Berantakan. Itulah satu kata yang bisa digunakan untuk menggambarkan paginya Gracia dan Revan. Sejak matahari terbit, Gracia mencak-mencak tak bersuara karena Revan, seperti yang dia sudah duga, telat membangunkan Gracia untuk gantian jaga malam. Bukan telat sebenarnya, hanya saja Revan membiarkan Gracia tertidur lebih lama karena menurut Revan, Gracia layak untuk mendapatkan istirahat lebih. Bukannya senang, Gracia malah memarahi Revan. Akhirnya mereka berdua berdebat dari pagi karena Revan yang membela dirinya karena melakukan tindakan yang baik, sedangkan Gracia kesal karena pembagian jam jaga yang tidak adil membuat Revan kehilangan waktu tidurnya dan berisiko membuat rekannya tidak bisa bekerja optimal.
Selain berantakan yang disebutkan sebelumnya, pemandangan di luar hotel mereka juga sesuai dengan definisi 'berantakan'. Sepanjang ruas jalanan dihiasi dengan mayat dan kendaraan yang terbakar. Rasanya tidak ada satu jengkal aspal yang tidak diwarnai oleh merah bercampur hijau tua, kombinasi darah yang mengering dan isi usus yang terbuka. Aroma kematian membumbung tinggi dan bertahan di udara yang menyesakkan untuk dihirup, membuat perut bergejolak untuk melontarkan isinya. Bangunan hotel mereka tampaknya tidak luput dari kegilaan yang terjadi semalam. Barikade yang dipasang di pintu depan berhasil menghalau penjarah masuk, jadinya dinding depan yang dijadikan sasaran amukkan. Hotel melati yang sudah dalam kondisi buruk, diperparah dengan coretan grafiti berisi pesan-pesan aneh. Paling besar di antara coretan itu adalah tulisan 'Satu Jakarta' yang ditimpa dengan tanda silang.
Dari semua kegilaan yang menyambut pagi mereka, lucunya bukan itu semua yang membuat sepasang polisi ini berdiam di dalam mobil yang belum meninggalkan parkiran hotel. Persis di gedung seberang, tergantung dari sebuah kanopi, adalah empat mayat perempuan. Bukan tergantung dengan tali, tapi kawat berduri yang melilit mereka. Keempat mayat dalam keadaan telanjang—tanpa pakaian, dikuliti bersih dari wajah, torso, punggung, dan kaki hingga tiap guratan serat otot bisa terlihat jelas. Salah satu mayat yang tergantung tampak berbeda dari yang lain. Sebuah sayatan besar memanjang dari bawah pusar hingga ke area selangkangan. Darah segar masih mengucur deras dari bekas luka itu. Yang lebih menjijikkan lagi adalah organ tubuh apa yang jelas-jelas dicabut paksa dari perempuan ini.
Gracia dan Revan sudah menjadi partner di Divisi Investigasi Khusus selama empat tahun. Mereka berdua mengerjakan kasus-kasus bernilai tinggi yang tidak mau disentuh oleh siapapun di kepolisian. Eksposur ke kejahatan di luar nalar manusia seharusnya membuat mereka menjadi kebal. Tapi untuk kali ini, di hadapan empat nyawa malang yang mati dalam kondisi mengerikan, Gracia dan Revan merasa menjadi manusia lagi. Revan bahkan yang terlihat lebih terpukul. Jantungnya berpacu kala ingatannya kembali ke tadi malam, yang ia lihat dan dengar dari jendela kamarnya. Revan tidak bisa menahan wajahnya yang meringis ketika suara teriakan itu menghantui telinganya kembali. Dia ingat ada lima perempuan dan beberapa anak-anak—ke mana sisanya? Tidak, bahkan imajinasi tergelap Revan tidak sanggup membayangkan nasib mereka.
"Kalo mereka cuma mau nonton doang, mending gue yang turun sekarang!"
Yang Revan maksud kali ini adalah sebuah mobil polisi yang Gracia panggil lewat radio. Sejak pukul 8, peringatan kode hitam sudah dicabut sehingga mobil polisi bisa masuk ke area ini. Dua petugas yang berada di mobil itu sibuk menatapi mayat yang tergantung. Selama hampir 20 menit Gracia dan Revan mengawasi dan menunggu apakah polisi patroli ini akan melakukan yang seharusnya mereka lakukan. Jika ditambah dengan setengah jam waktu tunggu untuk mobil ini sampai ke lokasi, total hampir satu jam Gracia dan Revan menunggu di parkiran hotelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabula Rasa
Science Fiction[R rated: Mengandung kekerasan grafis/eksplisit, bahasa kasar, kilas balik mengganggu, penggunaan narkoba/zat terlarang, dan adegan seksual grafis/eksplisit] Metro Jakarta, tahun 2099. Kota yang sudah lama menanggalkan statusnya sebagai pusat pemeri...