"Abang punya temen dari Swedia?"
Pagi-pagi buta sekali sebuah kotak paket sudah tergeletak didepan dirumah dinas mereka. Tidak main-main karena berasal dari lintas benua.
"Apa mungkin kerabat jauh dari Mama?" Tebak Arum.
"Sepertinya tidak," balas Zyan.
"Ha, apa mungkin salah alamat?"
Zyan melihat alamat pengiriman yang tertera di sana, memang jauh sekali, dari Ibukota Swedia, Stockholm, sedangkan kerabat sang Mama kebanyakan berasal dari Karlskrona.
Pria itu segera tersenyum, saat mengingat sesuatu. "Abang memang punya kenalan yang tinggal di sana, seorang calon atlet memanah."
Arum berdecak kagum.
________
Apa kabar, Danton?
Saya harap luka anda bisa pulih dengan cepat. Saya minta maaf karena baru mengabari anda, akhir-akhir ini saya disibukkan karena harus mengikuti banyak sekali pelatihan memanah.
Terima kasih banyak atas bantuannya, karena kebaikan Danton, saya benar-benar bisa menginjakkan kaki disini bersama Mama dan Kak Elisa.
Saat ini kami tinggal disebuah rumah flat sederhana ditepi kanal yang menghadap langsung pada pemandangan indah pusat kota Stockholm.
Kota ini benar-benar luar biasa. Sama seperti yang dulu pernah diceritakan oleh Mama. Saya sangat menunggu kedatangan Danton dan Ibu guru ketempat ini.
Saya ragu anda akan membaca surat ini, jika memang sibuk tidak perlu repot-repot dibalas.
Salam hangat,
Antonio
________
Sebuah surat yang singkat.
Pada amplop rupanya juga terdapat beberapa foto pemandangan rumah susun yang indah dan berwarna-warni dikelilingi oleh kanal.
Serta satu foto dari seorang remaja yang kini sudah mulai tumbuh dewasa bersama dua wanita cantik disampingnya. Senyuman yang tampak sangat bebas, seolah tanpa satupun lagi beban dipundaknya.
Dia kini benar-benar bebas.
Meskipun waktu itu nyawanya hampir saja tak tertolong, namun ia juga berhasil selamat.
Pada awalnya ia akan ikut didakwa, namun selain karena masih dibawah umur, para penegak hukum akhirnya memutuskan untuk membebaskannya. Pada dasarnya ia juga adalah korban, terpaksa hidup dibawah kekerasan dan tekanan dari sang Paman.
Atas permintaan dari Zyan yang juga disanggupi oleh Haidar, remaja itu akhirnya dipulangkan dengan sang Kakak dan Mama ke negara asalnya.
Zyan kini merasa semakin lega anak itu kini sudah terlihat bahagia.
'Khusus untuk Ibu guru, Mama saya yang jahitkan.'
Sebuah kertas kecil, serta sebuah syal rajut berwarna merah.
Zyan segera memakainya dileher Arum yang kini tengah asyik mengunyah kue bolu, buah tangan dari Bunda Sarah dan Dafa saat berkunjung kemarin.
"Cantik."
"Bwuat Ajeng, bwang?"
Zyan terkekeh melihat pipi Arum yang akhir-akhir ini tampak lebih chubby saat mengandung, ditambah dengan mulutnya yang penuh.
Tangannya benar-benar tak tahan ingin menarik-nariknya gemas. Namun, niatnya ia urungkan. Ia tak ingin kejadian kemarin terulang kembali.
"Sayang .... pipi kamu kok tambah berisi, bikin gemes banget deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Danton! (End)
Teen FictionPertemuan awal dengan seorang Komandan Pleton baru pasukan pengamanan perbatasan itu cukup memberikan kesan buruk bagi Arum. Letnan Zyan Athalla Hasanain, pria egois, mau menang sendiri. Serta kelewat narsis bahkan di tahap overdosis. "Saya rasa te...