12

63 8 0
                                    

Sesuai dugaan, Gracia tidak tidur nyenyak. Tapi sisi positifnya, dia bisa memanfaatkan waktu yang terbuang untuk tidur dengan merencanakan agendanya hari ini. Yang jelas, dia perlu menghubungkan aktivitas Hasan sebagai Vox dengan kasus yang menjerat Zeno-Lan. Hubungan itu sebenarnya ada, tapi sebatas berita di media dan bukan dalam bentuk laporan kasus di kepolisian.

Gracia tidak kehabisan akal. Bukan cuma polisi saja yang harus mengurus berkas mereka ke dalam arsip. Bahkan ada alasan kenapa mayoritas pekerjaan petugas lapangan adalah mengurus berkas yang jumlahnya tidak sebanding dengan tindakan mereka. Dengan begitu banyaknya laporan yang mereka kerjakan, jika dia tidak menemukan yang dia cari di arsip, dia hanya perlu mencarinya di tempat lain. Dan mana yang lebih bagus untuk memulai pencarian selain dari satu-satunya bagian di kepolisian yang tugasnya mengaudit ribuan laporan untuk memastikan semuanya sesuai standar?

Untungnya dia sudah mengabari Lulu soal kedatangannya ke ruangannya. Gracia tidak perlu berurusan dengan rekan kerja Lulu yang menurut Gracia, tidak lebih sopan dari sebuah keset. Setidaknya keset masih bersedia untuk mengucapkan 'selamat datang'.

Benar saja, saat Gracia memasuki ruang kerja bagian audit, dia merasakan tatapan dingin dari sudut ruangan yang ia kenal. Matanya mencari sepasang mata tersebut, mata dari perempuan yang sama yang 'menyambut' Gracia saat pertama kali mendatangi ruangan ini. Ketika tatapan mereka bertemu, perempuan itu segera membuang wajahnya dan membuat dirinya terlihat sibuk. Bagus, pikir Gracia. Perlu banget orang itu diajarin sopan santun!

Ada sebagian diri Gracia yang ingin berlama-lama meladeni perempuan itu. Tapi dia ingat tujuan awalnya ke sini. Dengan satu tatapan terakhir, dia melanjutkan langkahnya ke meja milik temannya. Temannya itu mengangkat tangannya sebagai isyarat untuk langsung menghampirinya saja.

"Lu gak bosen ya nyariin gue terus?" tanya Lulu. Seperti biasa, komputer di meja Lulu sudah menampilkan banyak tab yang berisi semua laporan yang perlu dia cek. "Kemaren kayaknya gue udah ngasih semuanya yang lu butuhin kan?"

Gracia menarik kursi dari meja kosong di dekatnya. "Iya, cuma satu lagi yang gua butuh."

Lulu yang tadi membagi perhatian antara pekerjaan dan percakapannya, akhirnya mengalah untuk memberi Gracia atensinya. "Cuma satu? Kok gua gak percaya..."

Mengesampingkan komentar terakhir Lulu, Gracia mengeluarkan tablet dari tasnya. Dia menunjukkan isi artikel yang sama dengan yang ia tunjukkan kemarin ke Revan.

"Kasus yang ada di berita ini udah gua coba cari di arsip, cuma gak ketemu sampe sekarang." Gracia lalu memberikan tablet itu untuk dibaca oleh Lulu. Temannya itu tidak membaca lama, kembali mengarahkan pandangannya ke Gracia.

"Kayaknya gua pernah denger kasus itu," ucap Lulu. "Masalahnya, kenapa lo nanya ginian ke gue? Gue mana ngurus arsip-arsip di kantor."

Gracia menghela nafasnya karena dia tahu jawaban seperti ini yang pasti diutarakan Lulu. "Iya, cuma kan kalian pasti punya laporan audit yang disimpen terpisah dari folder kasus. Kebijakan itu pasti diterapin buat semua kasus, tanpa terkecuali," ucap Gracia dengan yakin.

"Jadi... Lo pengen gue cari file audit, dari kasus yang lo bilang gak ada arsipnya?" tanya Lulu balik. Terdengar nada tidak percaya dari pertanyaan Lulu ke Gracia. "Gue gak salah denger nih? Kasus itu dari taun berapa? 80-an kan kalo gak salah? Kita aja masih kecil taun segitu."

"Justru itu yang bikin gua bingung. Profilnya gede, ada yang ditangkap di kasusnya, tapi gak ada jejaknya sama sekali di tempat kita." Gracia mengecek sekelilingnya, sebelum ia mendekatkan kursinya ke Lulu. Suaranya ia buat sepelan mungkin, seakan hal yang dia ucapkan adalah sebuah tabu. "Lo tau kan tempat kita kayak gimana. Alesan kenapa audit punya laporan terpisah emang untuk mencegah kasus-kasus yang tiba-tiba lenyap gitu aja."

Tabula RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang