Hai.
Jangan lupa bintang dan komentarnya ya. Mau di kritik dan kasih saran juga boleh. Bakal di terima semua.
Happy Reading~
••••
Sudah dua hari Jarvis murung. Pasalnya, Alana memutuskan untuk menerima Zeru sebagai kekasih. Dua hari ini juga Jarvis tidak berangkat dan pulang bersama gadis itu. Kehidupannya mendadak berubah hanya karena Alana sudah mendapatkan pujaan hatinya.
"Kata gue juga apa, buruan tembak. Sekarang ditikung orang 'kan," ujar Darel yang berdiri di pinggir pagar rooftop.
Bukan hanya Saguna yang berkali-kali memberikan saran untuk Jarvis jujur atas perasaannya dengan Alana. Namun juga Darel. Bahkan lebih sering cowok kecil itu yang memaksa Jarvis.
Namun, ketakutan akan kehilangan sahabat lebih besar dari pada rasa berani Jarvis. Ia sungguh tidak ingin kehilangan Alana sebagai sahabat. Setidaknya meski sakit hati, Jarvis masih menjadi sahabat gadis itu sekarang.
"Udah, jangan disalahin terus!" Saguna yang baru datang membagikan satu kaleng kopi pada kedua sahabatnya.
"Habis lelet banget," tambah Darel sebelum membuka minuman di tangannya.
"LO NGGAK AKAN NGERTI." Bentakan keras dari Jarvis membuat kedua sahabatnya itu terkejut, "orang kayak lo yang nggak pernah jatuh cinta beneran. Nggak akan pernah paham sama perasaan gue. Selama ini apa ada lo mencintai orang dengan perasaan yang jujur? Cinta-cintaan lo itu cuma demi uang."
Darel meneguk minumannya. Rahangnya mengeras saat menatap Jarvis.
"Senggaknya gue bukan pengecut kayak lo." Darel lekas pergi dari tempat itu sampai tidak menggubris panggilan Saguna.
"Kok malah jadi gini?" Saguna mengusap wah, frustrasi.
"Lo mau nyalahin gue juga?" Saguna menoleh ke samping. Kini Jarvis dan Saguna saling tatap, "mending lo ikut pergi dari sini!"
"Nggak, tapi gue bakal tetep pergi. Mungkin, lo butuh waktu sendirian. Tolong renungin kesalahan lo. Gue akan coba bujuk Darel." Saguna beranjak pergi dari sofa butut yang ia duduki.
•••
Di saat sampai pada lantai dua. Mata Saguna sudah terpendar ke segala sisi untuk menemukan Darel. Namun, sudah sampai di kelas yang berada di lantai satu, Darel juga tidak tampak batang hidungnya.
Saguna mengeluarkan ponsel, lalu mencari kontak sahabatnya itu. Namun, saat dihubungi Darel tidak mengangkat panggilan suara. Entah di sengaja atau memang tidak mengetahui kalau Saguna meneleponnya.
"Angkat dong, Rel!"
Saguna menyimpan kembali benda tipis itu ke dalam saku celana. Ia tiba-tiba teringat oleh salah satu adik kelasnya, kemudian segera pergi melangkah ke kelas Hazel. Ketika sedikit lagi akan sampai cowok ini bertemu dengan Alana yang kebetulan sedang membuang sampah di depan kelas.
"Kak Guna, lagi apa di sini? Jarvis mana? Udah jarang lihat beberapa hari ini."
"Mau cari Hazel. Kalau Jarvis ada di rooftop tadi."
"Ngapain cari Hazel?" tanya Alana lagi.
"Ada perlu."
Alana mengangguk dan tidak meneruskan pertanyaannya pada kakak kelasnya itu, kemudian Saguna berpamitan untuk segera ke kelas yang ia tuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum dari Saguna
Teen Fiction"Kalau keinginan terbesar lo apa?" "Gue cuma mau membuat semua orang yang gue sayang selalu tersenyum. Jadi alasan untuk mereka bahagia. Gue rasa itu hal paling membahagiakan di dunia." ... Hanya kisah seorang pemuda yang berusaha meninggalkan kena...