Haloo
Balik lagi nih, jangan lupa kasih bintang ⭐ dan saran/kritik.
Happy Reading~
••••
Sebuah brankar berisikan satu orang di dorong beramai-ramai oleh beberapa perawat dan keluarga pasien. Ketika sampai di depan pintu ruang ICU salah satu suster menghentikan langkah keluarga yang mengantar.
“Buat keluarga pasien tunggu di luar saja ya!” perintah seorang suster sebelum menyusul masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu.
“Sebenernya, Saguna sakit apa Ayah?” tanya mentari yang merasakan tidak beres pada adik laki-lakinya.
Andreas mengusap wajah, lalu berjalan mendekati kursi yang berjajar di depan ICU. Mentari mengekori ayahnya.
“Kamu tenang aja. Adekmu cuma kacapekan.” Pria itu menungkup wajah dengan telapak tangan.
Mentari terdiam, ia berpikir sejenak atas jawaban sang ayah.
“Ayah nggak bohong ‘kan? Teteh pernah denger Saguna muntah-muntah di kamar mandi.”
Andreas kembali mengangkat kepalanya. Kini ia berdiri hingga Mentari harus mendongak untuk menatap ayahnya.
“Ayah mau cari minum dulu. Kamu jaga Ibun dan Yesha!” tanpa menjawab pertanyaan sang anak, Andreas melangkah begitu saja meninggalkan keluarganya yang masih ada di depan ruang ICU.
Mentari tidak menyela. Ia hanya memerhatikan kepergian Andreas, tetapi perasaannya tentang sesuatu pada Saguna semakin kuat. Gadis ini yakin kalau adiknya tidak hanya sekedar kelelahan.
“Udah ya, Dek. Abang pasti baik-baik aja. Dokter pasti bisa sembuhin abang.”
Mentari menyimak perkataan ibunya yang sedang menenangkan si bungsu. Yesha terus menangis hingga Wulandari harus memeluk dan membujuknya.
•••
Andreas mengusap lembut bahu sang istri. Wulandari yang merebahkan kepala pada pinggiran brankar dengan cepat membuka mata dan menegakkan kepala, wanita itu terkejut.
“Saguna udah sadar?” tanya Wulan secepat kilat menatap putranya yang masih terbaring di brankar.
Saguna masih memejamkan mata. Dahi yang luka tampak dibalut dengan perban. Dari semalam ia belum juga terbangun.
“Belum, mungkin nanti. Lebih baik Ibun dan anak-anak pulang dulu. Mentari sama Yesha ‘kan harus ngampus sama sekolah.”
Wulandari menggelengkan kepala menatap Saguna yang tak berdaya. “Ibun mau tunggu Guna sadar dulu, Ayah.”
“Masa Ibun tega ngebiarin Teteh dan Adek pulang berdua saja. Mereka juga butuh sosok Ibun. Setelah mereka pergi, Ibu ke sini lagi. Bawakan juga pakaian ganti Ayah.”
Wulan menoleh ke arah sofa yang dijadikan tempat beristirahat oleh kedua putrinya. Setelahnya, ia menatap Andreas kembali.
“Iya, Ibun akan pulang. Kalau ada apa-apa sama Guna. Cepat telepon Ibun ya Ayah!”
Andreas mengulas senyum agar rasa khawatir istrinya sedikit berkurang, “Iya, pasti Ayah akan kabarkan.”
Wulan melangkah mendekati sofa. Ia membangunkan putri-putrinya. Meski masih ragu meninggalkan sang putra dengan suaminya saja, Wulan akhirnya mau untuk kembali ke rumah sebentar. Mereka pulang menggunakan mobil milik Andreas yang dikendarai oleh Mentari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum dari Saguna
Teen Fiction"Kalau keinginan terbesar lo apa?" "Gue cuma mau membuat semua orang yang gue sayang selalu tersenyum. Jadi alasan untuk mereka bahagia. Gue rasa itu hal paling membahagiakan di dunia." ... Hanya kisah seorang pemuda yang berusaha meninggalkan kena...