|| 10. Hujan - Pertemuan ||

959 84 1
                                    

Di dalam kamar tidurnya, lampu di matikan suasana gelap dan hanya penerangan dari jendela yang masuk ke celah-celah gorden menerangi kamarnya. Suara isakan tangis yang terdengar begitu lirih, tubuhnya yang duduk bersandar di pintu kamar memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya di sana. Tubuhnya bergetar dengan nafas tersengal-sengal, air mata terus mengalir deras di kedua pipinya.

Sesekali ia memukul dadanya berulang kali berharap rasa sesak itu berkurang, namun nihil, rasa sesak itu semakin menjadi-jadi seolah malam ini saatnya ia menumpahkan segala beban dan luka yang ia pendam selama ini.

Menangis terisak bahkan tanpa bersuara sekalipun, rasanya ia ingin sekali berteriak keras dan membanting semua barang yang ada di hadapannya.

Jedaaarr!!

Seolah langit mengerti luka batin dan fisik yang dirasakan olehnya, malam yang terang akan bintang dan bulan kini berubah menjadi mendung dan rintikan hujan mulai turun. Kilatan petir di langit menambah suasana luka di hatinya.

"Hiks... Bu-bunda.. hiks!"

Dadanya terasa sesak, ia tidak bisa menahan lukanya lagi. Rasanya ia membutuhkan ruang untuk meluapkan emosinya malam ini. Naeun yang masih menangis menatap ke arah jendela yang tertutup gorden putih, ia beranjak berdiri lalu berjalan mendekati gorden kamarnya, dibuka perlahan gorden tersebut ia sudah di suguhkan dengan butiran air hujan yang membasahi kaca kamar.

Tidak ada pilihan lain, melupakan tentang bagaimana dinginnya malam di tambah hujan yang deras, naeun keluar dari rumah masih memakai seragam sekolahnya yang sudah basah karena hujan. Ia berjalan sendirian di tengah-tengah hujan yang turun sangat deras, tidak ada yang tau jika dirinya sedang menangis, air hujan membantunya menutup isakan pilu yang menyayat hati.

"DIAM!! dasar anak menyusahkan, sampah! Tidak berguna! Kamu tidak lain seperti anak yang dikirimkan tuhan hanya untuk membawa kesialan untukku!! Mulai sekarang ayah akan potong uang bulanan kamu!!"

"Ayah hiks!! Ayah percaya sama naeun yah, aku tidak mungkin melakukan itu hiks.. tolong percaya sama aku"

"Percaya sama kamu? Apalagi yang bisa ayah percaya dari anak pencuri dari kamu hah!! Tidak ada!!"

Semakin punggungnya di terpa oleh hujan yang deras semakin keras juga isakan tangis yang keluar dari bibirnya. Bayang-bayang ucapan menyakitkan dari ayahnya membuat luka itu semakin melebar.

"Ayah adalah pelindung untuk anak perempuannya, tapi dimana aku harus bersandar setelah ini, jika semuanya menyalahkan ku" batin naeun lirih.

Ya. Setelah ini dimana lagi ia akan mencari sosok hangat yang akan memeluknya erat, mengelus kepalanya untuk menenangkan dirinya. Dengan siapa dia akan bersandar? Siapa lagi yang akan dia datangi untuk menceritakan keluh kesahnya, masalah hidupnya, siapa lagi tubuh yang siap untuk menerima pelukannya setelah ini?.

Semuanya menghilang, ayah yang menjadi cinta pertamanya justru juga menjadi awal kekecewaan terbesar di hidupnya. Tidak ada lagi sosok hangat yang ia temui dari dalam diri sang ayah, semuanya menghilang.

Hanya ada satu sosok yang ia butuhkan, tempat ia pulang untuk menceritakan semuanya, Ya. Bunda yeri.

Ibu. Wanita yang sudah melahirkan dan merawatnya penuh ketulusan, Tempat pertama seorang anak bercerita mengenai banyak hal dalam hidupnya kini terbaring dalam tanah pusarannya bertabur banyak bunga-bunga indah dan namanya terukir indah di atas batu nisan. Tempat naeun menemuinya, Pemakaman.

"Bundaa... Hiks..."

Naeun berjongkok di depan makam bundanya, ia mengusap batu nisan tersebut, kepalanya menunduk sambil menangis.

Dark Is His Life • Yoon JaehyukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang