8. Catatan Kaki

97 11 10
                                    


Trigger Warning: Ada bagian dari part ini yang menggambarkan pengalaman seseorang yang mengalami flashback seperti di gangguan trauma. Kesannya kayak gw terlalu lebay, tapi dari pengalaman pribadi lebih baik gw main aman dan menjelaskan ini dari awal.

Proceed with caution dan silakan lewati bagian ini jika dirasa mengganggu kalian.

***

Dentuman bass yang menggelegar mampu mengguncang isi hati siapapun yang melewati klub malam ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dentuman bass yang menggelegar mampu mengguncang isi hati siapapun yang melewati klub malam ini. Semacam godaan untuk bagi para pengelana yang gundah dengan kehidupan menyengsarakan di kota ini. Godaan untuk melarikan diri dengan tiap tegukan alkohol, tiap butir ekstasi yang ditelan, narkotika yang disuntikkan langsung ke pembuluh darah, atau dengan kacamata yang mengirimkan sinyal listrik ke korteks otak dan membawa kalian melayang tinggi. Apakah salah untuk kabur sejenak? Salahkan menanggalkan akal sehat dengan segala beban yang tertampung di dalamnya? Bukankah lebih baik daripada menjadi waras dan sadar hidup dengan dosa?

Setidaknya bukan itu yang dipikirkan oleh sosok yang berdiri di depan klub malam ini. Tidak, dia sudah mati rasa sejak lama. Dia punya kepentingan lain yang membuatnya harus melupakan soal itu semua. Dan kepentingan inilah yang membawanya masuk. Melewati dua penjaga bertubuh robot, sosok ini langsung disambut dengan suara yang jauh lebih memekakkan dibandingkan yang ia dengar dari luar klub. Matanya perlu waktu untuk menyesuaikan dengan gelapnya ruangan ini yang hanya diterangi oleh kilatan cahaya dengan warna berganti-ganti mengikuti alunan musik. Lautan manusia saling menggoyangkan pinggul ke satu sama lain, saling menempel dekat dan bertukar keringat saking rapatnya mereka berdansa. Sosok yang baru masuk ini harus berdesak saat menembus tembok manusia yang lengket dan bau apek, campuran aroma badan, alkohol, dan asap ganja.

Melewati lantai dansa yang ramai, kini sosok ini masuk ke area yang cukup sepi. Sepi dalam artian suara musik, tapi tidak sepi dalam jumlah orang. Jelas tidak seramai lantai dansa dan jauh lebih rapi. Orang-orang di sini duduk melingkari tiga buah pilar besar, masing-masing bisa menampung setidaknya 15 kursi. Tiap orang terlihat memakai kacamata yang terhubung ke atas pilar dengan sebuah kabel. Ya, inilah yang dinamakan brain dance, narkoba generasi baru kalau kata orang. Teknologi yang memungkinkan seseorang untuk berada di dunia lain—semua berkat rangsangan otak yang memanipulasi pikiran kita sesuai konten dari BD. Jika melihat beraneka ekspresi yang ditunjukkan orang-orang di sini tampaknya ada beragam konten yang mereka rasakan sekarang. Ada yang menangis sesenggukan sambil mengucap nama seseorang, ada yang tertawa sambil menepuk-nepuk tangannya seakan sedang menghibur seseorang. Yang paling banyak tentu saja erangan dan desahan penuh nafsu. Seorang pria terlihat berselonjor dengan mulut terbuka dan lidah yang menjuntai keluar. Celananya sudah ditanggalkan, menampakkan penis yang terkulai lemas dengan air mani masih menetes dari lubang kemaluan. Di samping pria itu ada perempuan dengan rambut keriting berwarna merah terang yang bersih telanjang. Tangannya sibuk bermain di puting dan klitoris yang semuanya ditindik. Tiba-tiba eluhan panjang keluar dari mulut perempuan itu diikuti dengan cairan orgasme yang menyembur dan membasahi lantai di depannya.

Tabula RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang