"Astaghfirullah, Danton. Bukankah sudah saya bilang jika Bu guru Arum itu berbeda. Bukan begitu cara memperlakukan seorang wanita muslimah!"
Ilham berulang kali menepuk jidatnya, frustasi. Berapa kali lagi ia harus menceramahi Dantonnya itu? Masa itu saja tidak tahu?
Zyan hanya dapat menggaruk-garuk telinganya, juga tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, ia hanya bisa menyimak dengan tampang polosnya.
"Apa Danton masih saja mengira, Bu guru Arum seperti para wanita-wanita anda dulu?" tanya Ilham.
Zyan seketika menyentak. "Tidak! Dia sangat berbeda .... dan tertutup."
Bahkan sepertinya sangat tidak peduli dengan urusan pria, dan menutup semua celah agar tidak ada satupun yang dapat masuk lebih jauh ke dalam hatinya.
Gadis itu juga tidak mudah baper. Tidak mudah termakan bujuk rayu, ataupun ucapan romantis, seolah sudah tahu jika semuanya hanya terasa manis diawal saja.
"Memang sebenarnya saya kurang apa?" monolog Zyan, semakin bertanya-tanya akan dirinya.
"Ck! Wajah tampan itu bukan segalanya, Danton," cibir Ilham.
Zyan menatapnya.
"Terkadang wanita istimewa lebih menyukai lelaki yang berakhlak dan paham agama. Apa Danton yakin sudah memilikinya?" lanjut Ilham.
Jleb!
Entah mengapa Zyan merasa seperti tengah ditikam oleh Ilham dengan belati tajam dari arah belakang.
•••
Dari kejauhan Zyan nampak memperhatikan Arum yang saat ini tengah mengajar para anak didiknya di luar, tepat dibawah pohon rindang sedikit jauh dari bangunan sekolah.
Tak jauh dari itu juga, terdapat seorang Serda bernama Haikal serta Pratu Bayu, kedua prajurit yang ditugaskan sebagai tenaga pengajar tambahan.
Ck! Apakah pipinya tidak pegal karena terus memasang senyum?
Rasanya Zyan ingin mendekat, daripada hanya memata-matai dari kejauhan ini saja.
Sehari tanpa melihat wajah gadis itu meskipun hanya sekilas, ia merasa ada sesuatu yang kurang.
Padahal bukankah hubungan mereka sangat jauh dari kata dekat, bahkan setelah terhitung sebulan ia berada ditempat ini.
"Danton Zyan?"
Ya, akhirnya seseorang berhasil mendapati kehadirannya.
"Sedang apa Danton disini?" Elsya yang barusan datang, ikut-ikutan mencari tahu apa yang sejak tadi menjadi objek perhatian sang Danton sejak tadi.
"Ah, anu..."
Wajah Zyan memerah.
Malu-malu kucing!
Gadis itu malah semakin curiga akan keanehannya. "Apa karena--"
"Sepertinya saya harus segera menyelesaikan urusan penting, Bu dokter." Zyan dengan cepat memotong. Rasanya ia bahkan ingin segera mungkin menghilangkan diri dari tempat ini.
"BAPAK DANTON!!!"
Bukannya berhasil, Zyan malah semakin terciduk saat anak-anak yang tadinya fokus belajar ikut menyadari kehadirannya, dan langsung berlarian menghampirinya.
"Bapak mau ikut belajar sama kita e?"
"Ayo Bapak, Ayo....!"
Mereka segera menarik-narik tangannya, dan mengajak Zyan agar ketempat mereka belajar tadi. Kalau sudah seperti, sangat susah untuk ditolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Danton! (End)
TeenfikcePertemuan awal dengan seorang Komandan Pleton baru pasukan pengamanan perbatasan itu cukup memberikan kesan buruk bagi Arum. Letnan Zyan Athalla Hasanain, pria egois, mau menang sendiri. Serta kelewat narsis bahkan di tahap overdosis. "Saya rasa te...