"Bagaimana dengan lamarannya kemarin, apa diterima? Terlihat dari wajahmu sepertinya ditolak." Zyan nampak ingin tertawa, meledek ekspresi masam pria itu.
Ya, meskipun terlihat berani, namun Raka terlalu gegabah.
Awalnya Zyan pikir, dia akan menjadi saingan terkuatnya, namun pria ini rupanya tak jauh lebih bodoh dari dirinya.
Melamar? Apa menurutnya menikah sebercanda itu? Saat awal kedatangannya kemari, Arum bahkan langsung menolak ajakan untuk sekedar berjabat tangan.
Raka mengira sebenarnya kedatangan Zyan siang bolong ke pos kesehatan ingin konsultasi atau ingin mengajaknya berkelahi? Cuaca juga cukup panas dan mendukung untuk mudah terpancing emosi.
Ck! Mengapa isu itu juga harus cepat sekali menyebarnya?
Dokter militer itu jadi curiga jika satu barak sebenarnya juga mengetahui tentang lamaran konyolnya kemarin.
Ingat jika ditempat ini rumor bisa menyebar tanpa batas. Banyak informan yang tersebar dimana-mana, lebih update dari pada akun gosip atau acara live berita.
Raka tidak ingin menerka jika Zyan mendapatkan informasi itu dari si bocah cenayang yang kemarin sudah membaca rencana melamarnya duluan. Curang!
"Apa terlalu tertekan karena selalu ditanya kapan menikah?" Zyan kembali meledek.
Fix, siapa lagi yang dapat membeberkan rahasia yang ditutup Raka rapat-rapat selain Tias, bocah cangkeman itu!!!
"Siap, izin, sedikit Ndan," jawab Raka.
Kalau kebanyakannya ia hampir saja stres.
"Tidak usah berlagak terlalu formal, saya tahu jika diam-diam kamu juga suka mengumpat tentang saya. Bukannya niat ingin su'udzon tapi saya sudah sering memergoki para prajurit yang hobi membicarakan saya dibelakang," cibir Zyan berdecak di akhir kata.
Raka terdiam, karena ucapan itu benar adanya.
Selain pangkat mereka juga masih setara, Zyan sadar jika ia memang cukup menjengkelkan dan arogan bagi sebagian orang. Terlebih ia juga atasan yang sedikit kejam, jadi sebenarnya tidak heran sering digosipkan oleh para bawahannya.
Zyan merasa pria ini juga tidak cukup berbahaya baginya, jadi ia tidak perlu khawatir dan bersikap terlalu berlebihan.
"Bagaimana awal mula dirimu bisa bertemu dengan Diajeng?" tanyanya.
"Diajeng?"
"Arum."
Raka berohria, karena baru mengetahui nama depan Arumi. "Saat itu saya masih menjadi dokter koas tahun terakhir, dia korban kecelakaan setelah menyelamatkan anak didiknya yang hampir tertabrak."
Alis milik Zyan bertaut, "Hanya begitu saja?"
"Ya, lalu sedikit perkenalan singkat, dari sana saya mengetahui namanya," balas Raka.
Lebih tepatnya, perkenalan singkat yang ujungnya melibatkan perasaan.
Raka awalnya juga tidak menyadari hal itu, namun jujur ia terpikat dengan Arum, sejak kesan pertama yang gadis itu berikan untuknya. Bahkan sulit untuk ia lupakan secara paksa.
Sudah sekian lama Raka berharap agar kembali diberi kesempatan untuk bisa bertatap muka lagi dengan Arum, setidaknya untuk sekedar bertanya bagaimana keadaan luka di kepalanya.
"Dua tahun kemudian, saya tidak mengira akan bertemu lagi dengannya ditempat ini. Saya lega karena dia baik-baik saja." Imbuh Raka.
Dari raut wajah dapat dilihat dengan kentara jika seseorang merasa terpana akan sesuatu hal, seolah matanya tengah tersihir karena sebuah mantra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Danton! (End)
Teen FictionPertemuan awal dengan seorang Komandan Pleton baru pasukan pengamanan perbatasan itu cukup memberikan kesan buruk bagi Arum. Letnan Zyan Athalla Hasanain, pria egois, mau menang sendiri. Serta kelewat narsis bahkan di tahap overdosis. "Saya rasa te...