"Untungnya tidak ada korban yang terluka parah, Danton. Hanya beberapa prajurit luka ringan dan segera ditangani oleh Letnan Raka. Sepertinya motif serangannya sama dengan kemarin, hanyalah bentuk gertakan."
Mata Zyan seketika menajam, "Apa mungkin masih bisa dikatakan sebagai gertakan, setelah hampir saja memakan korban?!"
Serka itu terkesiap, "Siap, salah!"
"Amankan para warga, terlebih sekolah, pos kesehatan, dan balai desa yang biasanya lebih mudah untuk diincar!" Titah Zyan.
"Siap!"
Didekat pos penjagaan banyak berserakan peluru kaliber dari senjata rakitan, serta beberapa anak panah yang bagian runcingnya terlihat sudah dilumuri oleh cairan beracun.
Para prajurit saat ini telah mengenakan rompi anti peluru, serta senjata lengkap, menandakan bahwa situasi tengah siaga.
Semakin hari menjadi semakin tidak kondusif, padahal semuanya sudah terasa aman setelah penambahan pasukan jaga.
Tim khusus yang dikerahkan untuk mengawasi pergerakan pemberontak itu
tampaknya sampai kini mereka belum mendapatkan hasil yang diharapkan, sehingga harus ditarik mundur untuk sementara.Untung saja kedua gadis yang tengah melaksanakan misi pengabdian itu akan segera dipulangkan. Setelah ini mungkin tenaga pengajar ataupun relawan medis dari warga sipil yang akan dikirim ke tempat ini akan dihentikan sementara waktu, menunggu situasi lebih membaik.
"Anak-anak yang tadi berada di sekolah tampaknya sedikit syok, namun syukurlah tidak ada yang terluka, Danton." Lapor Ilham.
"Bagaimana dengan gurunya?" tanya Zyan serius.
Ilham menahan senyum, sekarang ia jadi mengerti siapa sebenarnya yang tengah dikhawatirkan pria itu, "Ibu Danton saat ini masih berusaha menenangkan mereka, dia tampak cukup cekatan karena berasal dari keluarga militer."
"Ya, sebelum kesini dia juga pasti sudah diberi pelatihan semi militer, untuk berjaga-jaga." Tambah Zyan.
Ilham hanya angguk-angguk kepala, tampaknya pria itu kurang fokus hingga tidak menyadari pelesatan kata saat tadi ia menyebut ‘Ibu guru Arum’.
Alat komunikasi mereka kembali bergetar.
'Drttt .... Lapor, jaguar!'
"Disini, jaguar!" balas Zyan.
'Drtttt .... Terdapat pergerakan mencuriga kan menuju kearah barat .... ulangi! terdapat pergerakan mencurigakan menuju kearah barat!"
"Sepertinya mereka mencoba melarikan diri menuju kearah pegunungan, Danton," ujar Ilham, cemas.
Tempat itu memang sangat bagus bagi mereka untuk melarikan diri dan bersembunyi. Namun, dilain sisi juga dapat menjadi wadah strategis untuk melakukan penyerangan atau pengintaian tanpa mudah diketahui.
"Segera lakukan pengejaran!" balas Zyan sigap, lewat HT-nya.
'Roger!'
•••
BRAKKKK!!!!
Tubuh ringkih itu dihempaskan hingga tersungkur, mencium tanah dibawahnya. Rintihan pelan lalu terdengar, remaja itu memegangi pipinya yang seketika membiru.
"Anak sialan! Apa kau berusaha menipu kami?! Karena kebodohanmu itu kau hampir saja mencelakai banyak nyawa!"
Plak!
Pipinya kembali di tampar dengan keras, hingga sudut bibirnya kembali terluka.
"S-saya juga tidak tahu itu, Paman. Saya hanya menyampaikan apa yang barusan saya dengar, saya pikir semua tentara sedang sibuk ditempat pengeboran air. S-saya .... tidak tahu jika ternyata ada penambahan pasukan," ujarnya gemetar.
"BODOH!!!"
Pria yang dipanggilnya ‘Paman’ itu menghardiknya untuk berulang kali.
"Jangan bilang kau memang berniat secara sengaja mengirim semua orang ke kandang singa? Apa kau ingin berkhianat dari Pamanmu ini huh?" tanyanya, beringas.
"T-tidak mungkin, Paman." Remaja itu berlutut, seraya memohon saat pria paruh baya itu mengambil senjata yang tadinya terletak diatas meja.
"Katakan apa yang kau sebenarnya kau sembunyikan?" Senjata rakitan laras panjang itu kini ia todongkan kearah remaja yang merupakan keponakan kandungnya.
"S-saya tidak tahu apa-apa," balas remaja itu, masih bergetar.
Suara tawa renyah kini tiba-tiba terdengar. Terlebih saat seorang tangan kanannya berbisik mengenai sesuatu hal. Ia baru sadar jika selama ini keponakannya itu menuruni sifat licik darinya.
"Nak...." Pria paruh baya itu berlutut dihadapan keponakannya. Kali ini berucap sedikit lembut.
"Entah apa yang sudah memengaruhimu, tapi tidak mungkin jika saat ini kau ingin berbalik arah dan memihak mereka, seolah kamu menilai hanya Paman disini yang bersalah.
Kita hanyalah seekor musang peganggu yang akan selalu diincar oleh hewan pemburu. Mereka sama saja, para aparat sialan yang hanya akan memihak pada pejabat negara!" ujarnya menggertakkan rahang diakhir kata.
"Tapi semua ini pasti tidak akan pernah terjadi, jika saja Paman memilih berhenti!" Remaja itu tak kalah keras, matanya kini bahkan berani menatap nyalang.
"TORA!!!"
Pria itu membentak seraya memegang dengan erat kedua pundak milik sang keponakan dan menatap matanya lekat-lekat,
"Kau tidak akan pernah bisa semudah itu memutuskan untuk berhenti dan keluar bebas dari tempat ini, begitu juga dengan Paman! Ingat sampai kapanpun, jika didalam dirimu itu terus mengalir darah seorang pemberontak."
Tis!
Darah seorang pemberontak?
"Jadi teruslah berpihak pada Paman, untuk kebaikan kita semua. Kau pasti tidak ingin melihat Ibu dan Kakak perempuanmu kesakitan, bukan?" Sambungnya, lalu menyeringai.
Apa benar jika ia harus hidup bersembunyi selamanya didalam hutan ini? Terus-terusan merasa gelisah dan tak tenang, seolah selalu diburu dan diawasi. Bahkan ia tak bisa menghirup udara bebas, dan tak bisa berlama-lama keluar dari belantara hutan.
Hidup diperbudak dan dibawah tekanan, sebagai sepasang mata yang ditugaskan mengintai, lalu menyampaikan informasi apapun yang ia peroleh kepada sang Paman.
Jika semua ini bukan karena Sang Ibu dan Kakak perempuan satu-satunya, jika saja kedua orang yang ia cintai itu tidak dipisahkan jauh olehnya, seolah sebagai jaminan agar ia selalu menuruti perintah sang Paman.
Jika saja ia sudah jadi lebih kuat dan berani, para bedebah sialan ini pasti menjadi orang pertama yang akan ia habisi. Persetan dengan apapun, ia ingin bebas, tanpa seseorang pun yang dapat menghalanginya mencari jati diri.
Tanpa adanya pilihan lain lagi, remaja itu terpaksa memulai laporannya, "Saya akhirnya bertemu dengan seorang Danton yang kemarin Paman ceritakan, Letnan Zyan."
"Rupanya bajingan itu." Pria itu nampak mengeraskan rahang, geram, lalu tersenyum licik, "Teruskan!"
"Dari percakapan beberapa prajurit, saya hanya bisa menggali sedikit informasi. Sebuah tim yang beberapa waktu lalu mengintai tempat ini sudah diperintahkan untuk ditarik mundur. Adanya pertukaran pasukan antar pos jaga sebenarnya hanya untuk mengecoh, agar penambahan pasukan baru yang secara diam-diam tidak terlalu mudah untuk disadari."
"Saya juga mendengar, mengenai kabar adanya seorang guru perempuan yang akan segera dipulangkan. Sepertinya..." Remaja itu sebenarnya sedikit ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Dialah orang yang selama ini Paman cari." Pungkasnya kemudian.
Pria itu kini tertawa puas, seraya menepuk pundak keponakannya dengan bangga, "Bagus .... bagus sekali, Nak!"
"Akhirnya saya berhasil menemukan dimana keberadaan putri kesayanganmu itu, Mayor!"
_________________

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Danton! (End)
Ficção AdolescentePertemuan awal dengan seorang Komandan Pleton baru pasukan pengamanan perbatasan itu cukup memberikan kesan buruk bagi Arum. Letnan Zyan Athalla Hasanain, pria egois, mau menang sendiri. Serta kelewat narsis bahkan di tahap overdosis. "Saya rasa te...