33. Pertemuan

75 12 0
                                    


Happy reading~

Jangan lupa terus support aku gais. Vote dan komen kalau gak keberatan.

Terima kasih 🥰

••••




Saguna memperbesar ukuran sebuah foto yang ada di ponselnya. Itu foto Dania dan Rigo yang Saguna dapatkan dari Bianca. Gadis si pembuat onar itu mengirimkannya pesan telah memergoki Dania sedang bertemu sang mantan.

Pikiran Saguna sekarang berkecamuk. Ia menduga kalau Dania ada main dengan mantannya, tetapi di lain sisi Saguna tahu betapa Dania tidak menyukai Rigo lagi. Lantas, untuk apa mereka bertemu berdua saja?

Saguna mengalihkan aplikasi ponselnya ke ruang yang lain. Ia menekan nomor Dania, lalu mendekatkan benda persegi itu ke telinga. Tidak ada suara apa pun.

"Sebenernya ini ada apa sih, Dan? Please, angkat telpon gue!"

Saguna sudah mencoba juga untuk berkirim pesan, tetapi tidak pernah dibalas, bahkan dibaca pun juga tidak. Saguna yakin nomornya telah diblokir oleh Dania.

Cowok yang masih menggunakan baju pasien itu mematikan ponselnya. Pandangan Saguna terarah ke depan, menatap gedung-gedung pencakar langit dari rooftop rumah sakit.

Semilir angin malam itu menerbangkan sebagian rambut Saguna. Ia menghela napas panjang, lalu menyimpan ponsel ke dalam saku. Saguna memutuskan untuk kembali ke kamar karena tadi hanya izin sebentar pada Ayah yang sedang menebus obat. Pasalnya, besok Saguna sudah diizinkan untuk pulang.

Ketika melewati pintu keluar, Saguna berpapasan dengan seorang laki-laki berpakaian pasien dan membawa infus di tangan. Laki-laki itu tersenyum tipis menyapa Saguna, lalu masuk ke rooftop.

Sejujurnya, ini bukan urusan Saguna. Namun, ia penasaran apa yang akan dilakukan cowok itu di atas rooftop. Saguna ingin memastikan saja. Ia tiba-tiba punya firasat tidak enak. Kalau aman, ia akan segera pergi dari sana. Mungkin saja orang itu butuh waktu sendiri.

Saguna mengintip dari cela pintu yang tidak tertutup rapat. Ia melihat cowok itu menggeret sebuah kursi yang sudah tidak kuat menahan beban berat. Cowok itu naik ke kursi, lalu naik ke pinggir pembatas rooftop. Ketika cowok yang tidak diketahui namanya ini merentangkan tangan, Saguna yang terkejut, lantas berlari menghampiri dan menarik sebelah tangan cowok itu sampai terhuyung turun dari atas sana.

"Lo pikir dengan bunuh diri semua masalah lo kelar? Nggak!" teriak Saguna di depan wajah cowok itu.

Cowok yang Saguna beri nasihat ini menatap bingung. Ia mencoba mencerna ucapan Saguna sebelum tiba-tiba saja tertawa.

Terlihat timbul banyak kerutan di dahi Saguna. Kebingungan itu sekarang pindah padanya.

"Kenapa lo malah ketawa? Lo kira bunuh diri itu permasalahan yang lucu?" lagi, Saguna berteriak. Ia kesal pada seseorang yang tidak menghargai kehidupannya.

"Siapa yang mau bunuh diri?" Dahi yang berkerut kini berangsur hilang. Seketika emosi Saguna menguap entah ke mana. Cowok itu memasukkan sebelah tangan ke dalam saku baju, "gue cuma mau cari angin kali."

"Mana ada orang cari angin sampek naik ke pinggir rooftop kayak lo barusan."

Cowok yang masih belum diketahui namanya ini, menganggukkan kepala. "Ada, gue orangnya. Lagian udah biasa gue lakuin ini. Menikmati angin malam sambil memandangi betapa luasnya kota Bandung."

"Nggak masuk akal." Saguna berdecak kesal sembari membuang muka, "percuma gue khawatir."

Cowok itu kembali tertawa. Namun, tidak sekeras tadi.

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang