25

54 3 0
                                    

Pagi ini, publik dikejutkan dengan aksi vandalisme yang terjadi di depan Gedung DPRD Metro Jakarta. Puluhan grafiti bertuliskan "Satu Jakarta" yang dicoret tersebar sepanjang pagar luar dari gedung yang sudah tidak berfungsi selama hampir 40 tahun.

Ini adalah kali kedua coretan ini kembali muncul di gedung yang sama sejak demonstrasi penolakan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta pada 2033. Pada bulan ini, sudah ada lima grafiti yang ditemukan di bekas kantor pemerintah daerah Jakarta.

Aksi vandalisme ini diduga berkaitan dengan Populi di mana slogan ini menjadi populer kembali. Kasus kematian Vox yang belum memiliki titik terang kemungkinan mendorong simpatisannya untuk melakukan aksi terorisme, sebagai bentuk tekanan ke Distrik Jakarta Pusat untuk segera mencari dalang pembunuhannya. Publik menjadi resah dengan adanya ancaman eskalasi tindakan yang lebih membahayakan dari kelompok teroris ini. Kepolisian Metro Jakarta berjanji untuk mengusut kejadian ini.

Jika saja radio ini tidak tertanam di mobilnya, Gracia sudah mencabut benda itu. Dia tidak punya hak untuk marah—dia yang memilih bertahan hanya untuk mendengar berita tadi meski dia sudah sampai di markas.

Tapi, untuk apa juga dia marah? Dia yang menyeret dirinya sendiri ke kasus ini. Sekarang dia ditampar fakta betapa kacaunyabuntut dari kematian Vox. Mungkin Revan benar ketika dia bilang ada yang berbeda dari kasus ini. Awalnya Gracia mengesampingkan itu atas dasar 'tentu saja ada yang beda di tiap kasus kita'. Semakin ke sini, dia mulai menerima kalau perbedaan yang rekannya maksud, jauh lebih mengerikan dibandingkan dugaannya.

***

Memasuki ruangannya, Gracia terkejut karena Revan belum datang. Kejutan lainnya adalah Anto dan Yura yang kembali menempati meja mereka.

"Lo yang ngerusak PC gue ya?" ucap Anto. Gracia melirik ke panel di belakang monitor PC milik seniornya yang belum ditutup. Lirikannya berpindah ke Anto yang dengan garang menyipitkan matanya.

"Gak mungkin dia yang ngerusak. Pasti yang satu lagi," sela Yura. Dia mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. "Ngomong-ngomong, mana rekan lu? Gue kangen dah lama gak denger ocehannya."

Seakan menjawab pertanyaannya, Revan masuk dengan langkah cepat. "Gre, lu harus liat—lah, lu berdua dah balik?"

Perhatian Anto kini beralih ke sosok yang baru datang. Jari telunjuknya ia acungkan ke Revan. "Lo yang ngerusak PC gue?"

Revan menangkap maksud seniornya. "Kalo gue tau password PC lu, gue gak akan ngebuka panelnya."

"Buat apa lo mau tau password PC gua?"

"Harusnya lu bilang makasih. Gue udah nyelametin semua data lu berdua yang hampir dicuri!"

Tautan alis Anto melonggar. Senyuman Yura yang terhibur adegan di depannya, sekarang meluntur. "Dicuri?"

"Lu gak tau? Markas kita sempet kena serangan cyberframe yang ngincer penyimpanan data."

Kedua polisi senior itu saling melirik. Gracia memerhatikan perubahan ekspresi keduanya. Mereka tampak berbicara melalui tatapan mata.

"Berapa banyak data yang diambil?" tanya Yura.

"Anehnya, gak ada. Gue udah nanya ke temen gue di cybercrime, dan dia udah mastiin gak ada yang ilang." Revan menunjuk ke mejanya. "Gue masih simpen drive yang gue pake buat mindahin datanya, kalo lu mau liat."

Anto dari tadi tidak bersuara. Dia melihat ke sebelahnya, menunggu rekannya yang berbicara. Yura akhirnya menggelengkan kepalanya. "Gak usah. Langsung lu buang aja, abis lo apus datanya."

Tabula RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang