8. Rasa Pahit ✔️

96 8 0
                                    

Happy Reading~

Jangan lupa kasih bintang ⭐ untuk Saguna ❤

••••






“Buat lo!”

Dania terdiam saat Saguna mengulurkan sebungkus coklat padanya. Ia menatap lelaki itu seakan bertanya maksud Saguna memberikannya coklat.

“Ambil!”Saguna meletakkan coklat ke depan Dania, “gue dapet hadiah banyak dari anak-anak. Gue nggak terlalu suka yang manis. Jadi, beberapa gue bagiin.”

“Nggak sopan lo. Udah dikasih orang malah dibagiin lagi ke orang lain,” ucap Dania yang tidak suka dengan sikap Saguna.

“Lagi pula itu udah jadi milik gue. Milik gue berarti suka-suka gue dong. Terima aja sih!”

Dania menghela napas sembari menatap sebatang coklat dengan merek produk terkenal, “Oke, gue terima. Makasih.”

Dari lubuk hati yang paling dalam sebenarnya Saguna sangat senang karena pemberiannya di terima Dania. Saguna mengangguk, lalu tatapannya tidak sengaja terfokus pada kotak bekal di sebelah lengan Dania.

“Itu bekal buat gue?” tanya Saguna sembari menunjuk dengan bibir yang dimajukan.

Seketika Dania mengikuti arah pandang Saguna. Ia menggeser kotak bekal itu ke hadapan Guna.

“Iya, ini buat lo. Sesuai request lo semalem.” Dania melipat tangan di meja, “sebenarnya gue males banget buatin lo bekal gini. Karena gue nggak mau masa perjanjian kita diperpanjang dengan terpaksa gue buat.”

Saguna tersenyum lebar menatap kotak makanan itu dan Dania bergantian, “Kalau lo yang masak pasti bakal gue habisin.”

Mata Saguna sampai berbinar memerhatikan lagi bekal yang telah dikemas cantik dalam kotak makanan berwarna biru. Ia antusias membuka tutup bekalnya. Namun, sedetik kemudian senyum manisnya pudar.

Melihat reaksi Saguna yang sangat lucu membuat Dania berusaha keras agar tidak tertawa.

“Beneran bikinan lo ‘kan?”

Dania mengangguk, “Iya dong, spesial buat lo. Gue yang langsung terjun ke dapur.”

“Kok isinya ini?”

“Kenapa? Itu sehat loh. Lo harus makan! Gue udah capek-capek bikinnya.”

Dengan wajah tertekuk Saguna menatap Dania, “harus banget pare?”

Pertanyaan itu hampir saja membuat Dania tersedak air liurnya sendiri.

“Memang kenapa? Pare ‘kan sehat. Bergizi tinggi itu.”

Saguna ingin menangis melihat makanan di hadapannya, “Gue nggak suka pare. Kenapa nggak bikin salat aja? Kenapa pula lo harus pilih pare?”

“Mana gue tau lo nggak suka pare.” Dania mengedikkan dagu, “udah makan aja. Yang penting sama-sama menyehatkan ‘kan? Mubazir kalau lo nggak habisin.”

“Gue nggak mau!” Saguna mendorong kotak bekalnya menjauh.

“Dosa loh buang-buang makanan.” Dania mendorong kembali kotak bekal berisi rebusan pare itu. Ia menyerahkannya pada Saguna, “habisin!”

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang