''Terkadang pikiran buruk harus dikesampingkan dulu, sebelum kecewa setelah mengetahui hal-hal baik yang ada diakhirannya.''
Seketika dalam perjalanan naik bus Vanka terlihat tertidur dengan satu telinga terdapat headset yang masih terhubung dengan lagu serta novel keadaan terbuka dalam gengaman tangannya.
"Kiri Pak!" seru Darren pada kondektur bus.
Dengan cepat bus berhenti bertepatan Vanka langsung terbangun dari tidurnya karena mendengar teriakan dari Darren.
"Lo turun apa ikut ke rumah gue?" tanya Darren menaikkan alisnya.
"Minggir deh! Gue mau turun!" perintah Vanka segera berdiri dalam tempat duduknya.
Vanka bergegas melangkahkan kakinya keluar dari pintu bus dan membayar biaya naik bus tersebut.
"Pak! Uangnya." ucap Vanka sambil memberikan uang kepada kondektur bus.
"Udah dibayar, Neng sama pacarnya!" balas kondektur langsung kembali naik ke dalam bus.
Kemudian bus melaju kembali melanjutkan perjalanannya.
"Pacar settingan!" gumam Vanka dalam hatinya.
Memang bukan selayaknya pacar, tapi hal-hal kecil selalu Darren lalukan. Mungkin terlihat kecil tapi bagi Vanka itu adalah hal berarti baginya. Tidak tahu bagiamana yang Darren rasakan, apakah sama atau justru tidak berpikiran apapun.Hari minggu adalah hari libur yang biasanya digunakan untuk bersantai di rumah atau pergi ke luar do suatu tempat untuk berefreshing dari kelelahan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Tetapi berbeda dengan Vanka, Minggu ini dia sudah berada di teras depan rumah. Sebenarnya di hari minggu ini ada jadwal untuk menonton film yang sudah dia sangat tunggu. Tangannya sedang mengetikkan sesuatu pada keyboard sedangkan matanya menatap layar laptopnya.
Kemudian Vanka berdiri meletakkan laptop di atas meja dan mengarahkan handphone di berbagai arah.
"Ih susah banget sih sinyalnya!" geram Vanka mengerutkan bibirnya.
"Nggak tau apa orang lagi ngerjain tugas tuh butuh internet!" lanjut Vanka mendengus kesal.
Memang koneksi internet di rumah Vanka terkadang begitu susah. Karena tidak ada bantuan wifi juga itu yang memperlambat tugas sekolah Vanka untuk selesai. Terkadang memang aneh, ketika tidak ada tugas koneksinya lancar dan bisa digunakan tetapi ketika sedang dibutuhkan sama sekali tidak bisa digunakan, memang menyebalkan.Brem!
Suara motor ninja warna hitam melintas pada halaman rumah Vanka yang membuatnya terkejut setelah mengetahui bahwa yang datang adalah Darren.
Hembusan napasnya perlahan keluar dari hidung Vanka. Kekesalan akan koneksi yang tidak kunjung bisa digunakan ditambahkan dengan kedatangan Darren yang pasti akan menambah masalahnya membuat Vanka semakin kesal.
"Lo ngapain kesini? Lo nggak inget hari ini hari Minggu?" sahut Vanka kepada Darren yang berjalan menghampirinya.
"Gue mau main aja ke rumah lo." balas Darren langsung duduk di kursi.
"Enak aja main-main. Nggak ada yang suruh lo!" ucap Vanka sembari mengarahkan handphonenya ke arah atas.
"Handphone lo kenapa sih?" tanya Darren melihat ke arah handphone Vanka.
"Nggak ada sinyal!" tegas Vanka menurunkan handphonenya.
"Lo lagi ngerjain tugas sekolah?" lanjut Darren tertuju pada laptop Vanka yang terbuka pada halaman file.
"Lagi ngerjain tugas negara! Ya tugas sekolahlah!" pungkas Vanka seraya duduk di kursi samping Darren.
"Ke rumah gue aja! Pakek wifi! Gratis!" pinta Darren menaikkan alisnya.
"Eh ada Darren! Kok nggak diajak masuk sih, Vanka?" ujar Mama Vanka yang seketika berjalan keluar dari dalam rumah untuk menghampiri mereka berdua.
"Nggak papa kok, Tante. Darren baru aja dateng." sambung Darren menjabat tangan Mamanya Vanka.
"Darren boleh nggak ngajak Vanka ke rumah? Sambil ngerjain tugasnya soalnya kata Vanka sinyalnya susah." lanjut Darren tersenyum pada Mamanya Vanka.
"Iya, emang kadang sinyalnya susah. Yaudah kalo gitu, Vanka kamu siap-siap sana!" pungkas Mamanya pada Vanka yang menatap layar handphonenya.
Setelah mendengar perintah dari Mamanya, Vanka segera berdiri dari tempat duduknya.
"Ayo buruan!" pinta Mamanya menarik tangan Vanka.
"Yaampun, Ma! Ini juga masih jalan." gerutu Vanka berjalan membawa handphone dan laptop.
Ternyata tidak lagi, justru kedatangan Darren kali ini sangat membantu Vanka yang dalam kesusahan. Memang perasaan yang buruk kepada seseorang terkadang akan salah kaprah.Vanka mengambil sebuah cardingan pink yang tergantung pada depan pintu lemari di kamarnya, dia langsung memakaikan di badannya berbalut dengan kaos biru polos yang dia sudah kenakan tadi dengan bawahan celana polos cream dan beralas kaki menggunakan flat shoes hitam. Vanka bergegas mengambil totebag yang berisi handphone juga laptopnya keluar dari kamar.
"Assalamualaikum. Berangkat dulu, Tante!" ucap Darren kepada Mama Vanka.
"Wa'alaikumussalam. Hati-hati ya!" balas Mamanya tersenyum pada Darren.Vanka berpikir jika akan ke rumah Darren melewati jalan jembatan yang membuatnya ketakutan. Hembusan napas yang keluar dari hidungnya sudah saling bersahutan. Ujung bibirnya sudah tergigit oleh giginya. Kedua matanya mulai melirik ke berbagai arah. Perasaannya begitu tidak tenang.
"Gue persiapan ya?" ucap Vanka langsung memeluk Darren dari belakang dengan menutup matanya.
Ketika dalam perjalanan Vanka sedikit membuka mata dan Darren membelokkan arah yang berbeda dengan arah seperti biasanya. Tetapi Vanka masih terus memeluk Darren. Mereka melewati banyak perumahan serta berbagai warung makan di sudut pinggir jalanan.
Sesampainya di Rumah Darren, Vanka kebingungan karena semenjak perjalanan tidak melewati jembatan yang menakutkan.
"Heh kok nggak lewat jembatan yang serem sih?" tanya Vanka seraya turun dari atas motor.
"Emang ada dua jalur." ucap Darren dengan menjanggang motornya.
"Jadi selama ini lo ngerjain gue? Dasar tukang modus!" pungkas Vanka memukul pundak Darren.
"Jangan main pukul-pukul dong! Nanti pas ada apa-apa main peluk-peluk." canda Darren melirik Vanka.
Ternyata selama ini ada dua jalur untuk melewati rumah Darren. Jadi selama ini akalan Darren untuk menakuti Vanka. Ya, pasti juga didasari akan kemodusannya. Dasar laki-laki.
"Dasar buaya kutub!" cetus Vanka memalingkan pandangan.
"Baru denger gue kalo ada buaya kutub, biasanya adanya buaya darat." balas Darren mengerutkan dahinya.
"Bodoamat!" sahut Vanka melipatkan kedua tangan di depan perut.
"Iya-iya gitu aja marah-marah. Ayo buruan masuk!" pinta Darren merangkul pundak Vanka.
"Ih nggak usah pakek rangkul segala!" dengus Vanka melepaskan tangan Darren pada pundaknya.
"Kalo nggak mau dirangkul, kalo gitu gue gandeng deh! Nggak boleh protes!" perintah Darren seraya menggandeng salah satu tangan Vanka.Gimana dengan kelanjutan kisah Darren dan Vanka?
Terima kasih buat readers yang masih setia sampai chapter ini.
Tunggu kelanjutannya di next chapter.
See u all. Love my readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Подростковая литератураBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...