''Kita saja terkadang sulit untuk memahami apa maunya diri sendiri, apalagi memahami perasaan orang lain.''
Di sudut samping tembok Darren dan Vanka duduk di kursi makan. Terlihat mereka saling bertatap-tatapan satu sama lain.
"Lo kenapa sih ngelihatin gue kek gitu? Gue locok tuh mata!" geram Vanka mengerutkan bibirnya.
"Cie salting!" pungkas Darren meledek Vanka.
"Nggak bakal!" tegas Vanka memalingkan pandangannya.
Salah tingkah kepada Darren adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi bagi Vanka. Aneh sekali jika dia harus salting pada seorang cowok yang tidak memiliki kejelasan yang jelas.
"Permisi Kak Darren Kak Vanka! Ini pesanannya!" sahut seorang cewek menghampiri mereka berdua sambil membawa kedua piring di tangannya.
"Kok tahu nama kita?" balas Vanka bertanya pada cewek tersebut.
"Hmm, aku Sabrina adik kelas kakak dari kelas X IPA 3." balas cewek sambil mengajak berjabat tangan kepada Vanka dan Darren.
Mungkin karena rumor pacarannya dengan Darren yang membuat Vanka begitu banyak dikenal dengan para siswa maupun siswi sampai diberbagai angkatan, termasuk adik kelas."Oh anak IPA. Pantesan nggak kenal, orang yang sama-sama anak ips aja baru kenalan!" gumam Vanka dengan suara tidak jelas terdengar.
Sekarang berbeda dengan dulu, Vanka yang awalnya tidak banyak dikenali oleh seseorang yang ada di seluruh sekolahnya. Sekarang sampai adik kelas pun yang tidak Vanka kenali, kenal dengan indentitas Vanka. Ya, karena kedekatannya yang sekarang ini dengan Darren.
"Selamat menikmati ya, Kak! Kalo ada yang kurang tinggal panggil aku!" ujar Sabrina dengan senyuman.
"Kamu anaknya Pak Jamal?" sambung Vanka menatap Sabrina penuh tanya.
"Sebenarnya namanya bukan Pak Jamal, tapi Pak Dori." jawab Sabrina menyipitkan matanya.
"Trus apa hubungannya sama Jamal?" lanjut Vanka kembali bertanya kepada Sabrina.
"Jadi, Jamal itu nama gabungan dari orang tua Ayah saya. Ja dari Jannah dan Mal dari Malik." papar Sabrina tersenyum pada Vanka.
"Oh gitu ya. Yaudah makasih ya!" balas Vanka membalas senyuman pada Sabrina.
"Aku kesana dulu ya, Kak" ucap Sabrina berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Lo ada-ada aja jadi orang!" pungkas Darren melirik Vanka.
"Orang penasaran pengen tau!" cetus Vanka sambil memasukkan makanan dalam mulutnya.
"Emang ada apa sih sama yang namanya Jamal? Nama mantan lo?" tanya Darren kepada Vanka.
Mendengar pertanyaan dari Darren membuat Vanka tersedak secara tiba-tiba.
Uhuk! Uhuk!
"Kak ini minumnya!" ucap Sabrina mengantarkan minuman untuk mereka.
"Makasih ya!" jawab Darren melirik Sabrina.
Sabrina kembali meninggalkan mereka berdua.
"Minum minum!" perintah Darren memberikan gelas berisi es teh kepada Vanka.
Dengan sigap Vanka langsung meminum dan menelannya.
"Siapa juga yang mantannya Jamal! Orang mantan aja nggak punya!" pungkas Vanka membalas pertanyaan Darren.
Benar, Vanka belum pernah pacaran apalagi hingga punya pacar. Penasaran Vanka sudah terjawab oleh penjelasan dari Sabrina. Tetapi Darren berpikir dengan hal-hal yang tidak-tidak, tapi Vanka sudah tahu apa maksud dari Darren. Pasti dia hanya bercanda.Mereka berdua terlihat sedang melahap makanannya tanpa saking berkomunikasi satu sama lain. Makanan Darren sudah dia habiskan tanpa meninggalkan sedikit pun bekas hanya tersisa piring saja. Sedangkan Vanka merasa kepedasan masih berusaha menghabiskan makanannya.
"Cabe satu aja kepedasan! Kayak anak tk lo!" tangkas Darren melirik Vanka.
"Yah habis." dengus Vanka melihat es teh miliknya sudah habis.
Sebal, Vanka tidak menyukai yang namanya rasa pedas apapun itu. Terkadang sedikit cabai tidak bisa dia paksakan untuk masuk ke dalam perutnya, karena lidahnya yang menolak untuk merasakannya.
"Nih minum punya gue! Masih setengah." tegas Darren menyodorkan gelas pada Vanka.
"Lo marah ya?" tanya Vanka melirik Darren.
"Yang dari tadi marah-marah lo kali! Gue yang nampung segala amarah lo!" papar Darren menatap Vanka.
"Yaudah maaf! Emang gini anaknya!" ucap Vanka dengan wajah melas.
"Gue kesana dulu. Lo habisin makanannya!" balas Darren segera berdiri menuju penjual.
"Kok jadi dia yang cuek. Harusnya kan gue!" gumam Vanka menelan makanannya.
Mungkin karena sikap moodyan Vanka yang selalu terlihat sebal dan marah dalan kondisi apapun membuat Darren terlihat dingin, mungkin dia juga capek dengan sikap Vanka kepadanya. Itu hanya pikiran Vanka, tidak tahu bagiamana aslinya.Makanan Vanka telah dia habiskan, waktunya dia bergegas menghampiri Darren yang ada di depan warung.
"Udah?" tanya Darren pada Vanka.
Vanka hanya membalas dengan menggangukan kepalanya bertanda jika dia sudah menghabiskan makanannya.
"Ini, Mas pesanannya 11 bungkus tidak terlalu pedas dan tidak terlalu tidak pedas." ucap Pak Dori penjual tersebut.
"Ini, Pak uangnya. Makasih ya!" jawab Darren menyerahkan uang kepadanya.
"Sama-sama, Mas!" balas penjual tersenyum pada Darren.
"Ini lo makan semuanya?" tanya Vanka melirik satu plastik berisi kotak ayam geprek yang ada di tangan Darren.
"Satu Mama lo di rumah! Gue kesana dulu!" pungkas Darren menyerahkan satu kotak nasi kepada Vanka dan dia bergegas menyebrang jalan.
"Mau ngapain tuh orang?" gumam Vanka melihat Darren yang sedang menyebrang jalan.
Vanka melihat dari arah kejauhan Darren menghentikan langkah kakinya mendekati sekumpulan orang jalanan mulai dari anak kecil sampai orang yang sudah lanjut usia.
"Selamat sore, Bapak, Ibu, Adik-adik semuanya! Ini ada sedikit makanan." ucap Darren kepada orang jalanan tersebut.
"Terima kasih banyak, Nak! Kebetulan kita semua belum pada makan." sahut salah satu dari seorang bapak-bapak tersebut tersenyum kepada Darren.
"Sama-sama, Pak." balas Darren sembari membagikan kotak makanan pada masing-masing.
"Terima kasih banyak ya! Semoga kamu selalu dilancarkan rezekinya sama Allah!" ucap seorang ibu-ibu kepada Darren dengan menahan air matanya keluar.
"Terima kasih banyak ya, Kak! Kakak baik banget udah kasih kita makan!" lanjut seorang anak kecil berterima kasih pada Darren dengan menyipitkan matanya.
"Sama-sama. Semoga semuanya pada suka ya. Kalo gitu saya pamit dulu ya!" sambung Darren melebarkan senyumnya.
"Kapan-kapan kesini lagi ya, Kak. Main bareng sama kita!" balas anak kecil tadi kepada Darren.
"InsyaAllah. Lain waktu Kakak main kesini lagi ya! Sekarang Kakak pulang dulu! Assalamualaikum." pamit Darren kepada mereka semua.
"Da da da Kakak!" sahut beberapa anak kecil dengan melambaikan tangannya kepada Darren.
Darren tersenyum melihatnya dan membalas dengan melambaikan tangannya untuk mereka semuanya.
Air mata secara tiba-tiba terjatuh keluar dari mata Vanka setelah melihat apa yang dilakukan Darren. Vanka benar-benar tidak menyangka apa yang dilakukan Darren barusan. Sikap Darren yang tidak terduga membuat Vanka terkagum dengan sikap tulusnya untuk membantu seseorang yang sangat memerlukan batuan.Terimakasih buat yang sudah membaca hingga chapter ini.
Jangan lupa buat beri vote dan ramein commentnya.
See u next chapter, love u my readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Teen FictionBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...