''Perasaan itu tidak selalu tetap, ada kala perasaan itu selalu berganti, tergantung pada suasana hati.''
Ketika Darren sudah menyebrang jalan, Vanka berlangsung mengusap air matanya dan menahan air mata agar tidak terlihat menangis dihadapan Darren.
"Lo habis nangis?" tanya Darren mendekati Vanka melihat mata Vanka yang sembab.
"Hah? Enggak! Ngapain nangis?" jawab Vanka mengusap bekas air matanya.
"Nggak nangis? Itu lo ngusap sisa air mata!" pungkas Darren menatap Vanka.
"Udah deh ayo pulang!" pinta Vanka menarik tangan Darren.
"Lo jawab pertanyaan gue dulu! Lo kenapa nangis?" tanya Darren menatap mata Vanka.
"Gue kasihan. Udah deh ayo pulang!" pungkas Vanka memalingkan pandangannya.
"Tapi lo jangan nangis!" perintah Darren pada Vanka.
"Udah nggak nangis! Ayo pulang!" balas Vanka menaikkan alisnya.
Memang Vanka sudah diketahui oleh Darren jika dia telah meneteskan air matanya yang keluar dari kedua mata. Pipinya yang sudah basah dan kedua tangannya yang sibuk mengelapi, itu yang membuat Darren yakin jika Vanka baru saja menangis. Darren tidak mengetahui jika hal tersebut terjadi karena perbuatan yang dia lalukan baru saja tadi. Darren benar-benar tidak bisa memahami Vanka untuk saat ini.Sesampainya di rumah, Vanka bergegas turun dari motor Darren. Dengan kedua tangannya yang mulai melepaskan helm dari kepalanya.
"Helmnya lo bawa aja!" perintah Darren memberikan helm pink pada Vanka.
"Hmm makasih banyak ya tumpangannya, hadiahnya sama traktirannya, dan udah beliin Mama!" ucap Vanka dengan pelan.
"Makasih udah mau nungguin gue latian!" balas Darren melirik Vanka.
"Yaudah sana pulang!" lanjut Vanka menyuruh Darren agar cepat pulang.
"Lo masuk aja duluan!" cetus Darren membalikan perintah dari Vanka.
"Kan gue tinggal masuk. Lo aja duluan sana!" gerutu Vanka mengerutkan alisnya.
"Yaudah bareng aja!" sahut Darren mengajak Vanka agar sama-sama meninggalkan halaman depan rumah.Satu! Dua! Tiga!
Aba-aba dari Vanka sudah diucapkan. Vanka bergegas melangkah kakinya masuk ke dalam rumah sedangkan Darren berlangsung melajukan motornya keluar dari gerbang rumah Vanka.
"Hayo ngintip apa?" sahut Mama Vanka tiba-tiba mengagetkan Vanka yang sedang bersembunyi di balik jendela untuk mengintip Darren keluar dari gerbang rumahnya.
"Nih ayam geprek buat Mama!" ucap Vanka menyerahkan sebuah kotak nasi kepada Mamanya dan bergegas melangkahkan kakinya menuju kamar.
"Dari siapa ini?" tanya Mamanya membuka kotak nasi tersebut.
"Darren!" teriak Vanka yang sudah berada di kamarnya.Malam ini bukan waktu bersantai untuk Vanka melainkan dia harus segera menyelesaikan tugas sekolahnya. Terlihat beberapa buku berhamburan berbuka lebar di atas meja besarnya sedangkan tangan kanan sedang sibuk menulis di sebuah lembaran kertas.
Ting!
Sudah terduga suara tersebut pasti berasal dari notifikasi handphone miliknya. Tanpa menghiraukan Vanka langsung membuka layar handphone ternyata Darren mengirimkan beberapa foto kepadanya.
Mulai dari Vanka yang sedang membaca buku novelnya di kelas sampai Vanka sedang menikmati ayam geprek di Warung Pak Jamal membuatnya langsung tertawa sebatas memperlihatkan gigi putihnya.Ting tung ting! Ting tung ting!
Ketika dia sedang melihat foto tersebut, tangan kanannya tidak sengaja menekan tombol panggilan telepon yang bertuju dari Darren. Dengan cepat panggilan tersebut terhubung dengan Darren.
"Hallo?" suara Darren dari handphone Vanka.
Vanka terkejut apa yang dilakukan karena kecerobohanya, akhirnya dengan sigap dia langsung menekan tombol merah untuk menghentikan panggilan pada Darren.Ting tung ting!
Karena Vanka mematikan panggilannya membuat Darren langsung menelpon balik, layar handphone Vanka langsung berganti pada panggilan telepon dari Darren. Tanpa berpikir lama Vanka langsung menolak panggilan dari Darren.
Karena Vanka beberapa kali ditelpon selalu ditolak. Akhirnya Darren mengirimkan sebuah pesan.
Darren
Yang minta video call Mama gue!
Pengen ngomong sama lo katanya.
Vanka tak menghiraukan sama sekali karena dia mengira semua hanya akal-akalan Darren semata.
Darren mengirimkan sebuah voice note.
"Hallo Vanka! Tolong angkat video call dari Darren ya! Tante pengen ngomong sesuatu!"
Ternyata setelah Vanka membuka voice note tersebut terdengar suara Tante Maya meminta Vanka untuk mengangkatkan karena dia ingin berbicara sesuatu dengan Vanka.Ting tung ting!
Vanka mendenguskan napasnya perlahan. Dengan cepat Vanka langsung menggeser tombol untuk menghubungkan video call tersebut.
"Hallo Vanka! Selamat malam! Kamu lagi ngapain?" tanya Mama Darren memperlihatkan wajahnya di kamera tersenyum kepada Vanka.
"Selamat malam juga, Tante! Vanka lagi ngerjain tugas sekolah." jawab Vanka menyipitkan matanya.
"Belajar kok main handphone!" suara Darren terdengar di balik kamera handphone miliknya.
"Darren ya! Yaudah kalo gitu kamu lanjut belajarnya ya. Kamu kapan-kapan main sini lagi!" ucap Mama Darren menatap Vanka dari layar kamera.
"Iya, Tante!" balas Vanka dengan singkat.
"Hallo Nona Vanka!" pungkas Darren mengambil alih kamera dari Mamanya.
Vanka hanya terdiam mengerutkan alisnya setelah melihat dari Tante Maya berganti dengan wajah Darren.
"Kok diem aja sih? Mama gue udah keluar dari kamar. Jadi nggak usah sok malu deh!" papar Darren mengarahkan kameranya menunjukkan sekeliling kamar.
"Udah deh gue matiin!" ucap Vanka mengerutkan dahinya.
"Eh bentar gue mau ngomong! Besok gue jemput titik nggak pakek koma!" pungkas Darren memberikan tangan jempol kepada Vanka.
"Gue besok naik bus! Bye!" cetus Vanka langsung mengakhiri video call tersebut.
Vanka menutup handphone miliknya. Tangan Vanka kemudian mengambil paper bag pemberian dari tadi dan mengambil hoodie yang ada didalamnya. Vanka langsung berdiri beranjak dari kasurnya.
Vanka terlihat tersenyum di depan cermin kaca kamarnya dengan diletakkan hoodie tersebut pada badannya. Vanka terlihat menyukai barang pemberian Darren tersebut.Jangan lupa buat kasih vote dan ramein commentnya ya.
Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk baca cerita ini.
Tungguin next chapternya ya, see u readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
arenka -on going-
Ficção AdolescenteBagi Vanka, hidup ini bukan hanya tentang cinta belaka. Menurutnya, buat apa cinta ada hanya akan meninggalkan luka? Buat apa cinta ada jika harus ada yang tersakiti? Bukankah cinta seharusnya ada untuk membuat dua insan saling bahagia tanpa adanya...