''Raut wajah bisa berbohong, ucapan dari mulut bisa terbohong, tetapi tidak dengan perasaan hati yang selalu merasakan.''
Di pinggir jalan terlihat Darren dan Vanka sudah kembali berboncengan untuk perjalanan pulang ke Rumah Vanka. Terlihat Darren yang masih bersemangat mengayuh sepeda Vanka.
"Vanka. Jus apa yang pahit?" tanya Darren sambil mengayuh sepeda.
"Hmm gue nggak pernah minum jus yang pahit. Waktu beli ya yang manis-manis." terang Vanka sambil memandang sekeliling.
"Kira-kira menurut lo apa?" lanjut Darren melirik ke samping.
"Jus pare mungkin. Apa jus obat pahit?" ucap Vanka berpikir keras.
"Emang ada obat di jus? Lawak banget!" tawa Darren dengan pundak mengetar.
"Kan gue nggak tau. Makanya kasih tau!" sambung Vanka mengerutkan alisnya.
"Jus yang paling pahit adalah just a friends." pungkas Darren dengan tertawa.
"Kurang pahit tuh. Yang lebih pahit just pacar boongan!" sahut Vanka menepuk pundak Darren.
Mereka tertawa menikmati perjalanan yang begitu menyenangkan. Tiba-tiba hujan turun menguyur badan mereka."Hujan Van! Neduh dulu!" pungkas Darren mengerem sepeda.
"Ngapain berhenti? Udah jalan aja! Seru kali main hujan-hujanan." jelas Vanka pada Darren.
"Nanti lo sakit gimana?" keluh Darren menoleh ke arah Vanka.
"Emang lo mau gue sakit? Gue mah kebal air hujan apalagi kebal banget soal perasaan." cetus Vanka tertawa menyipitkan mata.
"Let's Go!" seru Vanka pada Darren yang mulai kembali mengayuh sepeda.
Kedua tangan Vanka saling didekatkan untuk menampung air hujan kemudian dibuang begitu saja. Dia begitu bahagia bermain hujan. Sembari kepalanya mengarahkan ke atas dengan memejamkan mata merasakan rintikan hujan yang saking berjatuhan mengenai wajah.
"Seru banget!" sahut Vanka merentang kedua tangan ke arah atas.
"Emang lo sering banget hujan-hujanan?" sambung Darren bertanya pada Vanka.
"Sering waktu kecil dulu. Sekarang mau main hujan pasti kena marah!" terang Vanka melebarkan senyumannya.Sepeda Vanka melaju masuk ke gerbang depan Rumah Vanka. Darren menghentikan sepeda dan Vanka bergegas turun di tengah halaman rumah.
"Langsung ke ruang samping!" ucap Vanka menyuruh Darren langsung memasukkan sepeda pada ruang samping Rumah Vanka.
Vanka yang berada di tengah halaman rumahnya mengangkat kedua tangan ke arah atas dan kedua kakinya melompat satu persatu sambil melebarkan senyumannya, Vanka terlihat begitu sangat bahagia dengan hujan.
"Darren! Ayo buruan kesini!" seru Vanka melambaikan tangan kepada Darren.
Darren bergegas berlari menghampiri Vanka. Kedua tangan mereka saling berpegangan tangan, langkah mereka berputar membentuk lingkaran dilakukan berulang kali."Vanka! Darren! Jangan main hujan-hujanan!" teriak Mama Vanka yang berada di depan pintu.
Mereka berdua langsung menghentikan kegiatannya. Vanka segera berlari ke arah teras rumah dan di belakang disusul Darren.
"Kalian udah pada gede masih kayak anak kecil aja!" cetus Mama Vanka kepada mereka.
"Hiburan Mama. Sekali-kali biar nggak stres!" timpal Vanka dengan meringis ke arah Mamanya.
"Yaudah ini tehnya diminum! Selesai minum teh kamu buruan mandi ganti baju!" perintah Mamanya menyerahkan nampan plastik yang terdapat dua cangkir berisi teh hangat kepada Vanka.
"Mama tau banget yang kita suka!" ucap Vanka dengan melebarkan senyumannya.
Kemudian Mamanya kembali masuk ke dalam Rumah. Mereka berdua duduk di kursi teras depan dan kedua tangannya masing-masing memegang cangkir teh hangat. Terlihat Vanka sedang meniup tehnya berulang kali."Panas! Panas!" pungkas Darren menjulurkan lidahnya keluar.
Vanka yang melihat Darren tertawa terbahak sambil satu tangannya menepuk bagian meja.
"Udah tau panas, maksa banget!" ujar Vanka masih terus tertawa.
"Puas banget ketawanya!" ucap Darren melirik Vanka dan ikut meniup teh perlahan lalu diminum.
"Vanka buruan mandi!" teriak Mamanya dari dalam rumah.
"Astagfirullah. Yaudah gue mandi dulu ya keburu tambah ngamuk!" papar Vanka segera berdiri meletakkan cangkir teh di atas meja.
"Hmm gue langsung pulang aja ya? Soalnya udah sore banget." ujar Darren segera meneguk teh.
"Kan masih hujan? Ntar kehujanan!" cetus Vanka berada pada air hujan yang masih belum reda.
"Dari tadi udah kehujanan kali. Emang kalo gue nggak boleh pulang, gue boleh nginep disini?" canda Darren tersenyum pada Vanka.
"Enak aja! Yaudah sana pulang! Keburu dicariin Bi Gayatri!" timpal Vanka menahan tawa.
''Gue suka lo ketawa. Selalu ketawa buat gue ya, Van.'' ucap Darren yang melebarkan senyumannya kepada Vanka.
''Udah sana katanya mau pulang.'' balas Vanka yang berusaha menghindari pernyataan dari Darren.Bus berwarna biru melaju sedang yang terlihat di sudut jendela terdapat Vanka yang pandangan mata tertuju pada arah depan, sembari tangan kanannya mengambil handphone dari dalam saku baju.
Ketika handphone sudah menyala terdapat satu pesan dari Darren.Darren:
''Vanka.''
''Gue sakit.''
''Jengukin dong!''
Pesan tersebut hanya Vanka hiraukan karena dia mengira bahwa Darren hanya bercanda.Di sudut kelas, terlihat Gerald dan Rafael yang sedang bercakap. Rafael sedang menunggu kehadiran Darren yang belum kunjung datang, sedangkan waktu bel masuk sudah mulai berbunyi.
"Darren kemana ya? Udah jam segini nggak dateng-dateng?" tanya Rafael kepada Gerald.
"Bentar! Coba gue cek handphone!" ucap Gerald seraya mengambil ponsel dari saku celana.
"Pantes nggak dateng-dateng. Darren sakit!" lanjut Gerald melirik Rafael.
"Beneran? Lo tau dari mana?" sahut Rafael menaikkan alisnya.
"Darren ngechatt gue." jelas Gerald menunjukkan chatt dari Darren.Darren:
''Ger.''
''Gue nggak masuk.''
''Gue sakit.''"Darren pilih kasih banget sih! Masa lo doang yang dichatt?" celetuk Rafael mengerutkan dahi.
Gerald berlangsung mengambil handphone Rafael yang ada di saku baju, lalu dengan cepat Gerald membuka layar handphone yang terdapat sebuah pesan dari Darren.
"Ini apa? Lo silent jadi nggak kendengeran kuping sliwer lo!" cetus Gerald mendekatkan handphonenya.
"Sorry bro. Jangan marah dong kan tinggal kita berdua!" canda Rafael menepuk pundak Gerald.Vanka dan Shepora tampak sangat menikmati bakso Mpok Surti. Dengan cepat Shepora memasukkan pentol satu demi satu ke dalam mulutnya, sedangkan Vanka masih menguyah pentol dengan perlahan.
Dari arah yang berlawanan, Gerald dan Rafael berjalan menghampiri tempat makan Vanka dan Shepora.
"Good morning Vanka! Good morning Shepora!" sapa Rafael tersenyum pada mereka berdua.
"Lo udah tau belum Van? Darren hari ini nggak masuk sekolah, dia sakit." terang Gerald kepada Vanka.
"Udah tau." singkat Vanka yang menikmati makanannya.
"Hah? Darren sakit? Kok lo biasa aja sih Van? Jengukin dong!" sahut Shepora menurunkan alisnya.
"Terus gue harus gimana? Panik? Nangis-nangis? Ntar juga sembuh!" pungkas Vanka meneguk minumannya.
Seperti biasanya, Vanka selalu tampil terlihat dengan perasaan yang biasa-biasa saja dengan apapun kondisi Darren.Hati Vanka keras bangett yaa susah dilunakkinnya. Tapi apa bener Vanka segitu bodoamat dengan kondisi Darren? Penasaran kan? Yuk tungguin lagi chapter selanjutnya!!
Buat semuanya my readers, terimakasiii yaa kalian sudah mendukung karya aku. Jangan bosen bacanya yaa, jangan lupa buat kasih vote dan comment. See u my lovers.<3
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Teen FictionBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...