43°

1.9K 104 4
                                    

Waktu terus berjalan, hari terus berlalu. Semua hal yang terjadi dalam hidup kita tentu sudah tersusun rapi dalam garis takdir.

Banyak orang yang menyesali takdir yang mereka dapat, banyak pula yang menerimanya dengan lapang dada. Kita tidak bisa memilih, kalaupun bisa ... Pasti kita akan pilih yang terbaik, bukan?

Begitupun juga Ardan! Dalam keinginannya, tidak pernah terpikirkan kalau kehidupannya akan seperti ini. Berpisah dengan keluarganya, dan tinggal dengan keluarga baru.

Sungguh, Ardan sangat sulit jika memilih diantara keduanya. Mereka sama-sama berharga dalam hidupnya.

Tapi apakah dia berharga dalam hidup mereka? Ardan tidak tau.

Ardan POV

Aku membuka mataku. Tubuhku rasanya mati rasa entah karena apa. Kucoba untuk duduk dengan perlahan.

Di mana ini? Mengapa aku ada di tempat seperti ini. Ruangan luas dengan banyaknya bunga yang menjadi pusat perhatianku.
Aroma khas bunga yang sangat menyenangkan langsung masuk indera penciumanku.

Aku bangkit dari kasur. Kepalaku menoleh ke sekitar. Sangat sepi. Hanya ada aku yang berada di sini. Tidak ada orang, bahkan hewan pun tidak terlihat olehku.

Mataku menatap bunga yang paling banyak diantara bunga lain-nya. Aku mendekat ke sana. Kakiku melangkah dengan sesekali memperhatikan sekitar.

Tiba di sana, aku berjongkok guna melihat jelas bunga itu. Bunga Dandelion. Iya, bunga itulah yang paling banyak di sini. Dia terlihat sangat menonjol di antara bunga lainnya.

"Kenapa aku selalu tertarik denganmu? Padahal masih ada mawar yang indah," monolog ku.
Sengaja ku petik setangkai mawar putih, dan ku bandingkan dengan bunga Dandelion di depanku.

"Kalau kau yang ku petik, mungkin saja kau akan langsung hancur. Mawar memang indah, tapi kau yang tetap ku suka."

Aku bangkit. Memejamkan mata, dan menghirup udara segar di tempat ini. Entahlah, rasanya sangat tenang berada di sini. Di sini sepi, seperti tidak ada kehidupan.

Dan aku suka itu.

Tiba-tiba kepalaku berdenyut sakit. Aku memegang kepalaku dengan mengerang menahan sakit. Tubuhku terjatuh ke bawah, semua badanku terasa lelah.

Ingatan-ingatan masa lalu berputar terus di kepalaku. Semua hal dari aku kecil hingga sekarang tiba-tiba datang. Dadaku terasa sesak, aku mencoba memukulnya agar sesak itu hilang.

"Ardan pulanglah, Nak."

"Jangan tinggalkan, Mama!"

"Dasar anak tidak tau diri!"

"Aku sayang sama kamu."

"Kami menunggumu, Ardan."

"Saya tidak sudi memiliki anak seperti kamu!"

"Lo jahat, Dan."

"Maafkan bunda, Sayang."

"Ayo bangun!"

Arghh, aku berteriak saat suara-suara itu tiba-tiba terdengar. Mendengarnya membuat dadaku semakin sesak.

Aku menangis, pikiranku kalut. Semua seakan memintaku untuk pulang, tapi aku binggung pulang ke mana yang mereka maksud. Tidak ada rumah untuk aku pulang.

Di tempat ini pun aku tidak tau di mana. Semua sangat membingungkan, aku tidak sanggup jika harus melewati ini tanpa seseorang di sampingku.

Seseorang terasa memegang pundak ku. Aku menoleh menatap sosok yang berdiri tepat di sampingku. Keningku menyergit karena tidak mengenalinya.

ARDAN MAHENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang