0. Prolog

2.6K 90 10
                                    

Tubuhnya menggigil oleh rasa dingin yang kian terasa menusuk kulit. Ia pun terjaga. Selama sesaat, ia tak tahu di mana dirinya berada. Dari dekorasi dan tata letak furniture, ia seratus persen yakin itu adalah sebuah kamar hotel. Tapi kenapa dirinya ada di sana?

Ia menghela tubuhnya bangun. Rasa pusing dan sakit di sekujur tubuh menyerang, membuatnya mengaduh dan secara spontan memegang kepala dengan kedua telapak tangannya. Matanya pun terpejam dengan harapan bisa meredakan sakit di kepala.

Di antara gempuran sakit dan bingung, ia tetap berupaya memulihkan akal sehatnya.

Kejadian semalam berputar kembali di ingatan. Salah seorang teman kuliahnya merayakan anniversary dengan pacarnya. Yura turut diajak serta merayakan. Kekasih temannya itu open table di salah satu club yang cukup ternama di salah satu hotel.

"Ayoklah, ikutan. Rame-rame juga, kok." Begitu ujar temannya.

Yura tidak memiliki pikiran buruk karena mereka pergi beramai-ramai. Pacar temannya itu juga mengajak serta beberapa temannya dan dikenalkan pada Yura. Mereka mengobrol santai sambil sesekali memberinya minum.

Bodohnya Yura tak pernah bertanya minuman apa itu dan langsung menenggaknya sampai habis, lalu ....

Yura tergugu.

Siapa yang membawanya ke kamar itu? Dan-tatapannya turun meneliti tubuhnya—ke mana semua pakaiannya?

Sekujur tubuh Yura seolah diguyur air es menyadari ketelanjangannya.

Ia beringsut turun dari tempat tidur. Seketika, nyeri menyerang pangkal paha juga bagian belakangnya. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat itu juga. Meski dalam hatinya menolak, tetapi akal sehatnya seolah sudah bisa menduga apa yang telah menimpanya.

Tidak mau percaya dan menyerah begitu saja, Yura memaksa tubuhnya berdiri, mengabaikan nyeri yang terus mendera di area intimnya.

Tidak, Tuhan!

Matanya bergerak mencari bajunya. Ia butuh segera berpakaian sebelum siapa pun datang ke kamar itu dan melihatnya. Saat itulah matanya menangkap noda merah di atas tempat tidur.

Hatinya mencelos. Apakah itu berarti dugaannya benar?

Yura dilanda kebingungan. Ia berlari mengitari kamar dalam upaya menemukan pakaiannya lebih cepat dan bergegas pergi.

Hatinya pedih. Sangat pedih hingga air matanya turun dengan sendirinya. Ke mana teman-temannya kemarin? Mengapa mereka harus meninggalkan dirinya sendiri saja di kamar itu?

Ia merasa dikhianati.

Tas dan pakaiannya ada di samping meja televisi. Ia langsung mengambil ponsel dan menghubungi temannya, Kalea, orang yang merayakan anniversary bersama pacarnya kemarin.

"Hai, Yura."

Kalea menjawab dari seberang dengan nada lesu dan mengantuk.

Yura diam, tidak tahu harus berkata atau bertanya apa pada teman yang baru dikenalnya selama kurang lebih satu bulan saja di kampus.

"Kamu oke, kan? Sorry banget kemarin aku sama cowokku ninggalin kamu di club. Dia ngajak check in buat, yah, tahu sendirilah ... Tapi, dia memastikan teman-temannya buat antar kamu pulang, kok. Kamu sampai di rumah jam berapa semalam? Nggak dimarahin orang rumah, kan?"

Kalea terus meracau tanpa Yura bisa menjawab sepatah kata pun. Tapi satu hal yang sudah jelas. Semalam Kalea pergi lebih dulu bersama pacarnya dan dirinya ditinggal bersama teman-teman pacarnya.

Tuhan!

Yura menangis hebat. Tidak mengira bahwa Kalea begitu tega padanya. Apa yang ada di pikiran temannya itu ketika meninggalkan dirinya di club bersama orang-orang yang baru ia kenal?

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang