darren yang memberikan pertanyaan kembali kepada Vanka.
''Tergantung. Sesuai mood gue aja.'' ujar Vanka yang mulai memalingkan pandangannya dari Darren.
''Sebenarnya hati lo maunya apa? Biar mood lo selalu baik, nggak moodyan terus.'' sahut Darren dengan perasaan yang bertanya-tanya.
Karena memang selama ini Darren sulit untuk memahami isi hati Vanka, karena sikapnya yang selalu berubah-ubah. Darren hanya ingin suasana hatinya menetap, tetap baik-baik saja.

''Berarti lo udah mengenal gue lebih dalam.'' tukas Vanka yang memberikan senyuman kecilnya ke arah Darren.
''Maksud lo? Gue udah tau banyak tentang lo?'' lanjut Darren yang kembali bertanya kepada Vanka.
''Belum banyak, kalo lo masih belum bisa bikin suasana hati gue tetap, nggak naik turun.'' sahut Vanka sambil mengerutkan keningnya.
''Van. Lo sebenarnya selama ini nyadar nggak? Kalo gue setiap hari pengen antar jemput lo, selalu nyamperin lo mau ke kantin ke kelas sampai ke perpustakaan, itu termasuk perjuangan gue biar bisa bikin suasana hati lo tetap. Tapi lo selalu berusaha menghindari kehadiran gue, Van kenapa?'' urai Darren dari segala rasa yang dia ingin utarakan kepada Vanka.
Mendengar pernyataan dari Darren tersebut membuat Vanka terdiam sejenak dengan mulai mengeluarkan napasnya perlahan dari lubang hidungnya. Dengan perlahan, kedua mata Vanka mulai melirik ke arah Darren yang sedari tadi mengamatinya.

''Gue juga bingung sama suasana hati gue sebenarnya maunya apa.'' ujar Vanka dengan raut wajah yang terlihat begitu bimbang.
Benar, Vanka sendiri bingung apa yang diinginkan dari suasana perasaan hatinya. Memang seperti ini, tidak ada alasan lainnya.
''Terus gue harus ngelakuin apa, Van?'' lanjut Darren yang kembali bertanya kepada Vanka.
''Lo nggak perlu ngelakuin apa-apa, adanya lo capek sendiri nanti.'' balas Vanka sambil mengembuskan napasnya.
''Gue minta satu hal aja dari lo, boleh nggak?''
Darren yang masih terus berulang kali memberikan Vanka pertanyaan.
''Asal jangan yang aneh-aneh.'' cetus Vanka yang menatap ke arah kedua mata Darren.
''Boleh nggak?'' tanya Darren yang meyakinkan jawaban dari Vanka bahwa dia mau menerima permintaan suatu hal darinya.
''Boleh, Darren. Apa?'' jawab Vanka yang tersenyum kecil ke arah Darren.
''Mulai sekarang lo nggak boleh marah-marah ke gue. Pokoknya lo harus naikin mood lo kalo sama gue.'' jelas Darren yang sedari tadi menatap kedua mata Vanka.
''Lo emangnya nggak capek bertahan dihubungan yang pasti akan berakhir secepatnya? Lo nggak usah terlalu mikirin perasaan gue. Gue mau marah ke lo, harusnya lo bodomat. Buat apa coba lo mikirin gue? Emang hubungan ini seserius itu bagi lo?'' urai kata demi kata yang baru saja keluar dari mulut Vanka yang membuatnya kembali menatap wajah Darren yang begitu terlihat bimbang.
''Emang hubungan ini sebercanda itu bagi lo, Van?''
Darren yang kembali memberi pertanyaan kepada Vanka. Mendengar segala urai pertanyaan yang keluar dari mulut Darren membuat Vanka semakin bingung dengan keadaan, mengapa jadi serumit ini untuk dipahami.

''Ini lucu, Ren. Yang awalnya yang bercanda kan lo, jangan sampai lo seriusin hubungan ini hanya karena rasa kebimbangan lo. Nggak lucu, Ren.'' terang Vanka yang masih menatap ke arah wajah Darren.
Bagi Vanka hubungan ini memang candaan, karena sedari awal hubungan ini ada karena ketidakjelasan dan ketidakmauan antar kedua belah pihak. Berjalan karena alur keadaannya saja, tidak tahu bagiamana setiap rasa yang dirasakan oleh setiap perseorangannya.
''Pulang yuk!'' ajak Vanka yang berusaha mengakhiri topik pembicaraannya kepada Darren.
Tidak perlu dibahas sedetail mungkin dan seserius mungkin. Jika memang hanya semakin membuat perasaan ini semakin bimbang.

Ada yang mulai serius tapi dianggap bercanda? Tapi salah gasi kalo perjuangan rasa walau sedang berada di hubungan tanpa ketidakpastian? Usaha tetap number one yaa guys yaa.

Terima kasih yaa semuanya yang sudah bersedia membaca dan menunggu kelanjutan kisah cinta Darren & Vanka.
See u next chapter guys. I love u more my lovers.<3

arenka -on going-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang