Chapter 13 -Bullshit or Sweet Talk?-

94 17 0
                                    

''Jangankan berpikir tentang jatuh cinta padamu, berbagai ucapan manismu hanyalah omong kosong.''

Mereka berdua sudah berada di depan halaman rumah. Darren memasang helm pada kepalanya. Vanka tetap saja dengan raut wajah cemberutnya.
"Ngapain lo lihat-lihat! Nggak jelas banget!" cakap Vanka seraya memasang helm di kepalanya.
"Jangan marah! Lo cantik banget kek blackpink!" lanjut Darren langsung menaiki motornya.
"Blackedot!" balas Vanka memutarkan bola matanya.
Vanka yakin ucapan Darren barusan hanyalah omong kosong semata hanya sebuah ucapan manis agar Vanka tertarik dan terbawa perasaan kepadanya, kenyataannya hal itu tidak mempan untuk diberikan pada Vanka.

Baru saja Darren melajukan motornya keluar dari gerbang rumah Vanka. Vanka sudah mulai bertanya-tanya pada Darren mau pergi kemana malam ini. Vanka begitu bingung mengapa Darren secara tiba-tiba mengajak Vanka keluar, padahal keluar malam hari adalah salah satu hal yang membuat Vanka sangat malas.
"Mau kemana sih?" teriak Vanka bertanya pada Darren.
"Stt! Malem-malem nggak boleh teriak-teriak! Takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan!" jawab Darren pada Vanka.
"Lo jangan takutin gue deh! Awas aja lo aneh-aneh!" timpal Vanka mengeluarkan napasnya dengan cepat.

Jalan terlihat sepi tidak terlihat satupun kendaraan berlalu lalang, dari satu rumah dengan rumah lainnya yang terlewati terlihat tidak ada satupun pintu yang terbuka. Vanka yang dari tadi terus memperhatikan jalan di sekelilingnya, tangannya mulai bergetar ketakutan, bibirnya digigit oleh giginya, bibirnya mulai bergetar cepat, hembusan napas yang dikeluarkan semakin tidak karuan dan bulu kulitnya mulai berdiri satu demi satu.
Motor Darren mulai melaju melewati jembatan sempit di atas sungai. Walaupun dengan cahaya yang cukup terang tetapi tidak ada satupun orang yang melewatinya.
"Van! Tumben diem aja!" ucap Darren secara tiba-tiba.
"Darren! Gue takut!" kata Vanka dengan nada lirih.

Dengan satu tangan melepaskan stir motor, dia mulai memegang tangan Vanka satu persatu didekapkan pada depan perutnya.
Vanka yang sedari terlihat bodoamat akan Darren, sekarang dia sangat membutuhkan keberadaan Darren karena ketakutannya ini. Vanka bisa dikatakan penakut, dia takut dengan hal yang bersifat horor.
"Kalo lo takut merem aja!" perintah Darren memegang kedua tangan Vanka dalam dekapannya.
Sesuai apa yang dikatakan Darren, dengan cepat Vanka memejamkan matanya mendekatkan wajahnya di punggung belakang Darren dan memperkuat dekapan tangannya. Tanpa berpikir apapun tentang perasaan, karena ketakutannya menutupi segalanya.

"Nyaman banget peluknya! Sampek nggak dilepas." canda Darren menghentikan motornya.
"Ih apaan sih. Lo sengaja bikin gue takut kan? Biar gue peluk? Modus banget jadi cowok!" geram Vanka turun dari motor.
"Emang jalannya lewat situ! Dasar penakut." sahut Darren menjagang motornya.
"Suka-sukalah guelah!" balas Vanka sembari melepaskan helm dari kepala.
"Jangan marah mulu deh! Buruan ayo masuk!" ajak Darren memegang salah satu tangan Vanka.

Vanka melihat sekeliling bangunan halaman depan yang luas  terdapat sebuah air mancur buatan dimana terdapat pula kolam ikan disana. Rumah minimalis namun berdesign modern, dilihat dari tampak depan rumah ini terlihat sangat kokoh dan mewah. Pintu depan yang besar dan berdesign modern saat ini, tidak terlalu banyak jendela yang d tampilkan namun rumah ini dominan dengan kaca-kaca yang bening.
"Ayo buruan masuk!" perintah Darren yang melihat Vanka sedang memperhatikan daerah sekeliling.
"Ini rumah gue kali! Ngapain coba ngelihatin kek gitu?" lanjut Darren menaikkan alisnya.
"Sepi banget! Rumah segede ini nggak ada penghuninya jadi serem." balas Vanka melirik Darren.
"Papa gue kerja di luar kota. Mama gue belum pulang dari kantornya. Udahlah ayo buruan masuk!" sambung Darren menarik tangan Vanka.
"Masuk-masuk! Nggak boleh berduaan di rumah!" celetuk Vanka dengan mata yang menyala.
"Orang nggak mau ngapa-ngapain! Pikiran lo aja yang kemana-mana!" dengus Darren menarik tangan Vanka masuk ke dalam rumah.

Ketika mereka berdua memasuki rumah disambut dengan ruangan yang luas, tampak terlihat kursi yang bergaya eropa, lantai bermarmer, terdapat juga guci bunga besar dan dinding-dindingnya dihiasi berbagai lukisan juga berbagai foto terpajang indah, terlihat jam besar klasik yang terdapat pada ruangan tersebut.
"Duduk sini dulu! Gue mau ke kamar dulu" ucap Darren menyuruh Vanka untuk duduk.
Vanka hanya terdiam menuruti perintah Darren untuk duduk.
"Lo kenapa sih? Mau ikut ke kamar juga?" tanya Darren menatap Vanka.
"Enggaklah! Ngapain coba! Udah sana!" balas Vanka mengerutkan bibirnya.
Darren langsung melangkahkan kakinya menaiki sebuah tangga yang bergaya modern dengan susunan balok segiempat dari olahan kayu.
"Selamat malam, Non!" sahut seorang wanita memakai daster panjang dengan rambut gelungan terikat di kepalanya.
Vanka langsung terkejut menatapnya, karena secara tiba-tiba dia menempuk pundaknya dari arah belakang.
"Astagfirullah. Maaf non! Bibi ngangetin ya?" lanjutnya tersenyum memperlihatkan giginya.
"Nggak papa kok. Bibinya Darren?" balas Vanka menyipitkan matanya.
"Saya pembantu di Rumah Aden Darren. Non namanya siapa?" sambung bibi bertanya pada Vanka.
"Vanka, Bib." jawab Vanka bersalam kepada bibi tersebut.
"Namanya cantik, orangnya juga cantik!" ucap Bibi kepada Vanka.
"Ih Bibi bisa aja! Nama Bibi siapa?" sambung Vanka bertanya kepada Bibi.
"Bibi namanya Gayatri. Mau dibikinin minum apa, Non?" ujar Bibi menatap Vanka.
"Hmm nggak usah, Bi." kata Vanka dengan tersenyum.
"Bikinin jus orange dua ya, Bi!" tegas Darren berjalan turun dari tangga.
"Siap, Anden! Bibi buatin dulu!" ucap Bibi dengan gerakan tangan hormat lalu berlangsung berjalan menuju dapur.
"Nggak usah malu-malu di rumah gue!" pungkas Darren sembari duduk di samping Vanka.
"Lo sebenarnya ngapain sih ngajak gue kesini?" tanya Vanka melirik Darren.
"Nggak ngapa-ngapain sih sebenarnya, gue cuman mau ngerjain tugas." balas Darren dengan  membuka buku.
"Jadi gue cuman disuruh duduk mlonga-mlongo ngelihatin lo gitu doang?" geram Vanka mengerutkan bibirnya.
"Ya lo ngapain gitu! Mau tidur silahkan! Mau makan tinggal ke dapur! Mau pipis ke toilet! Terserah lo pokoknya! Bebas!" pungkas Darren sambil menggaruk kepalanya.
"Yaudah gue diem aja!" timpal Vanka membaringkan tubuhnya pada sofa yang diduduki.
"Malah bagus." pungkas Darren dengan suara jelas.
"Lagian lo ngapain sih ngajakin gue ke rumah lo? Kita kan nggak ada hubungan." lanjut Vanka mengerutkan dahinya.
"Kita kan pacaran. Sebulan." lanjut Darren menaikkan alisnya melirik ke wajah Vanka.
"Emang gue terima?" cetus Vanka memutarkan bola matanya untuk berpaling dari pandangan Darren.

Tanpa membalas ucapan Vanka, Darren berlangsung untuk membuka buku pelajarannya. Dari sudut belakang, terlihat Bi Gamami mulai berjalan dengan membawakan tampan yang terdapat dua gelas berisi minuman berwarna kuning keoranyean.
"Ini ya minumannya. Silahkan diminum Den Darren dan Non Vanka." sahut Bibi Gayatri meletakkan gelas berisi jus orange di atas meja di depan mereka berdua duduk.
"Makasih banyak ya Bi!" sambung Vanka menyipitkan matanya.
"Sama-sama Non cantik. Bibi kembali ke dapur dulu ya! Nanti kalo butuh sesuatu tinggal panggil Bibi aja!" lanjut Bibi tersenyum pada Vanka.
"Baik Bi!" balas Vanka mengganggukan kepalanya melihat Bi Gayatri berjalan kembali menuju dapur.

Jangan lupa ya kasih vote dan ramein commentnya.
Terima kasih ya yang selalu setia membaca cerita ini.
Jangan bosen-bosen ya teman-teman.
Selalu tungguin kelanjutannya ya.
Love u all, see u my readers.

arenka -on going-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang