17. Pusing yang Terulang ✔️

90 11 7
                                    

Happy Reading~

Jangan lupa kasih bintang ⭐ kalian untuk Saguna.


Terima kasih 🙏💕


••••




Waktu istirahat pertama Saguna dan kawan-kawan menggunakannya untuk bermain basket bersama di lapangan in door.

Kebetulan sekali lapangan itu sedang tidak digunakan. Hal ini mereka manfaatkan untuk bermain.

“Oh iya, gue belum kasih tau kalian ya?” tanya Saguna sembari mendribel bola basket di tangan.

Jarvis menggeleng, “Lo nggak pernah ngabari  apa pun di grup chat.”

Sorry, gue lupa semalem. Niatnya memang mau cerita langsung aja ke kalian.”

“Memang ada apa sih?” tanya Darel yang berhasil menangkap bola operan dari Saguna.

Saguna berhenti berlari. Ia berkacak pinggang dengan bulir-bulir keringat menghiasi keningnya.

“Kemaren selesai acara party sekolah. Dania udah jawab pernyataan gue. Dia nerima gue.”

“Serius lo, Gun?” tanya Jarvis yang masih tidak percaya kalau temannya itu berhasil, “wah, gue nggak nyangka dia juga suka lo.”

“Serius, kan gue udah cerita sama kalian kalau confess dadakan dan nggak nyangka juga dia jawab secepet itu.” Saguna menggaruk kepala, “gue pikir malah bakal di tolak.”

“Itulah hati. Siapa yang tau ‘kan?” Jarvis mengedikkan bahu.

Darel yang masih memainkan bola di tangan kini mengapit bola ke pinggang, “Kalau gitu ada acara makan-makannya dong.”

Saguna mengangguk, “Boleh, pulang sekolah kita ke kafe biasa. Kabarin Alana juga, Vis.”

Jarvis mengangguk. Ia sedikit terkejut menerima bola yang dilempar Darel. Mereka melanjutkan permainan sampai bel masuk berbunyi.

 



•••

 


“Dania pulang!” Dania masuk ke dalam rumah dengan langkah tidak bersemangat.

“Non udah pulang. Gimana di sekolah, Non?” Mbok Sri menyambut kepulangan anak majikannya itu.

“Capek, Mbok. Pusing besok weekend, tapi hari ini di kasih PR Akuntansi.” Dania mengaruk kepala, “nggak yakin Dania bisa.”

Mbok Sri ikut resah, “Semangat, Non! Mbok yakin Non bisa. Oh iya, Non di tunggu Nyonya di taman belakang.”

“Mama udah pulang dari kerja?”

Mbok Sri mengangguk, “dari jam satu siang. Nyonya juga makan siang di rumah.”

“Tumben, ada apa ya?”

“Mbok juga kurang tau. Lebih baik Non langsung tanya aja ke Nyonya.”

Dania mengangguk, lalu melangkah ke tempat ibunya berada. Nami sedang bersantai sembari menatap ponsel dan ditemani dengan secangkir teh.

“Tumben masih siang Mama udah pulang?” Dania berjalan melewati sang ibu menuju kursi yang kosong di seberang Nami.

Nami sedikit tersentak, kemudian meletakkan ponsel di meja, “Oh kamu sudah pulang. Mama tidak bekerja hari ini. Mengambil cuti sehari untuk mengurus perceraian. Kemungkinan sisanya akan diurus oleh pengacara Mama.”

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang