''Katanya tidak ada suatu hal yang tidak mungkin terjadi, apakah mungkin kita akan saling mencintai?"
Dengan kedua tangan Vanka membawa sapu lidi dan cikrak besi sedangkan kedua tangan Darren membawa sapu lidi dan tempat sampah. Mereka berdua melangkahkan kakinya menuju halaman belakang sekolah.
Halaman yang begitu luas yang di sudut samping banyak terdapat pepohonan yang berdiri tinggi menyebabkan banyak guguran daun saling berjatuhan di halaman tersebut.
"Luas banget! Kapan selesainya?" ucap Vanka melihat sekeliling halaman.
"Belum mulai aja lo udah tanya kapan selesainya." balas Darren berjalan menuju sudut halaman.
Mereka berdua saling berbagi tugas untuk menyelesaikan pekerjaannya, di sudut kanan terdapat Vanka yang sedang menyapu dedaunan sedangkan di sudut kiri terlihat Darren yang sedang memasukkan tumpukan sampah ke dalam tempat sampah menggunakan cikrak besi.
Darren begitu cepat membersihkan bagian halaman sekolah, kemudian Darren melangkahkan kakinya menghampiri Vanka yang masih sibuk dengan kegiatannya. Ternyata salah dugaan Darren, dia begitu cepat untuk menyelesaikan hukuman ini. Apakah dia memang rajin atau memang agar dia cepat kembali ke kelas, dia yang ada dibenak Vanka sekarang.Seketika Darren ingin mendekati Vanka, di bagian ujung bawah sapu yang dia pegang terdapat ulat kecil yang membuat Darreb berteriak bersembunyi di belakang badan Vanka.
"Ulet ulet! Geli banget gue!" teriak Darren meringis ketakutan.
"Ulet apaan?" ucap Vanka bertanya kepada Darren.
"Tadi ada ulet kecil hitam di sapu gue." balas Darren menunjukkan dimana letak sapunya.
"Sumpah lo takut sama ulet? Cemen banget." sahut Vanka tertawa kekeh sambil menepukkan kedua tangan.
Hal yang tidak terduga, seorang Darren takut dengan seekor ulat kecil. Vanka terheran-heran yang hanya bisa tertawa dengan ekspresi bingung. Seperti anak kecil, baginya untuk Darren.
"Ambilin sapu gue yang ada uletnya!" perintah Darren sambil bersembunyi di belakang badan Vanka.
"Trus lo ngapain sembunyi di belakang gue? Lagi main petak umpet sama ulet?" ledek Vanka terus menertawakan Darren.
Kemudian Vanka dengan langkah berani mengambil sapu lidi miliknya Darren. Vanka tidak menemukan ulat di salu tersebut, mungkin saja ulatnya sudah hilang entah kemana.
"Ulet! Ulet! Besar banget jujur!" seru Vanka mendekatikan sapu tersebut kepada Darren.
"Buang jauh-jauh!" kesal Darren menjauhkan badannya dari sapu.
"Mana uletnya udah ilang! Minggir gue mau nyelesain pekerjaan gue! Jadi lama deh gara-gara lo sama ulet!" sahut Vanka bergegas meneruskan kegiatan tadi.
"Buruan dong! Keburu uletnya pada datang!" geram Darren melirik ke semua arah.
"Makanya bantuin biar cepet!" perintah Vanka menyerahkan sapu yang dipakainya kepada Darren.
"Ini sapu gue nggak ada uletnya!" jelas Vanka melirik Darren yang masih ketakutan.Langkah Vanka berjalan menuju kelasnya dengan langkah kaki cepat dan raut wajah yang terlihat sangat lelah. Terlihat di bangku kursi, Shepora yang mulai berdiri dari tempat duduknya mulai berjalan menuju ke arah Vanka. Terlihat Shepora begitu menunggu kedatangan Vanka yang akhirnya datang juga.
"Yaampun Van, gue tadi bingung banget. Lo nggak masuk nggak ada keterangan lagi! Kok lo bisa telat sih?" sahut Shepora bertanya pada Vanka.
"Mogok!" balas Vanka dengan singkat.
"Hah? Busnya mogok?" tanya Shepora menatap Vanka.
"Motornya Darren mogok di tengah jalan." balas Vanka memutarkan bola matanya.
"Demi apa? Jadi lo dijemput Darren dong? Seneng banget gue dengernya!" cetus Shepora tersenyum pada Vanka.
"Dihukum seneng daripada mananya?" sahut Vanka mengerutkan dahinya.
"Kan berdua sama Mas Pacar!" pungkas Shepora menyengol pundak Vanka.
Pasti, Shepora selalu terlihat bahagia dan mendukung apapun itu selagi bersama Darren.Begitu pula dengan Darren yang terlihat melangkah kakinya mulai masuk ke dalam kelas dengan langkah pelan dengan hembusan napas bersahutan. Dia langsung dihampiri oleh Gerald dan Rafael yang sedari tadi menunggu kehadirannya datang.
"Woi bro! Kirain lo nggak masuk!" cetus Rafael menepuk pundak Darren yang berjalan menuju bangku.
"Tumben banget telat." sambung Gerald melirik Darren.
"Motor gue mogok di tengah jalan!" pungkas Darren segera duduk di bangku miliknya.
"Ternyata motor secakep wajah lo bisa mogok." ucap Rafael menaikkan alisnya.
"Dihukum sendirian lo?" tanya Gerald bertanya pada Darren.
"Berdua sama Vanka." jawab Darren menatap mereka berdua.
"Kek di film-film dong." canda Rafael tertawa memperlihatkan giginya.
Sama seperti apa yang Vanka rasakan, kedua temannya pasti selalu mendukung jika dia bersama Vanka.Waktunya jam pulang, Vanka bersama Shepora melangkah kakinya menelusuri halaman sekolah menuju gerbang depan.
"Bye Van! Muah" ucap Shepora berjalan berpisah arah dengan melambaikan tangan kepada Vanka.
"See you tomorrow!" sahut Vanka membalas lambaian dari Shepora.
Saat pulang mereka jarang sekali bisa pulang bersama. Karena arah rumah yang berbeda membuat mereka berdua harus pulang dengan sendirinya.Vanka bergegas berjalan ke arah tempat tunggu bus, terlihat bus melaju dari arah barat dan berhenti di depan tempat Vanka berdiri.
Vanka berlangsung memasuki bus lewat pintu depan. Dengan waktu bersamaan ternyata Darren juga memasuki bus lewat pintu belakang.
Ketika Darren sudah masuk ke dalam bus, dia melihat Vanka yang sudah duduk di kursi pinggir dekat jendela.
"Permisi Nona! Bolehkah saya duduk di samping Anda?" tanya Darren segera duduk di samping Vanka.
"Ngapain lo disini? Pulang sana!" cetus Vanka melirik Darren.
"Ini juga mau pulang! Nggak inget motor gue mogok!" pungkas Darren mengerutkan dahinya.
"Ngapain naik bus? Naik angkutan lain kek taksi apa gojek!" gerutu Vanka memalingkan pandangan.
"Suka-suka dong! Orang di bus ini untuk umum!" tukas Darren mengerutkan alisnya.
Vanka menghiraukan ucapan dari Darren dengan memasang headset di kedua telinganya sambil membaca sebuah novel yang dia sering bawa. Hal itu dilakukan agar dia tidak lagi mengubris apa tingkah dan apapun yang Darren katakan kepada dia.
"Ikutan dong!" ujar Darren seraya tangannya mengambil salah satu headset di telinga Vanka dan dipasangkan di telinga.
"Cantik! Bukan kuingin mengganggumu."
Terdengar suara dari Darren yang sedang bernyanyi mengikuti alunan musik pada headset membuat Vanka berlangsung melirik Darren.
"Bukan lo yang cantik! Gue lagi nyanyi!" lanjut Darren melirik Vanka dengan menahan tawanya.
"Walau mentari terbit di utara. Hatiku hanya untukmu" sahut Vanka mengikuti lanjutan nyanyian tersebut.
"Awas jatuh cinta beneran!" pungkas Darren melebarkan senyumnya.
"Apaan sih? Nggak jelas banget!" balas Vanka mengerutkan bibirnya dengan melirik ke arah Darren.
Vanka malas mendengarkan jika dia dikatakan akan jatuh cinta kepada Darren. Malasnya bagi Vanka jika memang suatu saat nanti dia akan merasakan hal itu atau dia berpikir jika Darren akan merasakan hal yang sama. Tidak mungkin, itu yang Vanka pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Ficção AdolescenteBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...