54. Bara

441 76 6
                                    

Masih pukul satu dini hari ketika Robi dan Yura selesai mandi malam selepas pergulatan mereka di atas tempat tidur. Seperti biasa, selepas mandi, ketika Yura kembali ke kamar, Robi pasti pergi ke dapur membuat makanan atau minuman hangat. Biasanya mie rebus atau kalau tidak susu hangat untuk Yura.

Malam itu, Robi kembali ke kamar dengan segelas minuman jahe yang ditaburi kacang bawang. Ia meletakkan minuman hangat itu ke atas lemari, lalu menghampiri istrinya yang mengipasi rambutnya yang basah.

"Aku potong aja, ya, rambutnya. Lama kering kalau habis keramas gini."

"Cantikan panjang," jawab Robi kalem sambil mengambil alih robekan kardus mie rebus yang dijadikan Yura sebagai kipas. "Aku pernah tahu ada alat buat ngeringin rambut ya?"

"Haid driyer atau catok?"

"Kagak taulah namanya apa." Robi mengipasi rambut Yura dengan keras, berharap itu bisa membuatnya lebih cepat kering. "Beli itu aja daripada potong rambut."

"Mahal. Lagipula kalau terlalu sering dan tidak diimbangi perawatan, rambut jadi cepat rusak. Kalau catok itu kan jadinya rambut kayak disetrika gitu."

"Ahh." Robi tiba-tiba mendapat ide. "Biar cepat kering dan bisa tidur, gimana kalau disetrika aja rambut ini?"

"Susahlah, Bi. Nanti kalau kena wajahku.malaj bahaya."

"Kagak. Aku yang setrikain." Robi tersenyum cerah. "Coba aja buat kali ini. Besok minggu, kita bisa beli itu."

Yura tertawa melihat ekspresi konyol Robi yang menaikkan turunkan alisnya dengan semangat, lalu ia pun mengangguk. "Hati-hati tapi."

"Yaelah, Beb. Kagak bakal aku celakain kau."

Kemudian, Yura duduk di lantai sementara rambutnya yang panjang digelar di atas tempat tidur. Robi sudah mengambil kabel sambungan supaya setrika bisa dibawa ke atas tempat tidur. Sebelum menyetrika rambut istrinya, ia menyisir rambut Yura dengan rapi terlebih dahulu, lalu mulai menyetrikanya dengan level panas terendah lebih dulu.

Bunyi rambut yang basah terkena panasnya setrika membuat Yura mengikik. "Bisa kering, nggak, Bi?"

"Kering, Beb." Robi tergelak keras. "Alamak, ngapa baru kepikiran ada cara kayak gini."

"Tapi, jangan keseringan juga, Bi. Nanti kalau rambutku rusak dan gundul gimana?"

"Ck! Itu kagak bakal bikin cintaku luntur, Beb."

"Gombal!"

"Mau dibuktiin?" Robi menggoda Yura. "Aku panasin nih setrikanya."

"Jangaaan!" Yura memekik, tapi tak bisa menoleh atau bergerak karena takut terkena setrika panas itu. "Bi, jangan, ihh."

"Woles, Beb." Robi terbahak keras. "Dah, diem dulu. Tinggal dikit ini, yang deket kepala."

Selama beberapa waktu, Yura tak berani bicara atau bergerak. Kulit kepalanya terasa hangat, tapi tidak sampai panas sekali. Kemudian, Robi berkata, "Cukup, Beb. Gini aja udah."

Robi merapikan kembali setrika dan kabelnya, sementara Yura berdiri dan menghampiri cermin. Ia menyisir rambutnya dengan jari, lalu tertawa ngakak karena rambutnya terasa hangat dan lembut, persis seperti baru dari salon.

"Gimana?" Ikut berdiri di depan cermin sambil memeluk pinggangnya dari belakang.

"Kamu ada bakat kerja di salon, loh, Bi."

"Ciyus?" Robi bertanya dengan nada gemulai membuat Yura terbahak kian keras. Untung saja kamar mertua dan adik-adik iparnya ada di dalam rumah utama, kalau tidak mereka pasti terbangun.

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang