67. Nomor Satu

467 70 10
                                    

Robi senyum-senyum sendiri mengingat bagaimana istrinya melayaninya. Tidak seperti biasa, tetapi itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan apa yang ia butuhkan. Ia hanya tak menyangka Yura bisa melakukan itu, membuat rasa sayang dan cintanya pada wanita itu bertambah berkali-kali lipat.

"Beb, kau tak takut orang mikir aneh-aneh?" tanyanya saat itu.

"Kenapa orang harus tahu?" Yura malah balik bertanya. "Ini antara kita berdua saja. Kamu suamiku dan aku istrimu."

"Yah, Beb. Kau huebat!" Robi memejamkan mata merasakan kenikmatan yang diberikan istirnya.

Setelahnya, semua menjadi lebih baik. Akhirnya Yura tahu bagaimana cara menangani suaminya. Bahkan, untuk pertama kalinya ia bisa melihat bahwa Robi benar-benar bahagia dengan kehadiran putra mereka. Dia lebih banyak tertawa ketika menjaga Biyu dan tidak lagi cemberut ketika Yura harus mengurus bayinya dan sedikit mengabaikan suaminya itu.

"Kamu tetap nomor satu, Bi, tapi Biyu masih begitu mungil dan tak bisa apa-apa. Kamu tidak keberatan, kan, aku luangkan lebih banyak waktu untuk mengurusnya?"

Dengan komunikasi semacam itu, Robi akhirnya bisa berpikir lebih jernih. "Serahlah, Beb. Penting jangan cuekin aku."

"Enggak, Bi. Aku sedang berupaya mengatur waktu supaya semua bisa aku urus dengan baik."

Dengan semua perubahan yang ada, Yura pun mulai mengatur harinya dengan lebih baik karena tak lama lagi masa cuti suaminya habis. Jadi, ia mulai membiasakan diri untuk tidak terus mengandalkan suaminya. Awalnya, semua itu terasa begitu melelahkan dan membuat stres, tetapi setelah bisa memanfaatkan dan mengatur waktunya dengan baik, semua terasa lebih mudah.

Setiap malam, Biyu masih suka bergadang dan baru bisa lelap menjelang dini hari. Saat itu, Yura memanfaatkan waktunya untuk memasak, mencuci, dan menyetrika. Paginya, setelah menemani suaminya sarapan, ketika suaminya berangkat mengantar adik-adik iparnya ke sekolah dan Biyu belum bangun, ia ikut tidur bersama Biyu. Ia harus pandai-pandai mencuri waktu untuk tidur dan istirahat supaya semua tetap bisa ia handle dengan baik.

Sepulang dari mengantar adik-adiknya, Robi berbelanja sesuai dengan daftar yang sudah Yura buat sebelumnya. Hal itu sudah mereka bicarakan sebelumnya. Setidaknya sampai Yura merasa Biyu aman dibawa pergi ke pasar, sementara ini Robi yang akan berbelanja sendiri untuk kebutuhan rumah.

Rutinitas itu mulai berjalan secara teratur sampai cuti Robi habis. Mereka berdua tidak lagi kelabakan dengan kembalinya Robi bekerja karena sudah diatur dan dibiasakan sebelumnya.

Menjelang usia tiga bulan, Baby Biyu mulai aktif mengoceh dan belajar tengkurap. Untuk itu, Yura tidak bisa lagi leluasa meninggalkan Biyu sendirian di tempat tidur. Terkadang, ia sudah Yamin Biyu lelap dan bergerak cepat pergi buang air kecil, ehh, ketika kembali, Biyu sudah berapa di pinggir kasur.

Dengan perkembangan Biyu yang mulai aktif, Yura akhirnya merasa kewalahan. Ia tak pernah lagi bisa makan dengan tenang, jadi sering merasa lesu dan tak bertenaga. Apalagi Biyu cukup banyak ketika menyusu. Selain itu, Biyu juga mulai jarang tidur siang. Ia bisa tidur lelap cukup lama ketika ditunggui oleh ibunya tetapi ketika Yura beranjak dari tempat tidur, secara ajaib Biyu langsung membuka mata.

Robi sendiri menyadari bila istrinya tak bisa lagi beraktifitas secara leluasa seperti sebelumnya. Kadang istirnya itu mencuci dan memasak dengan Biyu berada di gendongan. Beberapa kali ia sudah menawarkan pada istirnya itu untuk beli makanan matang juga mengirim pakaian kotor mereka ke laundry, tetapi Yura menolak.

"Sayang uangnya. Tahun depan Bisa juga harus daftar SMA, kan? Jadi, sebaiknya ditabung saja uangnya. Kebutuhan Bapak untuk berobat juga masih banyak."

Robi tak tahu lagi bagaimana cara berterima kasih pada istrinya yang luar biasa itu. Tapi, akhir-akhir ini ia menjadi khawatir karena bibir tubuh istirnya banyak berkurang dan dia selalu terlihat lesu. Ia tahu Yura sangat kelelahan dan ia pun sudah berupaya mengambil alih beberapa tugas Yura seperti membersihkan rumah dan merapikan barang yang berantakan , tetapi sepertinya itu tidak cukup membantu.

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang