IX. Melamar?!

3K 208 6
                                    

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian kesalahpahaman itu terjadi. Zyan lebih banyak menghindar saat bertemu dengan Arum.

Pria itu juga sudah jarang sekali datang membantu mengajar anak-anak di sekolah. Akhir-akhir ini ia lebih memilih menyibukkan diri di pos jaga, memantau para anak buahnya yang sedang membangun ulang pos kesehatan desa, atau mengawasi proyek air bersih yang tengah digalakkan di desa sebrang.

Arum juga lebih fokus mendidik anak muridnya, mengingat waktu tugasnya tidak akan lama lagi. Setelah berakhir ia akan segera dipulangkan dan kembali menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah dasar di kotanya. Jadi momen-momen saat berada disini, pasti akan sangat ia rindukan.

"Huhhh .... capek bangettt."

Saat baru sampai dirumah tinggal mereka, Elsya langsung merebahkan tubuhnya dilantai berbahan papan itu.

Baru kali ini Arum lihat gadis itu tampak mengeluh dan merasa lelah karena pekerjaannya.

"Gue kangen es campur abang-abang kaki lima, sumpah!" ocehnya seraya mencoba memejamkan mata.

Keringat berlomba-lomba jatuh dari pelipisnya, rambut sebahu itu juga terlihat basah.

Memang pas sekali meminum sesuatu yang segar dan manis di cuaca yang cukup terik seperti ini. Bahkan segelas air dingin untuk membasahi kerongkongan yang kering, seperti hal yang selalu diidamkan.

Sebenarnya senyum Letnan Zyan saja sudah cukup mengobati bagi Elsya. Namun sayangnya, pria pemilik lesung pipi itu beberapa hari terakhir sudah tak tampak lagi batang hidungnya.

"Bentar lagi, kita bakalan pulang," ujar Arum.

"Iya, ga kerasa sebentar lagi masa tugasnya berakhir."

Saat masa tugasnya berakhir, dokter itu juga akan segera dikembalikan di instansi asalnya, dan akan segera melanjutkan program spesialis-nya ke Eropa.

"Selamat siang Bu guru, dan Bu dokter!"

Suara itu membuat keduanya terkesiap, Elsya segera membenarkan posisinya duduk.

"Sersan Ilham?"

Serda itu kemari dengan membawa wadah berisi es campur, seraya memberikan cengir khasnya.

"Kebetulan para tentara di barak membuatnya dan katanya ini khusus untuk Ibu berdua. Cocok sekali, karena udara sangat panas."

"PASSS!!!"

Elsya tiba-tiba semangat sekali, padahal baru saja ia menghayal. Ilham datang seperti sengaja dikirim untuk mengabulkan keinginannya.

Arum geleng-geleng.

"Ngomong-ngomong kenapa akhir-akhir ini Letnan Zyan tidak kelihatan?" Elsya akhirnya bertanya karena rasa penasaran, tangannyan sudah memegang sebuah cangkir, siap meneguk es campur itu.

"Danton harus memantau perkembangan program air bersih di desa sebrang. Jadi, akhir-akhir ini beliau cukup sibuk," jawab Ilham.

"Owh..." Elsya hanya berohria.

Sedang sibuk atau menyibukkan diri? batin Arum tidak mudah percaya.

Jujur bukannya ia tidak tahu, jika pria itu sedang mencoba untuk menghindar darinya.

•••

"Sepertinya saat ini tidak ada lagi yang perlu terlalu dihiraukan. Tim khusus yang dikerahkan untuk memata-matai pergerakan pemberontak dengan jarak dekat sudah memulai misinya. Kalian hanya perlu berjaga dan mengamankan warga jika terdapat ancaman, laporkan jika terjadi hal lain diluar dugaan atau ingin bantuan pasukan. Saya rasa yakin kau dapat mengurus sisanya, Letnan."

"Siap!" Zyan kemudian memberikan hormat, saat pria itu akan pergi.

Kapten Idgam, komandan kompi mereka.
Pria berwajah tampan, berkulit sawo matang, dengan rahang kokoh yang sempurna. Matanya berwarna cokelat terang dan nampak tajam, serta alis yang tebal.

Jika diperhatikan sekilas wajahnya memang mirip seperti Arumi yang terlihat campuran orang Timur tengah.

Apakah pria ini benar-benar Paman kandung dari gadis itu?

Calon Paman mertua?

Uhuk!!!

Astaga, sadarkan Zyan agar tidak menghayal terlalu jauh.

Meskipun usianya sudah menginjak kepala tiga. Pria ini tampak awet muda, tidak terlihat sedikitpun kerutan diwajahnya. Zyan yakin tidak akan ada yang mengira jika pria ini sepuluh tahun lebih tua dibandingkan dirinya.

"Oh ya, satu lagi."

Zyan kembali membusungkan dada, dan posisi siap, saat Kapten Idgam kembali berbalik badan melihat kearah.

"Di desa yang sama tempat kau tugaskan, juga ada keponakan saya yang sedang melakukan pengabdian." Pria itu tersenyum simpul, "Saya akan menitipkan keselamatannya kepadamu, Letnan. Tolong jaga dia, untuk saya."

"Saya tidak akan menjaganya untuk Anda," jawab Zyan, sayangnya tanpa sadar.

Kapten itu seketika menaikkan sebelah alisnya, tidak menyangka dengan ucapan bawahannya itu, "Apa?"

Zyan tampak gugup, "S-saya...."

--menyukai keponakan Anda.

Sial! Mengapa sulit sekali mengungkapkan tiga kata itu? Zyan meneguk saliva-nya susah.

Sepertinya ia benar-benar sudah gila!
Mengungkapkan perasaannya didepan sang Komandan? Apa ia ingin ditembak mati sekarang juga?

Tatapan dari Komandannya itu tampak semakin mengintimidasinya, "Katakan yang jelas apa maksudmu, Letnan!!"

Zyan terkesiap, "Siap, izin, saya akan menjaga keamanannya karena itu adalah bagian dari tugas saya. Tugas yang tidak akan pernah saya langgar!" jawab Zyan kemudian dengan tegas.

Kapten Idgam tersenyum kecil, lalu menepuk beberapa kali pundak bawahannya itu, bangga. "Ya, lanjutkan."

"Siap!"

Pria itu kemudian memperhatikan lekat-lekat wajah milik Zyan secara sekilas, "Wajahmu terlihat pucat, silahkan istirahat terlebih dulu. Saya akan pamit kembali ke markas."

"Siap, Ndan! Hati-hati." Untuk kedua kalinya Zyan kembali memberi hormat.

Sial!

Saat Komandannya itu sudah menjauh. Zyan seketika mengutuki dirinya sendiri, menyadari kebodohannya. Mengapa otak dan kata hatinya benar-benar tidak sinkron?

Mengakui perasaan? Gila!

Bahkan mereka belum saling mengenal jauh. Itu sama saja dengan berbuat lancang. Apa semudah itu mengungkapkan perasaan terhadap seorang muslimah? Bisa-bisa ia langsung di black list dari calon menantu idaman.

Zyan Athalla Hasanain, dirimu bahkan belum siap mental dan masih fakir ilmu agama.

Hey, hanya modal rasa 'suka' tidak akan pernah bisa membuat wanita itu langsung luluh dan mau menikah dengannya. Konyol!

Ingat jika Arum itu gadis yang berbeda. Gadis yang bahkan tak pernah pacaran seumur hidupnya.

___________

Hey, Danton! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang