27. Saguna Menghilang ✔️

101 10 0
                                    

Happy Reading~


Jangan lupa kasih bintang ⭐ untuk Saguna ya kawan-kawan ^^

Terima kasih 🙏💕


••••






Wulandari segera membukakan pintu saat mendengar suara sang suami yang baru saja tiba di rumah. Ia menyalami punggung tangan Andreas. Pria dengan wajah di tekuk itu, lantas mendudukkan diri di sofa ruang tamu.

“Sore sekali ayah. Bagaimana dengan empang? Benar kalau ikan-ikan kita diracun?” tanya Wulandari yang merasa khawatir. Pasalnya, tadi siang Andreas sempat mengabari dari telepon kalau ikan di empang diracun oleh oknum nakal.

Andreas menghembuskan napas berat, “Itu dia, Bun. Ayah dari tadi mengurus itu. Banyak sekali ikan yang mati dan kita merugi.”

Saguna yang baru turun dari kamar setelah mandi mencoba mendengarkan pembicaraan orang tuanya dari sisi tembok.

“Apa sudah ketahuan siapa yang meracun ikan-ikan kita?”

Andreas menggelengkan kepala. Tampak wajah yang sudah mulai bermunculan keriput itu frustrasi.

“Ayah dan karyawan sudah mengecek CCTV. Ternyata orang ini sangat cerdas. Ia merusak CCTV terlebih dulu sebelum menaburkan racun ke dalam kolam. Pak Mamat dan Mang Husain yang berjaga di empang juga dikerjai oleh mereka sampai pingsan.”

Wulandari tertegun mendengar penjelasan Andreas, “Apa Pak Mamat atau Mang Husain tidak melihat seperti apa orang itu?”

“Mereka bilang, ada 5 orang memakai topeng. Jadi, wajahnya tidak terlihat.”

“Banyak juga ya,” gumam Wulandari yang duduk di sisi sofa lainnya.

Andreas bersandar ke sofa dengan kepala mendongak, “sekarang ayah butuh modal banyak, Bun. Ayah akan mulai dari awal. Serta sisanya untuk menggaji karyawan. Seminggu lagi mereka harus gajian.”

Wulandari melangkah ke sisi suaminya. Ia merangkul Andreas dan mengusap-usap bahu si tulang punggung keluarga itu.

“Ibun masih ada perhiasan yang bisa kita pakai sebagai modal. Kalau Ayah butuh, pakai saja.”

Andreas menegakkan punggung. Ia kini menatap sang istri, “Jangan! Itu ‘kan perhiasan Ibun. Simpan saja kalau nanti Ibun butuh bisa dipakai.”

“Tapi sekarang Ayah butuh. Pakai saja! Ibun ikhlas. Bukannya, kita sudah sepakat akan ada saat senang dan susah. Kalau Ayah sedih, Ibun juga ikut sedih. Kita butuh modal buat usaha lagi. Ini demi anak-anak juga ‘kan?” suara Wulandari yang begitu lembut membuat hati Andreas melunak.

Pria yang hampir berusia kepala lima ini tersenyum pada istrinya. Ia memang sangat beruntung bisa mendapatkan wanita sebaik Wulandari. Andreas memeluk pinggang dan menyandarkan kepala pada perut istrinya.

“Terima kasih Ibun.”

Wulandari tersenyum dan membelai kepala suaminya, “Sama-sama Ayah.”

Saguna yang baru mendengar percakapan orang tuanya berjalan lemas ke halaman samping. Ia mendudukkan diri di pinggir teras. Pandangan cowok itu kosong. Otaknya sedang bekerja keras untuk memikirkan permasalahan sendiri.

Saguna menggaruk kepala yang rambutnya baru setengah kering, “Kalau begini gue nggak akan tega minta uang sama Ayah buat pemeriksaan ke Dokter.”

Ia menghela napas berat, kemudian bergumam, “kayaknya, sementara Ibun dan Ayah nggak perlu tau kalau gue sakit. Gue bisa pakek tabungan dulu buat bayar CT Scan itu. Semoga tabungan gue cukup.”

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang