Chapter 17-It Does Not Matter-

86 13 0
                                    

''Terkadang kata tidak apa-apa akan mempersingkat masalah, tapi justru akan bermasalah pada diri sendiri.''

Satu bersatu berhamburan keluar dari kelas karena sudah waktunya jam pulang. Shepora sedang menggedong tas ransel di pundaknya sambil melirik ke arah jendela luar, dan melihat Vanka yang sedang menutup resleting tasnya.
"Aduh Van! Gue balik duluan ya! Soalnya mau ada urusan penting!" pungkas Shepora segera berlari keluar kelas melambaikan tangannya.
"Kenapa sih tu orang? Aneh banget!" gumam Vanka melangkahkan kakinya keluar kelas.
"Hallo Nona Vanka!" sambut Darren tersenyum pada Vanka.
Ternyata itu alasan Shepora langsung meninggalkannya. Shepora seperti Mamanya selalu berdukung apapun itu jika bersama Darren.
"Minggir deh lo! Gue mau pulang!" cetus Vanka mendorong bahu Darren yang menghalangi pintu kelasnya.
"Ayo ikut gue!" ucap Darren langsung mengegam tangan Vanka berjalan keluar dari kelas.
"Ih apaan sih pegang-pegang?" geram Vanka berusaha melepaskan gengaman tangannya dari tangan Darren.
"Ayo ikut gue latihan basket!" perintah Darren menatap Vanka.
"Lo yang latihan, latihan aja sana! Ngapain ngajakin gue." balas Vanka pada Darren.
"Gue nggak ngajak latihan! Tapi lo nungguin gue latihan!" lanjut Darren menaikkan alisnya.
"Ogah banget! Emang gue asisten lo suruh nungguin! Semalem aja gue nunggu lo belajar lama banget! Apalagi latihan basket! Bakal nyampek tahun baru!" gerutu Vanka mengerutkan bibirnya.
"Mau ini nggak?" tanya Darren mengeluarkan sebuah paper bag dari dalam tasnya.
"Gak!" balas Vanka menatap Darren.
"Yaudah kalo nggak mau! Gue masukin lagi!" pungkas Darren membuka tasnya kembali.
"Eh eh bentar! Gue lihat dulu apa isinya!" sahut Vanka mengambil paper bag dari tangan Darren.

Paper bag berukuran sedang berwarna pink polos berisi sebuah hoodie pink terdapat jahitan berdirinya beruang coklat kecil pada sudut kirinya. Vanka terlihat langsung melebarkan senyumannya. Ini adalah hal yang tidak bisa ditolak oleh Vanka, barang lucu berwarna pink ada beruangnya itu hal yang membuat Vanka tergila-gila.
"Yaudah gue mau! Tapi hoodienya gue ambil!" papar Vanka menatap Darren.
"Untung ide gue manjur!" gumam Darren menghembuskan napasnya perlahan.
"Jadi nggak? Kalo nggak jadi gue pulang aja!" cetus Vanka memutarkan bola matanya.
"Jadilah. Ayo ikut gue!" balas Darren segera kembali  memegang tangan Vanka dan melangkahkan kakinya bersamaan.
Lapangan basket berkonsep indoor berbentuk persegi panjang yang begitu luas memiliki fasilitas sangat lengkap. Mulai dari area lapangan yang luas, kursi penonton, ring basket berkualitas, ruang ganti, hingga toilet.
"Lo duduk disini! Gue mau ganti baju dulu!" perintah Darren dengan membuka tas mengambil baju basket miliknya.
"Titip tas gue! Awas kalo sampek ilang!" lanjut Darren meletakkan tasnya di samping tempat Vanka duduk.
"Yaelah nyuruh-nyuruh banyak omong lagi! Harusnya..." ucapan dari Vanka terpotong oleh Darren.
"Lo tunggu disini! Awas sampek kabur!" pungkas Darren berjalan melangkahkan kakinya meninggalkan Vanka.
"Awas jangan sampek ilang! Awas sampek kabur! Awas aja lo sampek jatuh cinta beneran ke gue!" gumam Vanka mengerutkan bibirnya.

Semua tim anggota basket SMA Aestro sudah bersiap berada di tengah lapangan. Termasuk Darren sangat bersemangat untuk hari ini.

Prit!
Bunyi peluit bertanda latihan basket akan dimulai.
Gerakan dribbling yang saling bersahutan menyerang satu sama lain untuk mengambil alih bola agar bisa memasukkan pada ring basket.
Terlihat Vanka dari arah tempat duduknya menatap Darren langsung menundukkan kepala menutup mulutnya karena dia menahan tawa ketika melihat Darren begitu serius dengan latihannya.

Dari arah pintu masuk ruangan lapangan basket terdapat Gerald dan Rafael sedang berjalan menuju tempat duduk Vanka.
"Hallo Vanka. Kok lo nggak pulang?" tanya Rafael menghentikan langkahnya dan duduk di samping Vanka.
"Nungguin Darren latihan." singkat Vanka sembari tangannya membuka lembar halaman novel yang dia baca.
"So sweet banget sih kalian!" lanjut Rafael tersenyum pada Vanka.
"Seberapa suka Darren sama basket?" sambung Vanka melirik Gerald dan Rafael.
Vanka begitu pemasaran seberapa cintanya dari terhadap olahraga itu sampai dia harus mengorbankan segala cara itu dapat mempertahan poisisnya sebagai anggota Tim Basket SMA Aestro.
"Hmm gimana ya jawabnya? Lo aja deh yang jawab?" ucap Rafael menyenggol badan Gerald.
"Darren suka basket sejak dia SD. Darren pengen bisa masuk tim anggota basket nasional. Intinya Darren suka banget sama basket." papar Gerald menjelaskan semua dengan detail.
"Trus kenapa dia mau dimanfaatin sama Daniel?" tanya Vanka kembali kepada Gerald.
"Maksud lo?" ucap Gerald penuh dengan tanya.
"Kalian juga udah pada tau kan? Tentang tantangan dari Daniel untuk Darren?" cetus Vanka menatap Gerald dan Rafael.
"Lo tau dariamana, Van?" sahut Rafael langsung menepuk pundak Gerald.
"Dari awal Darren yang udah ngomong semuanya! Kenapa Darren bisa ambil tantangan itu?" timpal Vanka menatap keduanya.
"Gue sebenarnya nggak tahu permasalahan ini muncul karena konfilk apa. Tapi waktu pulang sekolah itu sampai di parkiran, tiba-tiba Darren ngelihat handphonenya diam aja gitu. Trus dia nyuruh kita biar pulang duluan." ucap Gerald terpotong oleh Rafael.
"Otomatis kita bingung dong, Van! Setelah itu dia langsung pergi gitu aja! Langsung deh kita ikutin dari belakang. Nah, ternyata dia nyamperin Kak Daniel yang udah ada di lapangan basket! Dan nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba Kak Daniel ngajak Darren buat one by one! Trus kita berdua disuruh jadi wasit deh!" sahut Rafael menggerakkan bibirnya dengan cepat.
"Trus Darren kalah? Konsekuensinya dia harus jadiin gue pacar?" lanjut Vanka menaikkan alisnya.
"Nah betul! Gitu deh ceritanya!" pungkas Rafael sambil memetikkan jari tangannya.
"Tapi lo nggak papa, Van? Ada di posisi kek gini!" ucap Gerald bertanya pada Vanka.
"Ya gitulah." jawab Vanka kembali melirik novel yang ada di gengaman tangannya.

Mungkin kata tidak apa-apa adalah hal yang mudah untuk diucapkan oleh siapupun. Tapi kata tersebut sangat sulit untuk diterima. Sudah terlanjur juga Vanka mengiyakan semuanya. Dan setelah mengetahui semuanya Vanka sedikit lega akan tentang tujuan Darren selama ini.
"Thanks Van. Sorry kalo lo udah terbebani karena masalah ini!" ucap Gerald menatap Vanka.
"Santai aja!" tegas Vanka tersenyum tipis.
"Hmm kalo gitu kita balik duluan ya! Kan Darren udah ada yang nemenin!" sambung Rafael pada Vanka.
"Lo berdua nggak ikut basket?" balas Vanka melirik mereka berdua.
"Kita mah cadangan! Jarang diperlukan." ujar Rafael menyipitkan matanya.
"Hati-hati!" balas Vanka kepada Gerald dan Rafael.
Kemudian mereka berdua langsung melangkahkan kakinya menuju pintu keluar lapangan basket. Vanka kembali pada kegiatan awalnya untuk membaca novelnya dan memasangkan headset pada kedua daun telinganya.

Jangan lupa untuk beri vote dan commentnya ya semuanya.
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca.
Selalu nungguin next chapternya.
See u readers, love u all.

arenka -on going-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang