6. Penerimaan

583 65 7
                                    

"Jangan berlebihan, please." Yura memohon pada sahabatnya, Karen, agar tidak mendandaninya terlalu menor.

"Enggak, kok." Karen menenangkan. "Andai berlebihan pun orang akan maklum, Beb. Ini bukan momen biasa. Ini momen sakral dalam hidupmu."

"Yup." Lana mengangguk antusias. Ia dan Karen bertugas untuk mempersiapkan Yura agar tampil pantas saat nanti pergi ke KUA.

Hari itu Yura sudah diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit dan menurut rencana yang sudah disusun dengan matang oleh keluarga Robi, sepulang dari rumah sakit mereka akan langsung menuju ke KUA dan menikah di sana, barulah mereka bisa memboyong Yura pulang ke rumah mereka.

Untuk urusan dokumen dan berbagai surat perizinan pernikahan sudah dibantu oleh papa Lana yang berprofesi sebagai pengacara. Meski itu bukan tindakan yang dibenarkan, tetapi mereka terpaksa membuatkan Yura identitas baru meski dengan nama yang sama. Saat ini Yura tergabung ke dalam keluarga Lana sebagai anak angkat.

Awalnya Yura menolak karena tak mau merepotkan keluarga Lana lebih banyak lagi, tetapi itu satu-satunya solusi yang bisa mereka lakukan agar pernikahannya bisa dipersiapkan dengan cepat. Namun, baik Lana, Furi, dan kedua orang tuanya terus meyakinkan bahwa itu hanya sementara. Setelah menikah dengan Robi, Robi akan langsung memindahkan namanya ke dalam anggota keluarganya sendiri.

"Ini kesempatan terakhir yang kupunya untukmu, Beb." Karen berhenti menyisir rambut Yura, lalu menatap bayangan wajah sahabatnya itu melalui cermin dengan sorot sedih. "Setelah kamu menikah nanti, kamu sepenuhnya milik Robi. Aku tidak tahu bagaimana kehidupanmu nanti, tapi aku sungguh berharap kamu bahagia dengan dia."

"Aku bahagia, kok." Yura memegang tangan Karen yang berada di pundaknya. Karena saat diberitahu bahwa Yura menerima lamaran Robi, Karen sempat menyatakan keberatan.

"Kamu yakin?" tanyanya kala itu. "Robi yang di Jurang Akhir, yang dandanannya kayak preman itu? Apa ini sudah kamu pertimbangan matang-matang? Beb, masih banyak solusi. Kamu bisa tinggal di rumahku sampai bayi itu lahir, lalu kembali menjalani hidup normal seperti dulu. Lanjutkan kuliahmu dan dapatkan kerja yang layak. Kita bisa pikirkan solusi untuk bayimu nanti."

Yura mengucapkan terima kasih atas tawaran Karen, lalu memohon maaf karena tak bisa menerima tawaran itu. Ia sudah memutuskan menerima Robi dan menerima segala risikonya. Mungkin, seperti yang Karen khawatirkan, ia akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan kehidupan Robi yang jauh berbeda dengan kehidupannya dulu, tetapi ia sudah memantapkan hati untuk terus berpegangan pada Robi. Karena di saat semua hanya bisa memberikan solusi secara teori, hanya Robi yang menunjukkan aksi nyata.

Ia ingin membuang semua kehidupannya di masa lalu dan tak akan menoleh lagi ke belakang. Robi masa depannya.

"Aku ingin yang sederhana saja supaya tak terlalu terlihat jomplang dengan calon suamiku dan keluarganya nanti."

"Ohh, Beb." Lana mendekat, lalu menyandarkan kepala ke pundaknya. "Aku yakin Robi dan keluarganya tak akan keberatan kamu tampil sangat cantik untuk hari ini saja. Yah, meski aku harus mengatakan bahw aku meragukan hal itu karena tanpa polesan apa pun saja kamu sudah luar biasa cantik. Semua orang sepakat akan hal itu."

"Nah, makanya, jangan pake macem-macem lagi." Yura memohon sembari mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. "Dan gaun ini rasanya terlalu mewah untuk pernikahan di KUA."

Yura menunjuk gaun yang ia kenakan. Pemberian dari Karen. Gaun putih satin panjang selutut, dada tertutup, lengan sampai siku, dan tanpa aksesories apapun, tetapi terlihat begitu elegan dan mewah. Ditambah dengan warna senada yang modelnya disesuaikan dengan kondisi Yura hamil besar.

"Itu kado pernikahan dariku, Sayang. Apa kamu tega menolaknya?" Karen memelas. "Aku tak bisa memberikan hal serupa untuk Lana. Jadi, biarkan aku melakukan ini untukmu."

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang