Chapter 21 -Just Pity-

98 14 0
                                    

''Kasihan menjadi sebuah alasan untuk berpihak pada seseorang juga suatu alasan berpaling pada perasaan.''

Hari sudah berganti pagi kembali. Vanka pun sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Dengan meransel tas di pundaknya Vanka berjalan menuju dapur untuk menemui ibunya memintai pamit sebelum berangkat sekolah.
"Udah ditungguin sama Darren di depan." ucap Mamanya sambil membalikan tempe yang ada di wajan.
"Assalamualaikum!" pamit Vanka bercium tangan Mamanya.
"Wa'alaikumussalam. Hati-hati ya!" balas Mamanya tersenyum pada Vanka.
"Yang harusnya hati-hati yang bonceng dong! Kan Vanka cuma numpang doang!" ucap Vanka berjalan dengan tertawa.
"Ayo!" sahut Darren langsung berdiri dari duduknya setelah melihat Vanka.
"Ayo ayo! Siapa juga yang suruh lo jemput?" pungkas Vanka memutarkan bola matanya.
"Udah deh ayo buruan! Telat tau rasa lo!" balas Darren melangkahkan kakinya menuju motor.
Sebenarnya dia sangat sebal jika dia harus berangkat sekolah bersama Darren, Vanka lebih menyukai hal-hal seperti biasa untuk naik bus yang selalu dia naiki setiap akan berangkat sekolah.

Di tengah perjalanan menuju sekolah mereka melewati jalan pintas yang tidak banyak dilewati oleh banyak orang.
"Lama banget sih! Katanya nggak mau telat!" tegas Vanka mengerutu kesal.
Ketika Darren ingin mengegas laju motor, secara tiba-tiba motornya berhenti sendiri.
"Kok berhenti sih?" tanya Vanka menepuk pundak Darren.
"Lo turun dulu!" perintah Darren sambil berusaha menyalakan motornya dengan mengegas stir berulang kali.
"Aduh! Jangan bilang kalo motor lo mojok!" ucap Vanka menatap Darren.
"Telat dong kita!" lanjut Vanka mendengus kesal.
"Gue juga nggak tau kenapa tiba-tiba mogok. Padahal rutin diservice dan baru kali ini mogok." papar Darren mengecek semua bagian motornya.
"Gue naik bus aja deh! Bye!" cetus Vanka berjalan meninggalkan Darren begitu saja.

Vanka melangkahkan kakinya mulai meninggalkan Darren, ketika Vanka akan meneruskan langkahnya. Dia membalikan setengah badan ke arah belakang melihat Darren mendorong motor dan mengusap keringat di dahinya.
Tidak tahu mengapa perasaan Vanka menjadi kasihan terhadap Darren jika dia harus meninggalkannya sendirian dengan keadaan dalam kesusahan. Hati kecil Vanka mengatakan untuk harus menemani Darren sampai berada di sekolah bersama-sama.
"Untung gue orangnya baik hati." gumam Vanka berjalan putar balik kembali menghampiri Darren yang masih di belakang.
"Ngapain lo balik? Katanya mau naik bus." sahut Darren melirik Vanka.
"Lagi pula bus lewat jalan raya. Ya kali lewat jalanan sepi kek gini." ucap Vanka mengerutkan dahinya.
"Trus ngapain lo nggak ngelanjutin jalan lo? Malah balik lagi kesini." lanjut Darren mendenguskan napasnya.
"Gue jalan duluan tetep aja telat!" cetus Vanka melirik Darren.
"Gue bantu dorong!" imbuh Vanka mendorong bagian belakang motor.
"Nanti lo capek marah-marah lagi ke gue!" timpal Darren pada Vanka.
"Udahlah jangan banyak ngomong! Biar nggak telat banget!" pinta Vanka sambil mendorong motor Darren.
"Emangnya lo nggak punya kenalan tukang bengkel gitu?" tanya Vanka pada Darren.
"Nomor handphonenya kehapus." balas Darren mengeluarkan napasnya dengan cepat. 
Memang begitu, selalu ada saja suatu hal yang tidak dapat membantu pada saatnya lagi butuh-butuhnya akan sesuatu hal itu.

Mereka berdua mendorong motor berbelok jalan yang sudah berada pada jalan raya dan bertanda jarak sampai ke sekolah sudah hampir dekat. Darren yang terlihat begitu lesu dengan badannya yang masih berusaha mendorong motor miliknya.
"Ayo dikit lagi nyampek! Semangat dong!." tandas Vanka pada Darren.

Selangkah demi selangkah akhirnya mereka sampai di gerbang SMA Aestro yang tertutup rapat tidak ada sedikitpun celah untuk mereka masuk.
"Pak Satpam, bukain gerbangnya dong!" ucap Vanka pada Pak Satpam yang mengaja gerbang masuk.
"Kalian berdua telat 15 menit menemui Guru BK!" pungkas Pak Satpam dengan cepat mendorong gerbang untuk mereka.
Terlambat adalah suatu hal yang jauh dari seorang Vanka. Kali ini adalah suatu pelanggaran pertama dari Vanka selama dia bersekolah di SMA Aestro, seumur dia sekolah dia baru kali ini yang namanya terlambat. Terlambat dengan alasan konyol dengan seorang yang tidak terduga.

Dengan cepat mereka langsung masuk dan segera menemui Bu Sandra di Ruang BK dengan hembusan napasnya tidak beraturan yang keluar dari lubang hidung mereka berdua.
"Darren kamu kenapa telat?" tanya Bu Sandra menatap Darren.
"Waktu perjalanan menuju sekolah motor saya tiba-tiba mogok, Bu. Jadinya saya telat." ucap Darren dengan pelan.
"Vanka kamu kenapa telat?" lanjut Bu Sandra bertanya pada Vanka.
"Saya tadi bareng sama Darren trus tiba-tiba di tengah jalan mogok, Bu. Akhirnya kita dorong motornya sampek sekolah. Jadinya kita berdua telat." balas Vanka menjelaskan semuanya.
"Kalian berdua pacaran?" sambung Bu Sandra menatap mereka berdua.
"Hukuman buat kita apa, Bu?" sahut Darren mengalihkan pernyataan dari Bu Sandra.
''Kalian berdua pacaran?'' tanya kembali Bu Sandra memperjelas suaranya.
''Pacaran.''
''Tidak.''
Jawaban dari Darren dan Vanka terlihat berbeda. Dengan Darren yang membenarkan pertanyaan tersebut dengan menjawab bahwa mereka pacaran. Sedangkan Vanka yang tidak membenarkan pertanyaan tersebut dengan menolaknya. Vanka kesal dengan jawaban Darren, bisa-bisanya dia semakin memperpanjang masalah.
''Jadi, yang benar pacaran atau tidak?" sahut Bu Sandra yang menatap ke arah mereka berdua.
''Tidak, Bu.'' jawab mereka berdua dengan spontan dan suara yang terdengar jelas oleh Bu Sandra.

Lega, yang dirasakan Vanka. Akhirnya Darren bisa menyesuaikan kondisi.
''Oh kamu ngarep ya jadian sama Vanka.'' balas Bu Sandra tersenyum ke arah Darren.
''Jangan bilang seperti itu, Bu. Nanti ada yang terbang tinggi.'' ucap Darren dengan sedikit tertawa melirik ke arah Vanka.
"Kalian pilih membersihkan toilet apa halaman belakang sekolah?" pungkas Bu Sandra bertanya dengan menaikkan alisnya.
"Halaman sekolah aja, Bu." pungkas Vanka dengan cepat.
"Soalnya kamar mandi bau." bisik Vanka pada Darren.
Lebih baik membersihkan halaman belakang sekolah yang berapa luasnya Vanka tidak tahu, daripada harus toilet, tempat banyak kotoran dan kuman. Pasti Vanka tidak akan bisa dan tidak tahan untuk terus berada di tempat tersebut. Apalagi bersama Darren, pasti dia tidak akan berkerja banyak.

Terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk membaca.
Jangan lupa untuk memberi vote dan ramein commentnya.
See u next chapter. Love u more my readers.

arenka -on going-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang