''Percakapan adalah suatu kegiatan yang bisa melibatkan dua orang, juga bisa melihatkan hatinya sekalian.''
Langkah kaki Darren mulai berjalan mendekati posisi Vanka berdiri. Dengan napasnya yang mulai berhembus secara cepat. Terlihat rambutnya yang berantakan dan tetesan keringatan yang mulai berjatuhan.
"Lo nggak papa kan?" tanya Darren mendekati Vanka.
"Nggak papa." balas Vanka sambil melirik bagian telapak kiri tangan Darren yang berdarah karena pukulan dari penjambret yang membuat Darren terjatuh ke aspal jalan mengenai bagian telapak tangannya.
"Gue anter lo pulang sampek rumah!" cetus Darren menarik salah satu tangan Vanka.
"Apaansih pegang-pegang! Sok kenal!" protes Vanka melepaskan genggaman tangannya dari tangan Darren.
"Kemarin gue udah kenalan. Lo aja yang nggak mau kenalan!" tangkas Darren mengerutkan dahinya.
"Siapa juga yang ngajak lo kenalan?" gerutu Vanka memalingkan pandangannya.
"Terserah lo deh. Yang penting sekarang gue harus anter lo pulang sampek rumah. Emang lo mau kejadian barusan terjadi lagi?" tangkas Darren menatap wajah Vanka.
"Ya nggak usah pakek ngegas segala kali! Musibah orang nggak ada yang tahu!" balas Vanka mengerutkan bibirnya.
"Yaudah, sekarang gue anterin lo pulang! Nggak usah banyak protes, udah ditolongin juga!" tukas Darren menarik kembali tangan Vanka berjalan menuju motornya.
"Kalo nggak ikhlas nggak usah nolongin, bambang!" jawab Vanka menaikkan alisnya.
"Kalo dari awal gue nggak ikhlas ngapain juga tolongin lo, bambang!" sambung Darren menaiki memasang helm di kepala dan menaiki motornya tersebut.
"Buruan naik!" tegas Darren menyuruh Vanka agar segera naik ke motor.Daripada memperpanjang masalah nggak tidak tahu sampai kapan berakhir dan lagi pula tidak apa manfaat satu pun, Vanka memutuskan menerima tawaran dari Darren bergegas naik ke motor untuk diantar pulang dengannya. Dengan alasan sederhana, dia mau pulang dengan selamat tanpa ada gangguan seperti yang barusan terjadi padanya.
Setelah Vanka sudah menaiki motornya, Darren segera menyalakan motornya dan mulai menghendarai dengan kecepatan sedang.
"Rumah lo yang mana? Arahin gue! Ntar nyasar gue yang disalahin!" ucap Darren pada Vanka.
"Iya-iya ntar gue arahin. Kalo sampai keblablasan berati lo budeg!" tukas Vanka dengan nada tinggi.Laju motor Darren melewati beberapa belokan serta banyak terdapat polisi tidur di beberapa jalan yang mereka lewati yang memperlambat perjalanan pulang mereka.
"Agak cepetan dikit dong!" tutur Vanka pada Darren.
"Siapa suruh banyak jendutan di sini?" sahut Darren memperlambat laju motornya karena melewati polisi tidur.
"Polisi tidur kali. Jendutan apaan?" balas Vanka menahan tawa.
Motor Darren terus melaju dan melewati beberapa polisi tidur yang membuatnya tidak bisa mempercepat laju motornya.
"Eh eh ini rumah gue! Berhenti-berhenti!" tangkas Vanka menepuk punggung belakang Darren dengan spontan.
Seketika Vanka secara tiba-tiba memerintahkan Darren untuk menghentikan motornya karena sudah sampai di rumah Vanka membuat Darren berlangsung mengrem motornya dengan cepat tanpa berpikir sesuatu.Seperti biasa, jangan lupa buat vote dan commentnya ya guys.
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca.
Tungguin next chapter ya, see u readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Ficção AdolescenteBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...