58. Sang Mantan

452 79 8
                                    

Yura dan Robi sudah siap pergi ketika mendapat panggilan via WhatsApp dari adik perempuannya. Ternyata adik-adik dan kedua orang tuanya sudah berkumpul di depan pagar bengkel. Mereka tidak bisa masuk karena pagar itu digembok.

"Semua datang." Robi memberi tahu istrinya.

"Semua?"

"Ya." Robi mengambil kunci gembok yang ia simpan di laci yang ada di dalam lemari baju, lalu bergegas keluar.

Emak Robi membawa banyak sekali makanan untuk dimakan bersama-sama di situ.

"Salwa nangis terus." Emaknya berkata dengan nada pasrah. "Kangen Kak Yura sama Abang. Ya udah, Emak janjiin kemari malam kalau mau bantu di rumah."

Pintu kamar Robi buka lebar. Ia dan bapaknya duduk di teras, sementara yang lain di dalam.

Yura bersama ibu mertuanya menyiapkan makan malam yang sudah dibawa oleh ibu mertuanya itu.

"Banyak sekali, Bu."

"Ya, sekalian buat persediaan di sini, Neng. Emak nggak tenang rasanya."

"Makasih, Bu." Yura langsung memeluk ibu mertuanya yang sedang menata meja makan dengan penuh rasa sayang. Meski terkadang harus hidup serba pas-pasan, tetapi ibu mertuanya itu sangat penuh kasih dan suka sekali berbagi. Entah itu sekadar singkong goreng hasil ngambil singkong liar di hutan, atau pisang goreng, ibu mertuanya itu sering sekali membagikannya untuk tetangga.

Dan sekarang, belum ada sehari ia pindah dari rumah, ibu mertuanya itu sudah membuat banyak sekali aneka masakan tahan lama untuk persediaan.

"Ini bisa disimpan di kulkas, Neng. Nanti kalau mau makan, tinggal panasin."

Yura mengintip dari balik pundak mertuanya, melihat apa yang perlu ditaruh kulkas. Ada beberapa kotak makanan seperti kering tempe, kering kentang, rendang daging, ayam bakar, dan beberapa masakan lain yang ia tidak tahu namanya. "Ibu kenapa repot-repot begitu? Pasti habis banyak tadi belanjanya."

"Kagak. Uang dari Robi kemarin masih ada."

"Yang kering ini nggak perlu taruh kulkas, Neng."

"Perlu dipanasin?"

"Nggak usah, tapi kalau mau lebih kriuk bisa dipanggang saja."

"Ahh, iya, ada microwave sama air fryer."

"Taruh teflon, pake api kecil saja cukup."

Yura tertawa, lali duduk di kursi supaya mertuanya juga bisa ikut duduk. "Ini tadi Yura sama Abang rencana mau pergi cari peralatan masak sama belanja, Bu. Di sini belum ada. Kalau kompor dan alat makan, sih, ada."

"Lho, nggak usah beli. Emak punya banyak yang belum dipakai. Hasil nyicil tiap bulan kalau ada sales keliling itu."

"Waduh, kalau begitu, janganlah, Bu. Yura sama Abang beli saja."

Ibu mertuanya memegang kedua lengan Yura selayaknya seorang ibu kepada anaknya sendiri. "Neng, Robi sudah banyaaak sekali bantu Emak sama Bapak. Dari dulu yang nanggung sekolah adik-adikmu itu, ya, si Robi karena bayaran Bapak juga cuma cukup buat kebutuhan sehari-hari aja. Jadi, Emak cuma bisa balas dengan cara kayak gini saja."

"Saya nggak berani, Bu. Nanti coba Ibu langsung bilang sama Abang saja. Ibu, kan, tau sendiri gimana Abang?"

"Ya nanti, Emak ngomong sama Robi. Sekarang kita makan saja dulu. Kamu panggil Bapak sama Abangmu masuk."

Mereka makan sambil mengobrol dengan riang. Salwa terus menempel di samping Yura dan merengek supaya diizinkan menginap bersama Yura di sana.

"Kagak!" Robi menjawab tegas.

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang