''Suatu hal ketidakjelasan perlu penjelasaan yang jelas.''
Tampilan depan rumah yang sederhana tidak mencolok seperti rumah-rumah kebanyakan, berwarna cat cream, berhalaman depan yang cukup lebar tampak dipenuh pot-pot bunga yang berjejer rapi didepan rumah menambah keindahan dari rumah Vanka, dengan lantai keramik berwarna hitam membuat rumahnya menjadi nampak luas serta terdapat gerbang pagar besi berdiri tegak membatasi area rumah dengan area lainnya.
Cit!
Suara rem dari motor Darren berdecit membuat tubuh Vanka tertarik maju spontan memeluk punggung Darren.
"Gimana sih lo? Pakek ngerem mendadak lagi." gerutu Vanka turun dari motor Darren.
"Salah lo kali. Siapa suruh ngomong mendadak? Lagian gue kan nggak tahu rumah lo yang mana!" tangkas Darren mematikan motornya.
"Ya sorry!" balas Vanka dengan mengerutkan dahinya.
"Yaudah. Thank you!" lanjut Vanka berlangsung turun dari motor Darren.
"Eh tunggu dong! Lihat tangan gue!" cetus Darren berusaha membatalkan langkah kaki Vanka untuk masuk ke gerbang rumahnya.
"Terus gue harus bilang wow gitu?" balas Vanka dengan menaikkan kedua alisnya melirik luka yang terdapat pada tangan Darren.
"Nggak ada niatan buat ngobatin luka gue gitu?" tanya Darren dengan wajah penuh harap.
"Nggak ada sama sekali! Obatin aja sendiri!" sahut Vanka memalingkan pandangannya dari Darren.
"Yaudah." singkat Darren langsung menyalakan motornya kembali dan mencoba membalik arah untuk jalan kembali pulang ke rumah.Karena sudah merasa ditolong atas bantuan dari Darren yang membuat Vanka berpikir bahwa jika tanpa kehadiran Darren dengan apa yang terjadi pada dirinya tadi, dia tidak tahu bagaimana nasibnya sekarang.
"Woi! Berhenti!" perintah Vanka dengan berlari kecil untuk menghentikan Darren.
"Gue mau pulang." ucap Darren sedikit melirik ke wajah Vanka.
"Lo mau pulang apa mau luka lo diobatin?" sambung Vanka tersenyum kecil kepada Darren.
"Siapa yang mau ngobatin?" tanya Darren yang kembali mematikan motornya.
"Pakek nanya. Gue lah. Siapa lagi?" sahut Vanka memalingkan pandangannya dari Darren.
Mendengar apa yang dikatakan Vanka membuat Darren berlangsung memarkirkan motor miliknya pada halaman rumah Vanka.
"Lo duduk dulu disini!" perintah Vanka pada Darren agar duduk di teras depan rumahnya.Vanka memasuki rumahnya bergegas mencari letak kotak obat yang berada di etalase dinding rumahnya dekat dengan letak kamarnya.
"Assalamualaikum." ucap Mama Vanka secara tiba-tiba menghampiri Vanka.
"Wa'alaikumussalam. Mama ngangetin aja!." balas Vanka mengelus dadanya.
"Kamu tiba-tiba pulang nggak salam nggak apa." cetus Mama Vanka mengerutkan keningnya.
"Aduh lagi gawat ini!" pungkas Vanka langsung membawa kotak p3k berlari keluar rumah meninggalkan mamanya.
Karena penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Vanka, mamanya mengikuti Vanka keluar dari rumahnya. Mamanya terkejut melihat ada seorang cowok berparas tampan duduk di kursi teras depan rumahnya.
"Ini siapa ya?" tanya Mama Vanka mendekati mereka berdua.
"Aduh Mama!" batin Vanka di dalam hatinya.
"Selamat siang, Tante! Perkenalkan saya Darren pacarnya Vanka." pungkas Darren segera berdiri dari dudukunnya menjabat tangan Mama Vanka dengan penuh senyuman.
"Pacar? Kok Vanka nggak bilang kalo punya pacar seganteng ini?" ujar Mama Vanka memberikan senyuman pada Darren.
"Hhm kayaknya kompor Mama masih nyala deh. Buruan Mama cek! Takut kebakaran nanti." potong Vanka menarik tangan mamanya agar kembali masuk ke dalam rumah.
"Itu kotak obat buat apa?" sambung mamanya menatap Vanka penuh tanda tanya.
"Buat tugas sekolah." sahut Vanka melebarkan senyumnya.
"Yaudah. Mama buatin minum dulu ya!" sambut Mama Vanka menatap mereka berdua.
"Repot-repot banget, Tante." balas Darren melirik Vanka.
"Nggak repot kok. Sebentar ya! Jangan pulang dulu!" lanjut Mama Vanka berjalan masuk ke dalam rumah meninggalkan mereka berdua di teras depan.
"Dih tadi ngomong apaan sih lo!" tegas Vanka pada Darren.
"Ya ngomong doang." jawab Darren kembali duduk.
"Mau diobatin apa nggak luka lo?" tanya Vanka sambil menarik tangan kiri Darren yang terluka tadi.
"Ih kasar banget! Perih woi!" desis Darren menghembuskan napasnya perlahan.
"Diem!" gerutu Vanka melirik Darren.Tangan Vanka membuka kotak obat, kemudian mengambil obat merah dengan kapas putih untuk membersihkan luka pada tangan Darren dengan telaten.
"Thanks ya!." ucap Darren secara tiba-tiba kepada Vanka yang sedang membersihkan luka tangan Darren.
"Ya!" sahut Vanka segera membereskan semua alat yang digunakan dan dimasukkan kembali ke dalam kotak obat.
"Lo mau nggak jadi pacar gue?" tanya Darren mendekati wajah Vanka seketika membuat mereka saling bertatapan.
"Apaan sih lo! Nggak jelas banget!" sahut Vanka mengubah posisi duduknya.
"Gue serius! Lo mau kan jadi pacar gue?" sambung Darren menaikkan alisnya.
"Ogah!" celetuk Vanka mengerutkan dahinya.
"Sebulan aja." pungkas Darren memohon kepada Vanka.
"Lo disuruh orang? Lo main taruhan? Cemen banget jadi cowok! Jaman sekarang masih main kek gituan? Dah basi kali!" protes Vanka seraya menaikkan aslinya dengan menatap Darren dengan mata melotot tajam.
"Gue tahu emang gue cemen! Tapi gue akan lebih cemen kalo gue nggak nepatin janji gue!" desis Darren mengeluarkan napasnya dengan cepat.
"Terus kenapa harus melibatkan gue? Kenapa nggak cewek lain coba?" timpal Vanka mendengus kesal.
"Karena udah perintahnya." tambah Darren menatap ke arah bawah lantai.
"Siapa yang nyuruh lo?" potong Vanka menaikkan aslinya.
"Orang." jawab Darren dengan terpaksa.
"Namanya siapa? Yang jelas dong!" ucap Vanka dengan nada sedikit tinggi.
''Lo harus mau jadi pacar gue. Baru gue kasih siapa orangnya.'' balas Darren dengan kedua matanya menatap Vanka.Tetap saja, Darren belum mau memberi tahu jawaban dari Vanka. Darren begitu mengekang Vanka agar dia mau menerima permintaannya untuk menjadi pacarnya. Sedangkan Vanka begitu penasaran apa alasan yang membuat Darren sampai begitunya, padahal mereka belum pernah kenal sebelumnya dan mulai percakapan panjang lebar baru kali ini.
Teruntuk para reader semuanya, bantu vote dan ramein commentnya ya teman-teman semuanya.
Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca ini.
Semoga kalian ga bosen-bosen ya.
Selalu tungguin next chapter ya.
See u guys, love u reader.
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Roman pour AdolescentsBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...