''Rasa ini terjebak oleh kebimbangan hati yang tak kunjung menemukan hal yang pasti.''
Semua mata tertuju pada Darren, Vanka maupun temannya yang terlihat duduk di satu meja makan di kantin yang sama. Vanka begitu tidak nyaman menjadi pusat perhatian banyak orang, karena yang seperti biasanya Vanka tidak banyak dikenali dan tidak dipedulikan oleh orang-orang sekitarnya, selain Shepora yang selalu bersamanya.
"Kenapa sih semua pada ngelihatin?" bisik Vanka melirik Shepora.
"Biarin! Kan kita artis!" balas Shepora menikmati minumannya.
Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Vanka, Shepora begitu tidak memperdulikan orang-orang di sekitar yang sedari tadi memperhatikan sekumpulan mereka. Baginya sebuah percaya diri itu penting dan setiap orang perlu mengekspresikan dirinya tanpa harus takut apa yang akan dikatakan oleh orang lain untuknya.
"Kenalin nama gue Rafael Fernando, biasa dipanggil Rafael. Tapi kalo dipanggil sayang juga gapapa." sambut Rafael mengulurkan tangannya di depan Shepora.
"Shepora. Kalo gue panggil babi nggak papa juga kan?" sambung Shepora membalas jabatan tangan Rafael.
"Jangan dong! Nanti nggak bisa ngehalalin lo dong! Kan haram." lanjut Rafael melirik Shepora dengan senyuman.
Shepora hanya bisa mengerutkan alisnya setelah mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Rafael.
"Kalo lo siapa?" tanya Shepora kepada Gerald.
"Gerald." jawab Gerald dengan jelas.
"Singkat banget bang. Nggak ada embel-embel lainnya." sahut Rafael menyenggol bahu Gerald dengan pelan.
Sangat berbeda, sikap Gerald dan Rafael yang sangat bertolak belakang. Gerald yang terlihat begitu dingin dan tidak banyak pengeluaran perkataan yang tidak penting, sedangkan Rafael yang selalu berusaha mengekpresikan dirinya dengan berbicara apa adanya dengan berbagai lelucon yabg dia buat setiap hari.Kring!
Bel pulang sekolah telah berbunyi menandakan jam pelajaran sudah berakhir. Satu semi satu semua bersahutan melangkahkan kaki keluar dari kelas. Sedangkan Vanka dan Shepora yang masih melakukan kegiatan di dalam kelasnya.
"Eh Van, tunggu dulu! perintah Shepora sedang memasukkan bukunya ke dalam tas.
"Yuk!" ucap Shepora langsung menggandeng tangan Vanka berjalan keluar dari kelas.
"Ayo pulang bareng gue!" sahut Darren ternyata sudah dari tadi berada di depan kelas Vanka untuk menunggunya.
Vanka begitu terkejut setelah mengetahui keberadaan Darren yang sudah ada di depan pintu kelasnya, Vanka tidak menduga tentang hal itu akan terjadi.
"Gue pulang.." jawab Vanka terpotong oleh Shepora.
"Oh iya tadi katanya Vanka pengen ngajak lo pulang bareng, tapi dia malu mau ngomongnya." balas Shepora tersenyum mengganggukkan kepalanya melirik Vanka.
"Yaudah ayo!" tegas Darren langsung menarik tangan Vanka dalam genggaman tangannya.
"Bye Vanka. Hati-hati ya kalian! Muah!" teriak Shepora pada mereka berdua yang sudah berjalan meninggalkannya.
Situasi ini benar-benar membuat Vanka seperti terjebak pada sebuah labirin. Tidak satu Vanka harus keluar lewat mana untuk menyelesaikan masalah ini.Terlihat dari arah berlawanan Stella and the geng melewati depan Shepora melirik ke arah Vanka dan Darren bergandengan tangan berjalan menuju tempat parkiran.
"Kenapa lihat-lihat? Iri? Bilang sayang!" sindir Shepora dengan wajah tersenyum riang langsung berjalan meninggalkan mereka bertiga.
"Bacot!" dengus Stella sambil menahan amarahnya.
Sikap Shepora yang terlihat sangat membenci keberadaan Vanka jika berada didekat Darren, karena dia merasa jatuh cinta pada Darren sejak lama. Baginya Vanka merebut yang dia inginkan, dia yang belum berhasil mengambil hati seorang Darren tetapi Vanka sudah berpacaran dengan Darren. Itu yang membuatnya semakin sangat kesal dengan keberadaan Vanka.Langkah kaki Darren dan Vanka secara bersamaan dengan pegangan tangan mereka kedua mereka melangkahkan kakinya berjalan ke arah parkiran kendaraan yang berada di sudut samping depan sekolah.
"Tumben nggak minta dilepasin." ungkap Darren melirik Vanka.
"Apanya yang dilepasin?" tanya Vanka dengan wajah kebingungan.
"Udah nyaman kali ya." balas Darren tersenyum kepada Vanka.Vanka menaikkan alisnya melirik gengaman tangannya dengan tangan Darren yang dari tadi tidak dia lepaskan, langsung membuatnya spontan melepaskan gengaman tangannya dari tangan Darren. Vanka tidak menyadari jika sedari tadi pegangan tangan masih belum dia lepaskan. Antara malu dan ingin marah pada dirinya sendiri.
"Ih apaan sih!" gerutu Vanka memalingkan pandangan langsung menghentikan langkah kakinya.
"Ngapain berhenti? Motor gue masih disana." cetus Darren menunjukkan letak motornya dengan jari telunjuk.
Vanka melanjutkan langkah kakinya mengikuti Darren dari belakang tidak bersemangat.
"Pakek helmnya dulu!" ujar Darren dengan memegang helm berwarna pink dan dipasangkan pada kepala Vanka.
Vanka melirik ke atas helm tersebut, warna pink.
"Lucu kan helmnya? Warna pink sesuai warna kesukaan lo!" lanjut Darren tersenyum menatap Vanka.Seketika Vanka berpikir dalam benaknya, darimana Darren bisa tahu jika warna pink adakah warna favorit baginya.
"Lo tau darimana kalo gue suka warna pink?" tanya Vanka menurunkan aslinya.
"Kemungkinan besar cewek suka warna pink apalagi lo. Tas warna pink, jepit rambut warna pink, botol minum warna pink, jam tangan warna pink. Udah ketebak kali!" jawab Darren melihat Vanka dari ujung kaki sampai ke ujung rambut.
"Emang masalah buat lo?" dengus Vanka menaikkan aslinya menatap Darren.Dalam hatinya, Vanka sedikit terkagum oleh Darren. Dalam hal kecil, Darren bisa mengenalnya seperti saat ini, Darren mengetahui warna favoritnya. Walaupun banyak clue yang membuat Darren dapat mengetahui semuanya. Tapi bagi Vanka, Darren tidak seluruhnya main-main, karena baginya Darren masih melakukan sebuah perjuangan walaupun dalam hal kecil.
"Masalahnya lo nggak cepetan naik ke motor!" kata Darren mengegas motornya.
Brem!
Suara dari motor Darren membuat Vanka langsung beranjak naik.
"Jadi tukang gojek marah-marah! Nggak laku lo!" sahut Vanka mengerutkan bibirnya.
"Sayangnya gue nggak dijual. Jadi nggak laku!" balas Darren melajukan motornya.Setelah baca, jangan lupa buat kasih vote dan ramein commentnya ya semuanya.
Terima kasih buat yang sudah membaca.
Selalu tungguin next chapternya ya.
See u next chapter, love u all my readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Teen FictionBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...