XXVII. Darah

2.8K 183 1
                                        

"Diajeng..."

Gadis itu masih mematung dan gemetar, pandangannya kabur karena air matanya yang menumpuk, jujur saat ini merasa sedikit takut.

Sementara itu suara riuh yang tadinya masih terdengar dari kejauhan semakin mendekat.

"B-bagiamana dengan anda, Danton?" tanya Arum, ragu.

Saat pria itu memintanya berlari lebih dulu dan ia akan mengekor dibelakang, Arum takut pria itu akan berbohong. Sekarang ia merasa lebih aman pria itu berada didekatnya, ia takut akan sendirian lagi.

"Saya akan segera menyusul dari belakang," balas Zyan.

Tangan pria itu masih siaga memegang pistol dan mengarahkannya kearah musuh yang tampaknya semakin mendekat.

"Cepat! Saya janji akan melindungi kamu!" Suara Zyan semakin naik.

Arum menggelengkan kepala, air matanya semakin berlomba-lomba untuk jatuh. "Tapi anda--"

"Apa tidak mendengar jika mereka semakin mendekat, Diajeng?!!" Kali ini suara Zyan terdengar membentak, membuat gadis itu seketika tersadar.

"B-baik...."

Zyan menatap gadis itu yang sudah bersiap akan pergi, "Diajeng...."

Arum kembali menoleh.

"Apa setelah ini anda mau menyimak hapalan surat Ar Rahman saya sampai selesai?" tanyanya.

Sesaat gadis itu masih bungkam, lalu menjawab pelan, "Saya tunggu."

Zyan tersenyum.

Dor!

Suara peluru akhirnya terdengar.

Arum menunduk dan memegang telinga, seketika ia ragu ingin melanjutkan langkah. Namun sebuah suara kembali menyahutinya.

"Teruslah berlari, jangan pernah sekalipun berhenti."

Gadis itu kembali memberanikan diri dan mulai berlari, seperti yang diinstruksikan Zyan pada awal tadi, untuk terus berjalan lurus.

•••

Dengan menetralkan deru nafasnya, gadis itu kini terjatuh kemudian duduk lemas, tak sanggup lagi untuk kembali melangkah.

Sepertinya ia sudah cukup jauh berlari, suara ricuh itu kini tak lagi terdengar, kembali menoleh kearah belakang dan memastikan, sosok itu segera muncul dan benar-benar menyusulnya.

Bagaimana jika terjadi apa-apa pada pria itu saat tadi mencoba untuk melindunginya? Bagaimana jika dia tertangkap dan terluka?

Setetes air mata milik Arum kembali meluncur mulus, membawa harapan dan doa dalam hatinya.

Tolong biarkan pria itu kembali dengan selamat.

Sosok putri Ayah yang pemberani untuk sesaat menghilang dari dalam dirinya.

Kini ia ketakutan.

Sendirian.

Arum ingin pulang.

"Diajeng....!"

Suara dengan nafas tersengal-sengal itu membuat Arum sedikit terkejut dan spontan menoleh kearah belakang.

"D-danton?"

"Saya pikir tadi akan menjadi akhir dari perjalanan hidup saya." Pria itu tersenyum, lalu ikut terduduk lemas, menyandar di pohon besar dekatnya.

Dia berhasil.

"Apa anda tidak terluka?" tanya Arum cepat.

"Ya, untung saja."

Seketika Arum merasa lega.

Hey, Danton! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang