45. Kerja Bakti

498 77 6
                                    

Malam itu seluruh warga kampung diminta untuk berkumpul di balai RW karena ada hal penting yang harus dirundingkan dengan segera. Selain itu, mereka juga akan kedatangan beberapa orang yang akan membantu menjelaskan alasan mereka dikumpulkan dengan lebih jelas.

Warga yang tidak sedang bekerja atau memiliki anak kecil semua berkumpul. Meski belum mendengar penjelasan langsung, tetapi mereka sudah mendengar rumor bahwa di kampung mereka akan dibangun jalan yang bisa memudahkan akses keluar masuk mobil ke kampung. Tentu saja kabar itu disambut baik oleh warga karena jalanan di kampung mereka selama ini kurang layak. Selain becek ketika hujan juga sempit hingga hanya bisa dilewati oleh motor saja.

Tamu yang datang ke balai RW ternyata adalah kontraktor yang akan menangani proyek jalan itu dan Bapak Lionel atau ayah mertua Furi, salah seorang warga kampung, yang menggagas dan akan membiayai seluruh  pembangunan jalan itu.

Pada malam itu, Bapak Lionel dan kontraktor yang telah ditunjuk sudah menjabarkan bahwa mereka akan mengurus pembebasan lahan hutan yang berbatas langsung dengan kampung, mengurus perizinan, lalu mulai melaksanakan pembangunan. Untuk itu, mereka meminta maaf apabila selama pembangunan berlangsung nanti bisa menghambat aktifitas sehari-hari warga di sana.

"Kira-kira pembangunan itu dimulai kapan, Pak?" Salah seorang warga bertanya.

"Saya rasa minggu depan sudah bisa dimulai." Bapak Lionel menjawab mantap. "Atau bisa lebih cepat bila semua berkas bisa diurus dengan cepat."

Selama pertemuan itu, Yura dan Robi tidak sempat menyimak karena Yura terus dikerubungi oleh ibu-ibu yang ingin ikut membuka tabungan pendidikan yang digagas Yura beberapa waktu lalu. Itu terjadi setelah banyak ibu-ibu yang mengeluh soal biaya daftar ulang untuk anak-anak mereka tahun ajaran baru nanti pada saat pertemuan PKK.

Awalnya, sebagai ketua perkumpulan ibu-ibu di kampung, Yura memberi usul membuat tabungan pendidikan untuk warga sekitar di mana tabungan itu hanya bisa diambil saat tahun ajaran baru dimulai saja. Tidak ada bunga, biaya admin, atau potongan karena simpanan itu bukanlah ajang bisnis untuk mencari keuntungan, tetapi murni untuk membantu warga supaya memiliki dana simpanan untuk pendidikan saja. Tidak ada jumlah tabungan minimal atau maksimal. Warga bisa menabung sesuai dengan kemampuannya saja. Akhirnya, setelah mendengar penjabaran Yura, semua orang malah sepakat menunjuk Yura sebagai pemegang tanggung jawab untuk tabungan pendidikan itu karena tidak ada yang mengerti soal pembukuan dan pencatatan tabungan itu selain Yura.

Nah, malam itu, banyak ibu-ibu yang menitipkan uangnya di Yura. Nominalnya beragam. Ada yang lima ribu, sampai dua puluh ribu. Bahkan, ada yang hanya bisa menabung dua ribu sehari. Yura tak bisa menolak karena ia tahu, ibu-ibu itu pasti sudah memutar otak supaya bisa menyisihkan uang untuk menabung. Dan ternyata, banyak yang antusias dengan tabungan itu hingga warga dari RT berbeda meminta kepada Bu RW supaya tabungan pendidikan itu bisa dijadikan program seluruh warga di RW mereka.

Selama Yura mencatat, Robi ia mintai tolong untuk memegang uang dan menghitungnya.

"Alamak! Mpok Jen, ngapa nggak dikumpulin aja dulu di rumah sampai sepuluh ribu gitu baru ditabungin. Malah seribu, seribu gini?" Robi yang menjadi super cerewet melihat istrinya sibuk dan banyak kegiatan pun terus mengomel bila ada yang menitipkan  uang dengan jumlah sedikit.

"Kagak bisa, Bor. Si Iman kalau tau Mpok punya duit, ngerengek terus minta jajan."

"Ya, kagak usah dikasih."

"Duh, Bor. Kayak kagak tau si Iman aja. Dia tau aja di mana Mpok sembunyiin duit. Tolonglah, kalau kagak gini, mana bisa nabung."

Yura tertawa mendengar Robi yang terus mengomel itu, tetapi ia dan semua orang tahu bahwa Robi tidak benar-benar marah atau tidak suka. Dia memang suka begitu, tengil, jutek, tapi aslinya baik banget dan peduli sama sesama. "Iya, Mpok. Nggak apa-apa, kok."

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang