"Ke mana rekan lu?"
Gracia mengangkat satu alisnya. "Gua gak selalu bareng dia."
"Dua hari ini dia gak bantuin lu?"
Iya, lawan bicaranya benar. Selama itu dia tidak bertemu dengan Revan. Dia tidak tahu apakah rekannya masuk atau di mana keberadaannya. Gracia terlalu sibuk dengan urusannya untuk memikirkan Revan.
Berbicara soal urusannya, dia baru selesai merapikan dokumen untuk diajukan ke Propam dan audit. Dia tidak sendiri—Lulu ikut membantunya. Tak ada pilihan juga, mengingat akunnya yang dicatat sebagai pihak yang membuka kembali akses kasus ini.
"Seenggaknya dia gak ganggu," ucap Gracia. Dia lanjut menyuap makanannya. Lulu yang menemani Gracia memutuskan tidak bertanya.
Tidak ada obrolan selama beberapa menit. Momen hening ini membuat Gracia memikirkan peluangnya. Dia mendapat dukungan Pak Alex, dan dengan bantuan Lulu, Gracia bisa menemukan argumen yang kuat kalau blokir akses kasusnya merupakan pelanggaran SOP. Jika berhasil mengajukan gugatan, Gracia tidak hanya mendapat kembali akses ke folder kasus Vox, dia bisa menunjukkan dirinya layak untuk didukung oleh komandannya.
Gracia jadi teringat mengenai kasus yang membebani dirinya. Sebenarnya tidak semua barang bukti disita—semua yang bentuknya digital memang diblokir. Tapi Gracia masih punya buku catatan milik Hasan yang tersimpan di mejanya. Selama dua hari dia mencoba menelusuri buku itu, mencoba mencari koneksi yang menguatkan dugaannya kalau Zeno-Lan terlibat dalam pembunuhan Vox. Nyatanya, tidak ada artikel selain dua yang ia temukan yang menyebutkan perusahaan itu.
"Gimana soal folder yang gua minta tolong ke lo?"
Lulu berhenti sejenak. Dia mencoba mengingat folder apa yang diminta oleh Gracia. "Oh, maksud lu soal kasus ilang itu?"
Gracia mengangguk. Lulu pun menghela nafasnya. "Gua gak sempet buat nyari lagi foldernya. Ini aja gua masih sibuk review ulang berkas yang ilang gegara protokol waktu itu."
"Seberapa parah kerusakannya?"
"Lucunya, sejauh yang gua cek, gak ada data yang ilang. Kita udah review sekitar 70% berkas yang ada dan semuanya masih utuh." Lulu lalu menyeruput minumannya. "Atasan gue sih masih belum puas. Kayaknya dia sama tim cyber lagi coba mastiin ke data-data konfidensial yang gak bisa kita akses. Agak aneh juga sih, ada serangan cyber tapi gak ninggalin jejak sama sekali."
Gracia mengesampingkan komentar Lulu. Ada yang lebih menarik perhatiannya. "Menurut lo, ada kemungkinan serangan ini yang ngilangin foldernya?"
"Gue sih agak ragu. Gue belum nemu bahkan sebelum kejadian protokol. Gue malah lebih yakin kalo, bisa aja nih, kasus itu emang gak pernah ada."
"Mustahil," sanggah Gracia. "Pasti ada. Lo liat sendiri artikel yang gua kasih. Orang profil tinggi kayak gitu gak mungkin luput dari pencatatan. Dia mati di sini Lu."
"Gue gak bilang kalo lu salah. Cuman, kita ngomongin corporate crime. Gak ada yang mustahil selama harganya pas."
Gracia terdiam. Sebuah ide terbesit di benaknya. "Kalo gitu kita ikutin uangnya."
Lulu mengedarkan pandangannya, menyapu ke seluruh kafetaria. Dia lalu menatap Gracia dan perlahan menganggukkan kepala. Keduanya tahu apa yang perlu dilakukan.
Selesai makan siang, Gracia menerima notifikasi pesan masuk. Dia sedikit terkejut asal pesan itu.
Revan-INS
Gre, bsk jdi ketemu Jinan?
Rupanya Revan masih ingat soal pembicaraan merek dua hari lalu. Sejak Gracia mengabari rencananya untuk memperbaiki tangannya besok Sabtu, baru sekarang ia mendapat balasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabula Rasa
Science Fiction[R rated: Mengandung kekerasan grafis/eksplisit, bahasa kasar, kilas balik mengganggu, penggunaan narkoba/zat terlarang, dan adegan seksual grafis/eksplisit] Metro Jakarta, tahun 2099. Kota yang sudah lama menanggalkan statusnya sebagai pusat pemeri...