13. Menyatakan Perasaan ✔️

72 11 0
                                    

Happy Reading~

Jangan lupa tinggalkan bintang ⭐ untuk Saguna. Karena satu bintang kalian buat aku makin semangat!! Terima kasih 🙏💕

••••




Motor Kawasaki KLX 150 kesayangan Saguna berhenti di sebuah Parkiran Taman Kota. Begitu juga dengan motor besar hitam milik Dania.

Mereka sepakat untuk mampir ke taman kota itu setelah seharian mengurus persiapan ulang tahun sekolah. Tidak gampang bagi Saguna membujuk Dania untuk ikut dengannya. Untung saja ia masih punya kuasa sebagai bos dari Dania yang masih menjadi asistennya.

“Ngapain sih kita ke sini?” tanya Dania setelah melepas helmnya. “Apa lo nggak capek habis jadi panitia terus malah main ke taman bukannya pulang.”

Saguna meletakkan helmnya terlebih dulu, “Nggak, hari ini terakhir lo jadi asisten gue. Jadi, gue mau habisin waktu itu sama lo.”

Tiba-tiba mata Dania berbinar, “Bener juga lo. Gue baru inget kalau ini hari terakhir.”

Dania menadahkan kedua tangan, “terima kasih ya tuhan. Akhirnya penderitaan ini berakhir.” Setelah itu ia mengusapkan telapak tangan ke wajah.

acis na teu cekap jang. Jig ukeun tambihan heula ka si mamah!” (Uang kamu nggak cukup. Sana minta tambah ke ibu kamu dulu!)

Baru saja Saguna akan protes. Suara bentakan itu memancing kedua sejoli ini untuk melihatnya.

“Ada apa ya?” tanya Dania, sedangkan Saguna hanya mengedikkan bahunya.

Dania menghampiri pedagang mainan yang menggunakan gerobak itu. Ia melihat seorang anak laki-laki dengan pakaian kumal memasang wajah cemberut di samping penjual mainan.

“Ada apa ya, Mang?”

Ieu Teh, si ujang hoyong coco’oan, tapi artosna mung sarebu. Teu tiasa meser di mamang.” (Ini Teh, anak ini mau beli mainan, tapi dia cuma punya uang seribu. Nggak cukup untuk beli mainan di Mamang.)

“Nggak ada yang seribuan, Mang?” Saguna yang sedari tadi berdiri saja di sebelah Dania, kini membuka suara.

Pedagang itu menggeleng, “Teu aya, A. Paling mirah nu lima rebu.” (Nggak ada, Bang. Paling murah lima ribu.)

Dania berlutut di depan anak laki-laki itu. Ia memegangi bahu si anak, “Ibu kamu di mana?”

Anak kecil yang membawa botol mineral berisi kerikil itu menggelengkan kepala. Dania menilik pakaian lusuh dan wajah kusam si anak. Ia yakin anak ini adalah pengamen jalanan.

Dania tersenyum, kemudian berdiri kembali. Ia menatap pedang mainan itu, “Kasih dia satu, Mang. Biar saya yang bayar.”

Saguna tidak menduga atas tindakan spontan Dania. Manis sekali.

“Kamu mau yang mana? Pilih aja!” tanya Dania dengan nada lembut pada anak laki-laki berusia kira-kira 5 tahun ini.

Anak laki-laki itu mengambil mainan berbentuk pistol dengan ukuran kecil. Dania mengusap kepala si anak karena gemas.

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang