"(Name) dimari, ada (Name) jangan lari"
Kisah singkat tentang si gadis brutal yang hidup hanya dengan modal doa dan tekad
Ketika diberi kesempatan baru untuk merubah alur hidupnya menjadi lebih baik, apakah dia sanggup melakukannya? Atau malah menje...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"gpp people come and go, ak bisa motoran sendiri sambil podcast"
**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*
Park Hyungseok dengan tak sabar menunggu lift untuk naik. Dia tak tahu apakah rasa mual yang bersemayam di perutnya ini adalah akibat dari gerakan lift yang diatumpangi atau karena rasa takut, cemas, dan khawatir yang tengah melandanya
Bagaimana tidak? Setelah mendengar kabar bahwa (Name) masuk rumah sakit-sekarat-dia langsung memaksakan diri untuk datang ke lokasi sesegera mungkin. Tak ada sedetik pun yang tersisa di dalam dirinya untuk merasa tenang. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin saking cemasnya
Bunyi 'ting' akhirnya terdengar begitu dia telah sampai di lantai yang dituju. Dia langsung keluar tanpa memedulikan apa pun. Matanya meneliti tiap nomor yang berada di dekat pintu ruangan, melihatnya sekilas sembari menggumamkan nomor kamar inap sang gadis
Langkahnya berhenti ketika matanya menangkap angka yang dicari-cari. Dia berdiri di depan pintu bilik tersebut. Kakinya kesemutan. Napasnya terus memburu dan dihembuskan pendek-pendek. Dia tak siap untuk kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi pada gadis itu. Tak akan pernah siap
Tangannya beranjak untuk memegang kenop pintu yang dingin. Begitu terbuka, matanya langsung tertuju pada gadis yang dikenalinya, tergeletak di sebuah ranjang di dalam ruangan itu, sampai-sampai dia sempat tak menyadari bahwa bukan hanya (Name) yang ada di dalam ruangan itu
Hyungseok menggumamkan nama gadis itu sembari masuk, mendekat kepada gadis tersebut. Di saat itu, barulah dia menyadari keberadaan Lee Jihoon yang duduk di sofa tunggal tak jauh dari sana. Jihoon telah menyadari keberadaannya, tetapi tetap diam dan duduk dengan pandangan menunduk di sofa itu
Pikiran Seok berantakan. Dia bingung apakah harus menanyakan mengenai keadaan (Name) terlebih dahulu pada Jihoon atau harus menangis lebih dulu. Namun, dia mencoba mengendalikan dirinya sendiri
Dilihatnya seluruh tubuh gadis itu. Luka-lukanya sudah ditangani, tetapi kondisinya tidak bisa dikategorikan sebagai baik. Elektrokardiograf di sebelahnya menampilkan detak jantungnya yang lemah dan tak beraturan. Alat bantu pernapasan menjadi pertanda seberapa buruknya kondisi sang gadis saat itu
Pedih sekali. Hyungseok tak pernah merasa selemah dan sebodoh ini. Dia tak bisa melindungi orang yang diacintai hingga (Name) berakhir seperti ini. Dia merasa gagal. Dia bodoh karena telah sepele pada hal-hal krusial
Dia merasa... Tidak pernah cukup. Kalau bisa, dia akan menggantikan posisi (Name) saat ini. Oh, Tuhan, apa tidak ada cara seperti itu? Seok rasanya bisa merelakan apa saja untuk gadis itu, tetapi bisa-bisanya dia malah tergeletak di ranjang rumah sakit dan jadi merasakan sakit seperti ini?
Mengapa... Mengapa harus (Name)?
Park Hyungseok telah kehilangan banyak hal. Sosok seorang ayah, harga diri, rasa percaya diri, kepercayaan, hingga tubuhnya sendiri. Dia sudah melewatinya dan sampai sekarang, Hyungseok tetap hidup dan masih bisa berdiri dengan tubuhnya yang tegap. Namun, jika dia harus kehilangan gadis di hadapannya, Hyungseok tak tahu apakah dia akan tetap sama atau malah tidak akan bisa kembali